4

1080 Kata
Berbagai pikiran berlarian di kepala Mary dalam waktu bersamaan. Ia sangat ingin pergi, tetapi di sisi lain, ada Mom dan Myra yang harus dipikirkannya. Hanya merek keluarganya yang tersisa. Satu kali dirinya memutuskan untuk menjauh dari kehidupan ini, Mary tahu jika tidak akan ada lagi jalan untuk kembali. Ia harus menjalani hidup barunya sendirian tanpa orang-orang yang disayanginya. Mary tidak akan bisa lagi menelepon Mom. Tidak akan bisa lagi mendatangi Myra di New York. Dan juga, teman-temannya. Ia tidak akan pernah menemui mereka lagi selamanya. Sanggupkah ia? Akan tetapi, seandainya Mary memutuskan untuk tetap di rumah ini, ia juga tahu jika selamanya akan terkurung dalam kuasa Gideon dan seluruh penyiksaannya. Selamanya ia akan menjadi bidak catur Gideon di depan keluarganya. Selamanya ia akan menjadi pemeran dalam novel kehidupan yang Gideon catatkan untuknya. Harus tersenyum saat Gideon menyuruhnya, dan harus tertawa di depan semua orang meskipun dirinya tidak ingin tertwa. Mary tidak menginginkan itu. Ia ingin kembali menjadi wanita bebas. Ia ingin kembali menjadi Mary Swan yang dulu. Ia ingin hidup tanpa ketakutan seperti yang selalu dirasakannya akhir-akhir ini. Untuk satu kali ini, Mary ingin menjadi seorang wanita egois. Ia sudah mengorbankan pernikahan impiannya demi keluarga dan ribuan orang karyawan Swan’s Department Store. Bukankah nasib ribuan orang itu tidak harus bergantung pada satu orang? Bukankah tidak selamanya seorang pahlawan harus selalu menjadi pahlawan? Lagipula, Gideon sudah mendapatkan apa yang ia inginkan. Kekayaan dan juga perusahaan yang diwarisinya dari Julian. Walalupun entah mungkin itu akan tetap menjadi milik Gideon atau tidak setelah dirinya pergi, Mary tidak ingin peduli. Ia hanya ingin pergi. Berbekal keyakinan itulah, Mary memasuki lorong kecil itu. Ternyata lorong itu tidak sekecil kelihatannya. Ia bahkan bisa berlutut dengan nyaman dan menarik kembali lemari penyimpanan hingga tertutup rapat. Itu akan memperlama waktu Gideon menemukan cara ia melarikan diri. Tubuhnya yang kecil tidak terlalu mendapatkan kesulitan saat harus merangkak dan mencoba mencari jalan keluar. Apa Gideon benar-benar tidak pernah tahu tentang lorong ini? Dengan semua keamanan yang dilakukannya, agak aneh rasanya jika pria itu tidak memeriksa setiap sudut dengan teliti. Namun, penjahat paling licik sekalipun akan tergelincir sesekali. Mary berharap itu yang terjadi pada Gideon mengenai lorong ini. Saat ini, apa yang bisa Mary lakukan hanyalah keluar dan berharap ia tidak salah karena percaya pada Viona. Ia tidak membawa apapun, bahkan satu sen pun uang karena memang tidak ada yang dimilikinya. Semua dipegang oleh Gideon. Kartu kredit, ATM, ponsel, dan juga uang tunai. Jika ada satu hal yang harus ia syukuri, itu adalah tidak adanya CCTV di dalam rumah mereka. Tampaknya, Gideon benar-benar percaya jika dirinya tidak akan pernah bisa kabur karena semua terali besi itu. Jadi jelas bahwa Gideon tidak tahu menahu tentang lorong ini. Lorong berhenti tepat di belakang lubang angin. Sial, bagaimana ia bisa membukanya? Lubang angin itu pasti dikunci pada empat sisinya, tidak mungkin ia bisa membukanya. Terlebih, kunci lubang-lubang itu berada di luar. “Mary?” Suara bisikan Viona membuat Mary menarik napas lega. “Ya, aku di sini, tetapi tidak bisa keluar.” “Kami akan mengeluarkanmu.” Kami? Siapa kami yang Viona maksud? Bukan petugas keamanan kan? Karena jika wanita itu mengkhianatinya, tidak ada lagi yang bisa Mary percayai di dunia ini. Pihak keamanan akan menahannya sampai Gideon pulang. Hanya memikirkan itu saja membuat tubuh Mary kembali gemetaran. Bagaimana jika Viona benar-benar menjebaknya? Wajah Viona terlihat saat penutup lubang angin itu diangkat. “Keluarlah, Sayang.” Dengan ragu, Mary merangkak keluar dan ia dihadapkan pada pria tua yang memegang lubang angin itu. Pria itu tersenyum padanya dengan lembut. “Ya Tuhan, Viona, dia benar-benar seperti Valerie kita.” Kening Mary berkerut mendengarnya. Namun, Viona segera meraih tubuhnya dan menyuruh pria tua bernama John itu untuk kembali menutup lubang anginnya seperti semula. Viona menarik tubuh Mary ke rumah wanita itu, memasuki dapur yang selama ini hanya bisa Mary lihat dari balik rumahnya. Mary berbalik menatap dapurnya sendiri yang tertutup rapat. Tempat itu begitu dekat tetapi juga terasa sangat jauh. “Aku tahu banyak yang ingin kau tanyakan, tetapi kita tidak ada waktu lagi. Kau harus mengecat rambutmu sekarang dan mengganti pakaian sebelum kita pergi.” “Mengecat rambut?” Mary mengamati cat rambut dan beberapa potong pakaian yang disodorkan Viona padanya. “Aku akan menjelaskannya nanti.” Viona mendorong tubuh Mary ke kamar mandi tanpa memberinya kesempatan untuk bicara lagi. “Itu cepat kering. Kau tidak akan butuh waktu lama.” Oke, berhubung Viona memang benar-benar telah menolongnya, Mary harus percaya kali ini. Viona pasti ingin ia benar-benar aman pergi dari tempat ini. Jadi apa yang harus ia lakukan sekarang hanyalah mengikuti apa yang Viona suruh. Beberapa menit kemudian, Mary keluar dari kamar mandi dengan rambut berwarna pirang pasir. Ia hampir tidak memercayai matanya saat menatap wajahnya sendiri di cermin. Dirinya tampak seperti orang yang berbeda karena warna rambutnya. Bagaimana sebuah cat rambut membuat terlihat seperti orang lain? “Ya Tuhan, Valerie,” bisik John dengan mata berkaca-kaca saat melihat Mary. Siapa Valerie? Kenapa pria itu terus menerus memanggilnya dengan nama tersebut? Apa mungkin… Kesadaran timbul di benak Mary saat ia menyadari bahwa mungkin saja Viona bermaksud membuatnya mirip dengan wanita bernama Valerie itu agar bisa kabur dari sini. Lalu di mana Valerie yang asli sekarang berada? Bagaimana jika ia benar-benar muncul dan menuduh Mary melakukan kejahatan karena memalsu sebagai dirinya? “Jangan sekarang, John,” kata Viona sambil kembali menarik tubuh Mary ke garasi. Tampaknya Viona benar-benar telah mempersiapkan ini dengan sangat baik. Berapa lama Viona menantikan hari ini? Apa memang Viona sudah lama ingin menolongnya? “Kita akan pergi, tetapi aku minta maaf kau harus ada di bagasi sampai kita benar-benar keluar dari lingkungan ini. Kau tahu kami semua diperiksa dengan sangat ketat saat keluar.” “Apa kita benar-benar tidak akan ketahuan?” tanya Mary saat mereka berdiri di belakang SUV warna merah dengan jendela gelap itu. John menghampiri mereka dan membuka bagian belakang mobil, kemudian mengangkat dasar lantai mobil. Ada bagasi tambahan yang tidak begitu besar, tetapi cukup bagi Mary untuk meringkuk di sana beberapa saat. Di samping koper kecil itu. Tanpa banyak bicara, Mary naik dan berbaring sambil menekuk kaki dan tangannya. Entah apa yang akan terjadi selanjutnya, Mary telah menyerahkan seluruh masa depan hidupnya pada pasangan tua ini. Dan Mary harap, itu tidak lebih buruk dari apa yang sudah dialaminya di rumah Gideon. Viona pasti akan memberinya jalan keluar. Ia yakin itu. ======= Mon maap Mamak jarang apdet yaawww... Janji habis lebaran nanti Mamak rajin lagi..hehe... Makasih yang selalu setia sama cerita-cerita Mamak. Mamak sayang klean!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN