bc

Jejak Api di Pulau Rembulan

book_age12+
0
IKUTI
1K
BACA
mafia
drama
mystery
like
intro-logo
Uraian

Pulau Rembulan dulunya damai, dihuni oleh dua suku besar: Suku Matahari dan Suku Bulan. Namun, kedamaian berubah menjadi permusuhan setelah mafia lokal mulai memperalat kedua suku untuk menguasai perdagangan gelap rempah-rempah dan emas. Kara, seorang karyawan kota besar yang mendapat kabar tentang kematian misterius ibunya di pulau itu, kembali untuk mencari kebenaran. Dalam perjalanan, Kara menemukan bahwa ia memiliki darah dari kedua suku tersebut, membuatnya menjadi harapan untuk menyatukan mereka kembali melawan mafia.

chap-preview
Pratinjau gratis
Jejak Api di Pulau Rembulan
Kara berdiri di tepi pantai Pulau Rembulan, angin laut berhembus lembut, membawa aroma garam yang menyegarkan. Di baliknya, hutan lebat menjulang, seolah menyimpan banyak rahasia yang siap terungkap. Matahari terbenam memancarkan cahaya oranye keemasan, menciptakan bayangan panjang di pasir putih. Namun, keindahan alam ini tak mampu menghapus rasa sakit yang menggerogoti hatinya. Dia kembali ke kampung halaman setelah mendengar kabar duka tentang kematian ibunya. “Dua suku ini... mereka tidak bisa terus bertikai,” bisik Kara pada dirinya sendiri, menatap jauh ke arah perairan yang berkilau. “Aku harus menyatukan mereka.” Langkahnya mantap saat dia memasuki hutan. Suara dedaunan yang berdesir dan burung-burung yang berkicau menambah ketegangan dalam hatinya. Dia tahu bahwa di dalam hutan ini terdapat dua suku yang saling bermusuhan: Suku Bulan dan Suku Api. Keduanya terjebak dalam konflik yang berkepanjangan, diperalat oleh mafia yang menguasai perdagangan gelap di pulau itu. Di tengah perjalanan, Kara mendengar suara gaduh dari arah kiri. Dengan hati-hati, dia mendekati sumber suara tersebut. Di antara pepohonan, dia melihat sekelompok pria bersenjata sedang berbicara dengan nada tinggi. “Jika kita tidak segera mengambil alih wilayah Suku Bulan, kita akan kehilangan semua keuntungan!” teriak salah satu dari mereka. Kara menyusut kembali ke balik pohon, jantungnya berdegup kencang. Dia harus tahu lebih banyak tentang mafia ini dan bagaimana mereka mengendalikan suku-suku tersebut. Dengan tenang, dia meraih ponselnya dan mulai merekam percakapan itu. “Jangan khawatir! Kita punya rencana untuk membuat mereka terpecah belah,” jawab pria lainnya dengan senyum licik. Kara merasa marah. Mereka tidak hanya merusak kehidupan orang-orang di pulau ini tetapi juga menghancurkan kenangan ibunya. Dia bertekad untuk menghentikan semua ini. Setelah beberapa menit mengintai, Kara melanjutkan perjalanannya menuju desa Suku Bulan. Saat tiba, suasana terasa tegang. Warga desa saling memandang dengan curiga, tampak jelas bahwa mereka terpecah oleh konflik yang berkepanjangan. “Siapa kamu?” tanya seorang wanita tua dengan tatapan tajam. “Aku Kara,” jawabnya tegas. “Aku datang untuk membantu.” “Bantuan? Kami tidak membutuhkan bantuan dari orang luar!” wanita itu membalas dengan nada sinis. Kara menarik napas dalam-dalam. “Tapi aku bukan orang luar! Ibu aku berasal dari sini! Aku ingin menyatukan kita semua melawan musuh yang lebih besar!” Wanita itu terdiam sejenak sebelum mengangguk perlahan. “Jika kau benar-benar ingin membantu, buktikanlah.” Kara mengikuti wanita itu ke tengah desa, di mana sekelompok pemimpin suku berkumpul. Mereka berbicara dengan nada rendah dan serius, wajah-wajah mereka menunjukkan beban berat yang mereka pikul. “Ini Kara,” kata wanita tua itu memperkenalkan Kara kepada para pemimpin. “Dia ingin membantu kita.” Salah satu pemimpin, seorang pria tua dengan janggut putih panjang dan mata tajam berkata, “Kami tidak bisa mempercayai siapapun saat ini. Terlalu banyak pengkhianat di luar sana.” “Aku tahu,” jawab Kara dengan mantap. “Tapi jika kita tidak bersatu sekarang, kita akan kehilangan segalanya.” Suasana menjadi hening sejenak sebelum salah satu pemimpin lainnya berbicara. “Apa rencanamu?” “Aku telah mendengar percakapan mafia di hutan,” Kara menjelaskan sambil menunjukkan rekaman di ponselnya. “Mereka merencanakan sesuatu yang besar untuk menghancurkan kita.” Mata para pemimpin melebar saat mendengar informasi itu. Mereka saling bertukar pandang, dan akhirnya pria tua itu berkata, “Baiklah, jika kau bisa membuktikan keberanianmu dan mendapatkan kepercayaan kami, kami akan mendengarkanmu.” Kara merasa semangatnya kembali membara. “Apa yang harus aku lakukan?” “Temui kepala Suku Api,” kata wanita tua itu. “Dia mungkin bisa membantu kita jika kau bisa meyakinkannya.” Kara mengangguk dan segera bergegas menuju wilayah Suku Api. Ketika tiba di sana, suasana terasa jauh lebih angker dibandingkan Suku Bulan. Api unggun menyala terang di tengah lapangan, dan suara tawa serta teriakan terdengar dari kerumunan. Dia mencari kepala suku tersebut dan akhirnya menemukannya duduk di atas batu besar, dikelilingi oleh para pengikutnya. “Kau siapa?” tanya kepala suku dengan nada menantang. “Aku Kara,” jawabnya tegas. “Aku datang untuk meminta bantuanmu.” “Hmph! Apa yang bisa kau tawarkan?” kepala suku itu mencibir. “Aku tahu tentang mafia yang mengendalikan perdagangan gelap di pulau ini,” Kara menjelaskan cepat-cepat. “Mereka memanfaatkan perpecahan antara kita untuk kepentingan mereka sendiri.” Kepala suku itu menatapnya tajam seolah mencoba membaca niatnya. “Dan kenapa aku harus percaya padamu?” “Karena jika kita tidak bersatu melawan mereka sekarang juga,” Kara menegaskan sambil melangkah maju, “kita akan kehilangan segalanya—tanah kita, keluarga kita!” Suasana menjadi tegang saat semua mata tertuju pada kepala suku yang terlihat berpikir keras. Akhirnya dia mengangguk pelan dan berkata, “Baiklah, aku akan memberimu kesempatan.” Kara merasa lega sekaligus bersemangat; langkah pertamanya menuju persatuan telah berhasil. Dia tahu bahwa tantangan berikutnya adalah meyakinkan kedua suku untuk bekerja sama melawan ancaman bersama. Dalam perjalanan kembali ke Suku Bulan, hati Kara penuh harapan namun juga ketakutan akan apa yang akan terjadi selanjutnya. Dia harus menemukan cara untuk menyatukan kedua suku ini sebelum mafia mengambil langkah lebih jauh. Sementara itu, malam mulai turun dan bintang-bintang mulai bermunculan di langit Pulau Rembulan—sebuah tanda bahwa perjalanan panjang masih menunggu di depan mata Kara. Kara berdiri di depan api unggun kecil di tengah desa Suku Bulan malam itu, dikelilingi oleh beberapa anggota suku yang penasaran namun skeptis terhadap rencananya. Suasana malam terasa dingin namun hangat oleh semangat persatuan yang mulai tumbuh meskipun masih rapuh. “Dengarkan aku!” seru Kara dengan suara penuh keyakinan saat semua mata tertuju padanya. “Kita tidak bisa terus hidup dalam ketakutan! Kita harus bersatu melawan mafia ini!” Seorang pemuda dari kerumunan melangkah maju dengan ekspresi skeptis di wajahnya. “Dan bagaimana kita bisa percaya bahwa rencanamu akan berhasil? Kita sudah mencoba berbagai cara sebelumnya!” “Karena kali ini kita memiliki kekuatan bersama!” balas Kara cepat-cepat. “Aku telah berbicara dengan kepala Suku Api—dia setuju untuk bertemu dan membahas strategi bersama kita.” Kerumunan mulai berbisik satu sama lain; ada keraguan namun juga sedikit harapan muncul dalam pandangan mereka. “Jika kita bersatu,” lanjut Kara dengan semangat membara dalam matanya, “kita bisa menghentikan perdagangan gelap ini dan merebut kembali kekuatan kita!” Seorang wanita tua dari belakang kerumunan angkat bicara: “Tapi apa jaminannya? Bagaimana jika ini hanya ilusi belaka?” Kara tersenyum lembut pada wanita itu sebelum menjawab: “Aku tahu betapa sulitnya mempercayai orang lain setelah semua yang terjadi... tapi ingatlah bahwa ibu aku selalu percaya pada kekuatan persatuan.” Suasana menjadi hening saat nama ibunya disebutkan; wajah-wajah mulai lembut ketika mengenang sosok wanita yang telah berjuang demi kedamaian antara dua suku tersebut. “Jika kau ingin membuktikan niat baikmu,” tambah wanita tua itu lagi dengan nada lebih lembut, “apa langkah pertama?” “Kita perlu mengadakan pertemuan antara kedua suku,” jawab Kara tegas. “Di tempat netral—di tepi pantai saat fajar menjelang.” Beberapa anggota suku mulai saling berpandangan penuh harapan; mungkin saja ada jalan keluar dari kegelapan ini setelah sekian lama terperosok dalam konflik tanpa akhir. Dengan semangat baru menyala dalam hati mereka, para anggota suku mulai berdiskusi tentang persiapan pertemuan tersebut—mereka akan melakukan segala cara agar pertemuan berjalan lancar dan damai. Kara merasa beban berat sedikit terangkat dari pundaknya; dia tahu bahwa perjalanan masih panjang dan penuh tantangan menghadang di depan mata—namun harapan kini mulai tumbuh dalam benak setiap orang di pulau ini. Saat fajar menyingsing keesokan harinya dan cahaya lembut menyinari Pulau Rembulan, Kara bersiap menghadapi tantangan berikutnya—menyatukan dua suku untuk melawan musuh bersama demi masa depan pulau tercinta mereka. Dengan tekad bulat dan semangat tak tergoyahkan dalam hati, dia melangkah maju menuju pantai tempat pertemuan dijadwalkan berlangsung—tempat di mana sejarah baru mungkin saja dimulai bagi seluruh penduduk Pulau Rembulan.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

FATE ; Rebirth of the princess

read
35.9K
bc

Rise from the Darkness

read
8.4K
bc

Rebirth of The Queen

read
3.7K
bc

(Bukan) Istri Simpanan

read
51.0K
bc

Jodohku Dosen Galak

read
31.0K
bc

Takdir Tak Bisa Dipilih

read
10.2K
bc

Kusangka Sopir, Rupanya CEO

read
35.6K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook