3

1468 Kata
  Ketukan pelan di kaca jendela itu kembali membuat Mary terlonjak. Sekecil apapun suara itu, sekarang selalu membuat Mary terlonjak dan jantungnya berdetak kencang. Ia selalu ketakutan memikirkan kemarahan apalagi yang akan Gideon berikan padanya. Mary Swan yang dulu tidak akan seperti itu. Namun, Mary yang itu sudah mati. Yang ada sekarang hanyalah Mary Philips, wanita kikuk dan selalu ketakutan. Sebuah ketukan tak sabar kembali terdengar. Kali ini di teralis jendela dapurnya. Gideon tidak pernah mengetuk, dan jika pria itu memilih untuk mengetuk, dapur jelas bukan pilihannya. Jadi, orang itu pasti bukan Gideon. Lalu siapa? Berbulan-bulan tinggal di lingkungan ini, Mary tidak pernah mengenal siapapun. Terlebih, tidak ada orang yang pernah peduli padanya setiap ia berteriak minta tolong. Jadi, siapapun itu yang mengetuk, Mary tahu pasti bukan orang baik. “Aku tahu kau di dalam, Nak. Keluarlah.” Suara lembut seorang wanita membuat tubuh Mary sedikit rileks di balik tembok tempat ia bersembunyi. Orang yang bersuara dengan nada keibuan seperti itu tidak mungkin suruhan Gideon. Atau setidaknya itulah harapan Mary. Semua orang bisa terlihat lembut dan manis di awal, lalu saat kita mulai mengenalnya, maka tabiat aslinya akan terlihat. Mungkin saja ia jauh lebih kejam daripada suara yang terdengar lembut dan keibuan itu. Mary sedikit bergeser dari balik tembok dan mengintip ke arah jendela yang berteralis besi. Semua jendela di rumah ini dipasangi teralis. Tujuannya jelas agar Mary tidak bisa kabur. Hanya ada satu jendela tanpa teralis yang ada di atap. Tetapi jendela itu hanya berukuran kecil, dan jika Mary nekat meloncat dari sana, sudah pasti ia akan patah tulang karena rumahnya begitu tinggi. Dari luar jendela dapurnya, Mary melihat seorang wanita berambut pirang dan bertubuh kecil. Wanita itu mungkin seumuran ibunya. Wajahnya tidak tampak jahat, jadi Mary memberanikan diri untuk keluar dari persembunyiannya. Wanita itu tersenyum iba saat menatapnya. “Tidak usah takut padaku. Aku kemari untuk menolongmu.” Menolong? Bagaimana wanita ini akan menolongnya? Selama ini, tidak pernah ada yang peduli padanya, kenapa sekarang wanita itu ingin menolongnya? “Kemarilah, aku tidak bisa berlama-lama di sini. Sebentar lagi pihak keamanan lingkungan akan berkeliling. Aku Viona, tetangga sebelah rumahmu.” Mary pernah melihat wanita itu beberapa kali dari jendela dapurnya. Dapur mereka berhadapan, jadi Mary bisa melihat Viona jika wanita itu berada di sana. Bedanya, dapur milik Viona memiliki pintu dan sering sekali terbuka. Sedangkan dapurnya hanya memiliki jendela dan pintu yang berteralis. Teralis pada pintu ditanam jauh ke dalam bagian bawah lantai sehingga tidak bisa dibuka. “Apa yang kau inginkan?” tanya Mary dengan sedikit waspada. Ia tahu jika dirinya tidak bisa memercayai siapapun sekarang. Bahkan dengan wanita yang tampak rapuh ini, Mary harus tetap waspada. Kadang, Viona memang tersenyum padanya saat mereka saling menatap dari kejauhan ketika ia tengah memasak. Namun, hanya itu. Mereka tidak pernah bicara sebelumnya. “Aku minta maaf baru sempat datang kemari. Setiap kali ingin menolongmu, aku takut suamimu akan kembali kapan saja. Sekarang aku berani datang karena kulihat dia pergi membawa koper yang kuasumsikan itu dalam waktu yang lama.” “Dua hari,” jawab Mary pelan. Hanya dua hari. Kenapa bukan dua minggu? Atau dua tahun? Atau yang lebih bagus lagi, kenapa Gideon tidak akan pernah kembali saja? “Aku tahu apa yang terjadi padamu. Dia sering memukulimu ‘kan?” Tidak ada yang perlu Mary jawab karena pasti semua orang di sekitar rumahnya bisa mendengar setiap kali Mary berteriak dan menangis meminta tolong. Walaupun jelas tidak pernah ada satupun yang cukup peduli padanya. “Lalu apa maksud Anda datang kemari? Selama ini aku selalu meminta tolong tetapi tidak pernah ada yang datang. Bahkan pihak keamanan lingkungan tidak pernah datang untuk bertanya.” Jika ditanya apakah ia sakit hati dengan perlakuan para tetanganya yang tidak peduli, tentu saja Mary sakit hati. Apa mereka semua tuli? Atau mereka takut pada seorang pria besar seperti Gideon hanya karena mereka rata-rata berusia tua? Mereka bisa menelepon polisi dan melapor tanpa nama jika tidak ingin benar-benar terlibat. “Aku minta maaf untuk itu,” jawab Viona dengan sedih. “Pihak keamanan lingkungan mendatangi rumah kami satu persatu dan melarang kami menolongmu. Kami akan diusir dari rumah kami sendiri jika menolongmu. Suamimu yang kejam itu membayar mereka dengan sangat besar untuk memastikan tidak ada yang menolongmu.” Air mata Mary merebak. Jadi karena itu? Itu adalah alasannya kenapa tidak pernah ada orang yang datang? Kenapa Gideon begitu jahat padanya? Apa yang telah Mary perbuat dulu hingga Gideon sejahat ini padanya? “Aku hapal jam-jam pria-pria itu berkeliling mengawasi, dan itu akan terjadi satu jam dari sekarang. Jadi, aku mohon kau bisa pergi dari rumah ini sebelum satu jam.” Pergi? Ke mana ia harus pergi? Bagaimana ia bisa pergi sedangkan tidak ada satupun jendela yang bisa dilewati selain jendela di loteng? “Aku…” “Aku tahu semua pintu rumah terkunci dan dibawa suamimu. Namun aku tahu masih ada satu jalan keluar yang kemungkinan tidak ia ketahui.” Tanpa sadar, Mary maju satu langkah sebelum ia kembali mundur. Bagaimana Viona bisa tahu? Apa Viona benar-benar ingin menolongnya? Atau malah membuatnya semakin terjebak dalam kehidupan terpenjara ini? “Tolong percayalah padaku. Aku akan menjelaskan semuanya nanti. Yang perlu kau lakukan sekarang hanyalah pergi ke pintu yang menuju rubanahmu.” Itu adalah bagian yang paling tidak pernah Mary datangi. Pintu rubanah itu berat dan selalu tergembok. Sejak awal tinggal di sini, ia bahkan tidak pernah berada dekat pintu itu. “Pintu itu digembok,” ucap Mary pelan. “Aku tahu. Tetapi ada pintu lain. Sebuah pintu yang terhubung ke bagian belakang rumahku.” “Bagaimana kau tahu?” tanya Mary dengan kening berkerut. Viona tidak pernah masuk ke rumah ini sebelumnya, bukankah seharusnya ia tidak pernah melihat bagaimana bagian dalam rumah ini? “Aku pernah menyewa rumah ini saat rumahku direnovasi. Aku tahu kau tidak percaya padaku, tetapi aku benar-benar tidak bermaksud jahat. Begini saja, kau bisa menuju pintu itu dan menuju bagian belakang rumahku kurang dari satu jam. Letak pintu rahasianya ada di belakang lemari dapur. Geser saja dan kau akan menemukan pintu geser kecil. Aku akan menunggumu. Aku mohon, lakukan sekarang, Nak. Aku tidak ingin kau bernasib lebih buruk lagi dari ini.” “Tetapi…” Viona menoleh ke belakang dan menjauh dari jendela. “Aku rasa mereka berpatroli lebih cepat. Segera setelah mereka pergi, siapkan dirimu untuk keluar dari rumah ini. Tidak usah membawa apapun karena itu akan menyulitkanmu. Tolong pikirkan, okey? Aku akan menunggumu. Oh, dan jangan membawa ponsel karena sinyalmu akan terlacak.” Mary mendengkus. Ponsel? Ia bahkan tidak lagi memegang ponselnya sendiri. Setiap kali Gideon keluar rumah, ponsel Mary selalu berada dalam genggaman pria itu. Semua pesan yang masuk juga selalu dibalas Gideon. Mary hanya akan menerima panggilan telepon yang sudah disetujui Gideon. Dengan begitu, Viona berlari pergi dari balik jendela dapur menuju dapurnya sendiri dan menutup pintu. Sementara Mary masih terpaku di tempatnya berada, memikirkan semua yang Viona katakan padanya. Apa wanita itu benar-benar berniat menolongnya? Apa Mary benar-benar bisa kabur dari rumah ini? Akan tetapi, bagaimana dengan Mom? Atau Myra? Apa Gideon tidak akan menyentuh mereka? Pria itu pernah mengancamnya akan menyiksa mereka seandainya ia pergi. Apa yang akan terjadi seandainya ia benar-benar kabur? Namun, Mary sendiri tahu jika keadaan bisa bertambah buruk seandainya ia tetap berada di sini. Gideon akan terus menyiksanya secara fisik dan seksual, dan bukan tidak mungkin satu saat nanti ia bisa mati mengenaskan. Mary tidak ingin hidupnya berakhir di dalam rumah besar dan sepi ini. Ia ingin bebas dan kembali menjadi Mary yang dulu. Ketukan pelan kembali terdengar. Kali ini dari pintu depan. Mary tahu itu petugas keamanan. Setiap kali Gideon pergi, para petugas keamanan akan datang dan mengetuk pintu untuk memastikan ia ada di rumah. Kenapa selama ini Mary tidak pernah berpikir bahwa Gideon membayar mereka semua? “Mrs. Philips, Anda bisa mendengar saya?” Suara familier itu terdengar. Pria itu yang selalu mengetuk pintu rumahnya setiap kali Gideon pergi. Mary melangkah menuju jendela dan menyibak tirainya. Pria bertubuh besar itu menatapnya sejenak sebelum mengangguk dan pergi. Hanya itu yang perlu Mary lakukan maka pria tersebut baru percaya jika dirinya di rumah. Lalu, jika ia pergi, bagaimana nanti dengan patrol ini? Mereka akan segera tahu jika dirinya tidak ada di rumah, dan itu akan terjadi satu atau dua jam dari sekarang. Setelah merapatkan kembali tirai jendelanya, Mary melangkah ke dapur dan menuju lemari putih yang ada di dinding. Dengan tangan gemetar, Mary menggeser lemari itu dan matanya membelalak. Viona benar, ada kotak seukuran tubuh anak remaja di sana. Mungkin dirinya akan agak kesulitan melewati itu, tetapi Mary tahu ia masih bisa melaluinya. Berat tubuhnya turun drastis setelah menikah. Mary berlutut di depan kotak itu, ia meraih pintu geser kecilnya dan air matanya hampir merebak. Pintu itu tidak terkunci, dan itu artinya, Mary memiliki kesempatan untuk pergi… ==== Mon maap lamaa yaaa...Mamak habis liburaannn...hahah... Balek liburan, lupa caranya nulis wkwk...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN