Jam lima pagi, mata Lara sudah terbuka. Udara kamar masih sejuk, menyisakan hawa dingin yang membuat kulitnya sedikit menggigil. Lampu tidur di meja nakas memancarkan cahaya lembut, cukup untuk melihat bentuk-bentuk samar di sekitarnya. Saat ia hendak bangun, terasa sesuatu melingkar di perutnya. Hangat, mantap, dan membuat gerakannya tertahan. Niko masih terlelap di samping, memeluknya tanpa sadar. Napasnya teratur, naik-turun di irama yang tenang. Sesekali embusan napas itu mengenai tengkuk Lara, memaksa ia menarik napas lebih dalam. Menenangkan, tapi juga membuatnya sadar betapa dekat jarak mereka. Pelan-pelan, Lara mengangkat tangan Niko dari tubuhnya. Gerakannya hati-hati, seperti sedang memindahkan sesuatu yang rapuh. Ia meraih obat anti-mual di nakas, meneguknya bersama seteguk a

