HITAM DAN PUTIH

1621 Kata
Kinan dan Gladys adalah dua remaja belia yang berlomba menjadi gadis paling populer di sekolah. Keduanya sama-sama mengenakan benda-benda branded, sama-sama membentuk image dan sama-sama meneguhkan namanya sebagai gadis paling populer di sekolah. Gladys membuat image bak seorang selebriti papan atas, ia sangat memilih dalam bergaul dengan temannya. Hanya bersedia berhubungan dengan anak pejabat maupun anak pengusaha. Terhadap teman yang dianggap tidak pantas dekat dengannya, ia tidak segan-segan melakukan aksi perundungan bahkan sampai ada siswi yang memutuskan pindah sekolah karena tak tahan dengan aksinya. Tidak ada yang tidak mengenal Gladys. Uang dan kekuasaan perusahaan sang papi yang sedang kuat, membuatnya menjadi sosok angkuh dan sombong sekaligus ditakuti oleh seluruh siswa. Lain Gladys lain pula dengan Kinan. Gadis yang semakin terlihat cantik ini justru dikenal sebagai angel oleh hampir seluruh penghuni sekolah baik murid. Guru bahkan para pekerja sekolah tak luput dari perhatiannya. Sikap riang dan ringan tangan membuatnya sangat disayangi oleh semua kalangan di sekolah. Ditambah dengan nama Pratama yang telah tersohor di sekolah membuat namanya semakin bersinar.  Dua tahun kemudian. Gladys berjalan angkuh dengan kipas di tangan yang sedang terayun. Ia baru keluar dari sebuah sedan mewah yang setia mengantarnya. Ia berdiri di sebelah supirnya, dengan lambaian kipas ia memerintahkan sang supir meninggalkannya. Revi dan Stevi juga baru keluar dari mobil mewah mereka. Keduanya juga melakukan hal serupa kepada masing-masing supir mereka lalu berjalan mendekati Gladys, sang ketua geng dengan senyum merekah. Gladys berjalan angkuh melewati koridor sementara Revi dan Stevi dengan setia berjalan di belakangnya.  Seorang gadis berambut keriting, berkulit sawo matang, bertubuh kurus yang dibalut seragam yang warnanya telah memudar, berjalan cepat melewati koridor sekolah. Tanpa sengaja, gadis itu menubruk  Gladys hingga keduanya jatuh bertumpuk di atas lantai. Posisi gadis berkulit sawo matang tersebut berada di atas Gladys. Gladys marah besar, dengan kasar ia mendorongnya hingga terjungkal ke samping. Revi dan Stevi segera membantu Gladys berdiri lalu dengan kompak, segera menepuk punggung dan p****t Gladys. Membersihkan seragam yang sebenarnya tidak terlalu kotor. Gladys melotot ke arah gadis yang kini berdiri dengan kepala tertunduk dihadapannya. Amarah Gladys dengan cepat terpompa, ia mendecak marah lalu mendorong bahu gadis tersebut. "Kamu taruh mana matamu?" tanya Gladys dengan bentakan keras. "Maaf, Kak. Aku tidak sengaja," katanya takut-takut. "Maaf katamu. Enak saja," celetuk Gladys dengan dengusan panjang. "Please, maafin aku," pinta gadis itu memelas. "Gak ada maaf-maafan," bentak Gladys. Gladys menatap gadis itu dengan satu sudut bibir terangkat. Dalam pikirannya, ia ingin menghukum gadis yang tertunduk di depannya sekedar untuk bersenang-senang. "Revi, Stevi. Seret dia ke toilet!" perintah Gladys. Iamelewati gadis itu tak lupa mendorong bahunya sekali lagi hingga tubuhnya terhuyung ke belakang. Revi dan Stevi bagai sepasang punggawa yang melaksanakan perintah patihnya. Keduanya dengan segera meraih lengan gadis itu dan menggiringnya menuju toilet di belakang sekolah. *** Jam istirahat berbunyi, seluruh murid sekolah berbondong-bondong keluar kelas. Seketika sekolah yang tenang berubah menjadi ramai oleh suara mereka. Kinan berjalan di koridor sekolah bersama Lily, sesekali ia tersenyum dan melambaikan tangan untuk menyapa murid-murid yang ada di sekitarnya. Ia senang karena semua penghuni sekolah mengenalnya, membuatnya bak putri raja yang sedang berkeliling di kerajaan. "Aku tidak mengira kamu bakal setenar ini, Ki," celetuk Lily yang setia berjalan di sebelah Kinan. "Lily, who's the most populer in this school?" tanya Kinan dengan senyum simpul menghiasi wajahnya. "Just you Kinan," jawab Lily bersemangat. Kinan menghentikan langkah, menghadap Lily dan mencubit gemas pipinya. "No Lily. We are the most populer, Lily," kata Kinan. Lily tersenyum lalu memeluk erat sahabatnya. Kinan pun membalas pelukannya sebelum mereka kembali berjalan menuju toilet. Toilet masih sepi karena anak-anak yang lain lebih banyak yang ke kantin maupun ke perpustakaan. Hanya ada seorang gadis yang duduk meringkuk di pojok ruangan. Membuat Kinan dan Lily saling memandang sebelum akhirnya Kinan mendekati gadis itu. Ia mengangkat dagunya. Wajah gadis itu sangat mengenaskan. Seluruh badannya basah, air menetes dari ujung-ujung rambutnya. Ada memar membiru serta ada darah yang tampak menggumpal di sudut kanan bibirnya. Bau karbol gadis itu menusuk hidung Kinan. Sepertinya ada seseorang yang sengaja menyiramnya dengan air bekas pel. "Katakan padaku, siapa yang melakukannya padamu?" tanya Kinan penuh emosi. Gadis itu berjengit takut, ia hanya menatap Kinan dengan airmata menghiasi wajahnya. Ia menggeleng pelan dan tidak mau menjawab pertanyaan Kinan. Hanya isak tangis yang keluar dari mulutnya. "Sudahlah. Selama ada aku, aku akan melindungimu. Jangan takut, Ya," ucap Kinan menenangkan. "Jadi katakan siapa yang melakukannya!" perintah Kinan tegas. "Tidak usah, Kak. Aku tidak apa-apa," kata gadis itu. Kinan menangkup wajah gadis itu. Tidak ada anak lain yang sanggup melakukan perundungan sekejam ini selain Gladys. Tidak salah lagi. d**a Kinan terbakar amarah setiap kali hal ini terjadi. Sekalipun sudah menduga, ia tetap ingin gadis malang itu mengatakan siapa pelakunya. "Katakan padaku. Siapa namamu dan dari kelas berapa!" tanya Kinan dengan nada memerintah. "Silvi. 10 C," jawab Silvi lirih. "Kamu tidak mau kalo suatu hari kamu mengalami masalah ini lagi kan? Kamu mau jika gadis lain juga mengalami ini?" tanya Kinan meyakinkan Silvi. Silvi menggeleng perlahan. Air mata mengalir seperti aliran anak sungai. Meski takut, tapi ia tidak mau kejadian ini berulang padanya ataupun kepada gadis lain. "Three Cute," gumamnya pelan namun terdengar oleh Kinan. "Aku benar. Sudah cukup aku menutup mata. Ini tidak bisa dibiarkan lagi," gumam Kinan penuh amarah. Dibantu Lily, ia membantu Silvi berdiri lalu memapahnya menuju ruang UKS. Sesampainya di ruang UKS, Kinan meninggalkan Silvi yang segera dirawat oleh dokter sekolah. Dengan menahan amarah, Kinan berjalan menuju kantin sekolah dimana Three Cute biasa menghabiskan jam istirahatnya. Langkahnya lebar dan cepat, Kinan tengah diburu rasa emosi yang teramat tinggi dan ingin melakukan perhitungan dengan gadis yang sering sekali membuatnya kesal. Kali ini tamat riwayatmu Gladys, tidak ada Mas Wisnu dan Mas Yudhis yang menahanku melakukan tindakan melawanmu, kata hati Kinan. Lily berusaha meredam emosi sahabatnya. Tanpa lelah ia terus membujuk Kinan untuk mengurungkan niat untuk melakukan perhitungan dengan Gladys. Namun usahanya sia-sia. Kinan sudah berdiri di depan Three Cute yang asyik bercengkerama di tengah kantin sekolah. "Apa yang kamu lakukan sama Silvi?" tanya Kinan marah. Gladys yang sedang tertawa dengan Revi dan Stevi menengadah menatap Kinan malas. Ia kembali bercengkerama dengan dua sahabatnya tak menggubris Kinan sama sekali. "Kamukan yang bikin Silvi babak belur," tuduh Kinan penuh emosi. Gladys menengadah menatap Kinan jengah. "Apa maksudmu?" tanya Gladys. "Tidak usah sok bodoh. Jawab saja pertanyaanku. Kenapa kamu membuat Silvi babak belur? Apa kesalahannya?" tanya Kinan dengan suara lantang. Suara keras Kinan membuat perhatian murid sekolah yang berada di kantin segera berpusat kepada mereka. Kinan berdiri dengan dua tangan bersedekap, menunggu jawaban Gladys menjawab pertanyaannya. “Masih diam. Oh atau kamu seorang pengecut yang hanya berani bertindak di belakang tangan," kata Kinan memancing emosi Gladys. "Itu salahnya. Ia hampir mencelakaiku. Wajar jika aku membalasnya," seru Gladys lantang. Kinan memindai seluruh tubuh Gladys dengan tatapannya. Tapi tentu saja tidak ada luka di tubuh gadis itu. GLadys sedang berbohong padanya dan ini hal yang sangat tidak disukainya. "Kamu pikir mataku buta. Tidak ada satu bekas luka ditubuhmu lalu kenapa kamu menyiksa Silvi. Jawab!" bentak Kinan. "Apa pedulimu. Siapa kamu berani ikut campur urusanku?" tanya Gladys berapi-api. Kinan semakin emosi, ia mengepalkan kedua tangan dan kedua bahunya bergerak karena emosi yang semakin tidak terkontrol. "Dengar bodoh. Siapapun yang mengganggu gadis di sekolah ini. Harus berhadapan denganku. Termasuk kamu," seru Kinan. "Oh, sok jagoan rupanya," celetuk Gladys. Kinan termakan ucapan Gladys. Ia menarik kerah baju Gladys dan menariknya hingga wajah mereka sangat dekat. Napasnya memburu, cengkeraman tangannya begitu kuat seakan hendak mengoyak baju Gladys. "Aku sudah terlalu lama membiarkanmu melakukan tindak kasar kepada murid lain," katanya penuh penekanan. "Lalu?" tanya Gladys dengan senyum mengejek. Seolah tak takut dengan apa yang akan terjadi. "Kupastikan ini terakhir kalinya kamu melakukannya. Sekali lagi kamu membuat ulah, kamu akan berhadapan langsung denganku," ancam Kinan. "Oh ya. Kamu pikir aku takut," ledek Gladys. "Oh, kamu meremehkanku rupanya. Kamu tahu siapa aku? Putri Abimanyu. Bahkan Papimu saja sangat menghormati Ayahku," kata Kinan menyombongkan diri. "Lalu, apa kamu mengancamku?" tanya Gladys dengan senyum merendahkan. "Pastikan saja kamu mengingat ucapanku. Aku tidak sedang bermain-main," kata Kinan. Ia melepas Gladys dengan setengah mendorongnya. Membuat Gladys terhuyung ke belakang dan dengan cepat ditangkap oleh Revi dan Stevi. Kinan menyapu ruangan kantin yang kini dipenuhi murid sekolah baik laki-laki maupun perempuan. Ia naik ke atas meja dan sekali lagi ia menyapu seluruh penjuru ruangan. "Dengar baik-baik. Siapapun yang berani melakukan bullying di sekolah ini akan berhadapan denganku. Aku tidak akan mengampuni siapapun yang melakukannya," teriak Kinan penuh keberanian. "Dan siapapun yang merasa dibully di sekolah ini. Lapor saja padaku, jangan takut apalagi dengan geng Three Cute. Ingat, kita kuat kalau kita bersatu," tegas Kinan sekali lagi. Kinan turun dari meja dengan sorot tajam ditujukan pada Gladys. Beberapa saat ia mematung, memandang Gladys sebelum akhirnya ia meninggalkan kantin bersama Lily yang ada di belakangnya. *** Gladys menatap punggung Kinan yang keluar dari kantin sekolah dengan amarah semakin membuncah. Tidak menyangka Kinan berani mempermalukannya di tengah kantin yang sedang penuh dengan murid sekolah. Ia menghentakkan kaki kirinya dan menyapu seluruh ruangan kantin yang kini menatapnya penuh kebencian. Gladys terlalu malu untuk tetap bersekolah di tempat yang sama dengan Kinan. Ia memberanikan diri bicara pada Gunawan. Ia merasa tidak memiliki muka lagi di sekolah pasca insiden dimana Kinan mempermalukannya. Saat makan malam, Gladys memohon kepada sang Papi untuk memindahkan sekolahnya. "Ayolah Pi, Please pindahin aku dari sekolah itu. Di manapun aku mau asal tidak sekolah disana," rengeknya. "Sekolahmu itu sekolah terbaik di kota ini. Lagipula ini sudah tahun terakhir, sebentar lagi kamu UN jadi untuk apa pindah sekolah. Oh, atau kamu bikin ulah lagi," tuduh Gunawan dengan lirikan sebal. Gladys mencebik, dongkol dengan tudingan Papinya dan semakin dongkol saat mengingat alasan ia ingin pindah sekolah. Kinan, aku tidak akan pernah melepasmu. Akan kubuat kamu menderita. Kata hati Gladys. *** Di sekolah, Gladys benar-benar tidak mampu mengangkat kepalanya. Seluruh murid menatapnya penuh cela, bahkan anak-anak yang dahulu sering berkumpul dengannya kini memilih berteman dengan Kinan. Gladys yang dahulu memiliki kekuasaan dalam melakukan penindasan di belakang Kinan. Kini bagai harimau ompong yang kehilangan kegagahannya. Revi dan Stevi pun mulai menghindarinya. Gladys benar-benar kehilangan pamornya, membuat hari-hari di sekolah bagai berada di dalam neraka. Bahkan lebih parah dari itu, kini ia seperti korban perundungan setelah semua anak di sekolah memandang hina padanya. ***  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN