Ta sedang bermain-main dengan ponselnya sambil berbaring, seperti biasa tak peduli suara azan pun yang memanggil-manggil bersahutan. Tentu ada sisi tak nyaman kadang menyusup karena mengabaikan fitrahnya, tetapi Ta sudah sangat biasa menghalau rasa segan itu dengan malasnya. Ibu asuhnya juga begitu dulu, tak mengajarkan apa-apa selain rasa malas. Beliau salat saat mau saja. Kadang rajin, kadang pura-pura dirinya seolah bukan diciptakan Tuhan. Ta kembali mengenang sosok berjasa itu. Beliau mengabdikan diri sebagai pengasuh Ta, memasukkan Ta dalam segala segi hidupnya. Dia satu-satunya ibu yang Ta kenali, bukan wanita cantik yang berjumpa hanya dalam mimpi. Ibu Ta adalah wanita kasar dengan suara tak enak didengar, bukan pemakai kalimat santun dan lembut, sangat bertolak belakang dengan wan

