b****y Rose part 1

1681 Kata
Ibu kota Madland hari ini sedang mengadakan festival makanan yang rutin diadakan setiap setahun sekali di seluruh kota kerajaan Kings Manespell. Hiruk pikuk keramaian Madland terlihat di sejauh mata memandang seperti kondisi pasar. Seolah-olah semua orang keluar dari rumah mereka hanya untuk memborong makanan dengan harga miring di lapak penjual khusus food festival yang berada di alun-alun tiap kota. Menurut informasi beredar, food festival diadakan atas kebaikan hati raja yang memberikan diskon besar makanan kepada rakyatnya agar nutrisi mereka tercukupi. Mulai dari makanan kue-kue manis hingga bahan mentah pun bisa didapat dengan mudah. Jika anak muda berbondong-bondong membeli makanan cepat saji, lain hal dengan para ibu yang mementingkan bahan pokok untuk kebutuhan di masa mendatang. Mereka saling berdesakan hampir di setiap lapak untuk berebut kala mencemaskan stok makanan food festival terbatas walau berlangsung selama dua malam. Dari salah satu kerumunan anak muda di sana, seorang gadis berambut oranye terdorong keluar. Setelah mengantre agak lama yang membuat dia semakin kelaparan, kini di kedua tangannya sudah memegang makanan dan minuman kesukaannya. Di tangan kiri menggenggam segelas besar anggur, sementara di tangan kanan memegang pie spesial berukuran jumbo yang hanya ada di hari food festival. Belum lagi hampir di setiap makanan cepat saji seperti ini memiliki cerita menarik. Misalnya saja sepotong pie besar di tangannya sekarang, dikenal dengan pie keberuntungan. Sedangkan anggurnya memiliki cita rasa memikat lidah yang merupakan minuman sehari-hari anggota keluarga di istana. "Ayo kita duduk di sana, Jarlen!" serunya ketika pandangannya menemukan tempat duduk kosong, dia bergegas menempatinya, diikuti seekor serigala abu-abu setinggi pinggang mengisi meja kosong tersebut, sebelum melahap rakus sepotong besar pie keberuntungan tersebut sambil menikmati pemandangan dipinggir sungai lebar Madland yang berada tepat di samping kanan dengan pagar pembatas. Lampion-lampion oranye tampak mengapung di permukaan sungai, juga ada yang terpasang di seutas tali yang membentang menyebrangi jalan dari bangunan rumah ke bangunan lain. Diringi dengan musik klasik dan orang-orang berdansa ceria di sana. Anggur menjadi teman berpesta yang selalu ada di genggaman tangan mereka. Suara gelak tawa bapak-bapak di meja sekitar sambil bermain judi, sekumpulan anak muda berbagi cerita, sepasang kekasih dan lainnya. Membuat suasana malam festival tampak semarak indah. "Umh!" Gadis ini mengerang nikmat. Merasakan pie dan anggur jadi satu di mulutnya. "Enak, bukan, Jarlen?" Dia berbicara pada serigala di sisinya yang juga memakan sepotong besar pie karena dia membeli dua potong pie dengan kertas mika sebagai ganti piring. Serigalanya yang diberi nama Jarlen tentu tidak bicara seperti manusia. Jarlen menunduk selama memakan kue di bangku kayu ini. Senyum tulus terangkat di bibir Sasha, adalah kepuasan tersendiri saat melihat serigalanya makan dengan bersemangat. Tatapan Sasha seolah-olah seorang ibu yang sedang memperhatikan buah hatinya makan. Sesekali dia mengulurkan tangan hanya untuk mengusap kepala Jarlen yang berbulu lembut. Jarlen berbeda dari serigala lain yang merupakan makhluk karnivora. Jarlen bisa makan apa yang dimakan manusia, seperti tuannya, Sasha. Dari semua kegembiraan orang di sekeliling, justru hanya Sasha seorang yang bahagia sendirian dengan makanannya. Oh, tentu saja bersama seekor serigala sebesar anak beruang itu. Tapi Jarlen tidak termasuk sebagai manusia, bukan? "Lihatlah, dia tidak mengajak kita untuk makan bersama," komentar Thomas terkekeh pelan melihat gadis itu memakan begitu lahap. "Yah, kalau sudah urusan makanan, dia akan asik sendiri," sahut seorang pria lebih muda di sampingnya sambil berjalan bersisian menuju meja gadis di sana. Berbeda dengan Thomas yang secara fisik memiliki fitur tegas penuh wibawa, pria berwajah seputih salju dengan ketampanan androgini tersebut menampakan keunikan yang tak dimiliki manusia di sekeliling. Yakni telinga yang runcing dibalik rambut putih sepunggungnya. Manusia menyebutnya sebagai Elf. Harusnya keberadaan dia di tengah kota manusia, menjadi pusat perhatian maupun mendapat lirikan sinis dari mereka mengingat hubungan manusia dengan makhluk ras lain bermusuhan, tetapi karena sosoknya yang sudah bermukim bertahun-tahun di Madland sebagai Elf dan karena berguna untuk kepentingan ibu kota manusia, dia mendapat sikap hangat dari warga kota. "Hai! Sasha! Kenapa kau makan di sini tanpa mengajak kami?" kata Thomas. Sasha menelan kunyahannya lebih dulu sebelum berbicara. "Habisnya kucari kalian tidak ada di sekitar, ya sudah aku pergi bersama Jarlen daripada keburu kehabisan." Sasha membela diri. Kemudian meneguk singkat anggurnya. "Oh ya, kudengar tim Cayena sudah kembali dari ekspedisi di luar?" lanjut Sasha. "Ya, mereka baru tiba satu jam yang lalu." Pria Elf yang menjawab. Angin malam yang bertiup dingin menerbangkan anak rambut putihnya. "Dari mana kau dapatkan anggur itu?" Thomas tampaknya tergiur dengan segelas besar anggur milik Sasha. Lantas gadis itu menunjuk ke arah lapak di sana yang kelihatan masih dikerumuni orang. Thomas memandang itu seraya bergumam. "Kuharap tidak kehabisan." Bangkit dari bangku untuk berjalan meninggalkan mereka berdua, tapi lambaian tangan temannya di kejauhan membuat langkah Thomas beralih dari niatnya menuju lapak yang ditunjukan Sasha tadi, dengan berjalan melewatinya lalu menyapa anggota tim Cayena yang sedang berkumpul minum-minum. Ketika itu tangan Elf di hadapannya terjulur ke depan hanya untuk menghilangkan jejak krim di area bibir Sasha. Namun, tanpa pria itu sadari, tindakannya berhasil membekukan tubuh Sasha. Seolah mendapat sengatan listrik kecil saat kulit mereka bersentuhan. Sasha kembali menyadari detak jantungnya meningkat. "Aku heran padamu, ketika semua wanita makan dengan segan di tempat umum, kau tidak jaim seperti mereka." "Aku sudah tahu itu, Nellas. Makanan ini terlalu enak untuk dimakan pelan-pelan." Karena tidak ingin terbuai, Sasha meneguk anggurnya lagi untuk menutupi kegugupannya lalu mengusap bibirnya dengan punggung tangan. Tiba-tiba dia teringat akan sesuatu. "Kau sungguhan akan ikut serta dalam misi itu, Nellas?" tanya Sasha sambil melahap makanannya di tangan. Pria Elf itu mengangguk kalem. "Ya. Aku sudah memutuskan untuk berperang bersama kalian." Perkataan pria Elf bernama Nellas bukan omong kosong. Sejauh yang Sasha kenal, sahabatnya ini tidak pernah berkata dusta dan setiap keputusannya pasti sudah dipikirkan dengan matang. "Sungguh? Bagaimana reaksi Rose?" Lalu diteguknya singkat anggur seraya menunggu jawaban dari Nellas. Akan tetapi melihat raut wajah pria Elf berparas tampan di hadapannya kelihatan murung, Sasha sudah bisa menebak bahwa, "kau belum memberitahu hal ini pada Rose???" Sasha menuding dengan nada heran yang sedikit meninggi. "Aku---tidak tahu harus bagaimana mengatakannya." Baru kali ini Sasha melihat ekspresi sulit dari sosok Nellas. "Yah, aku rasa karena misi kemarin, membuat hubungan kami merenggang," lirih Nellas. Kini ekspresi di wajah tampan pria itu semakin redup. Sasha mengerti maksud kata-kata Nellas tersebut, sehingga berdampak pada napsu makannya yang mendadak turun drastis. "Memangnya, apa yang telah terjadi?" tanya Sasha. Berhenti makan. Dia memperhatikan raut wajah Nellas yang mendung. "Aku pulang dalam keadaan sedikit terluka, dan dia memarahiku karena tahu aku ikut serta dalam misi pembebasan kota Lucerne minggu depan. Dari terlukanya aku hari itu mungkin dia tidak percaya dengan kekuatanku untuk melakukan misi berbahaya itu nanti. Huh! Memangnya aku bukan seorang pria? Meskipun badanku tidak berotot besar seperti mereka, setidaknya aku bisa menjaga diriku sendiri sebagai seorang pria tulen." Sasha tersenyum simpul. Apakah sahabatnya ini tidak menyadari atau bagaimana dengan pendeskripsian tentang fisiknya tersebut? Sesungguhnya Nellas termasuk pria yang kekar dan terlihat dapat diandalkan. Hanya wajah manisnya saja yang kurang mendukung tubuh atletisnya. Percayalah, dia pria tercantik sekaligus tampan yang tak dimiliki fisik pria lain di Kings Manespell. "Padahal aku ingin mengatakan hal ini padanya setelah aku siap untuk menerima reaksinya nanti. Tapi waktu tidak dapat berkompromi denganku. Dia telah lebih dulu tahu sebelum sempat kukatakan. Akhirnya kami berdebat dan sampai sekarang dia mengabaikanku." Sasha meringis mendengarkan keluh kesah Nellas yang mana hanya seputar pada kisah asmaranya. Sudah bukan hal baru bagi Sasha menjadi pendengar baik untuk sahabatnya. Walau jauh dilubuk hatinya sedikit sesak melihat kebahagiaan Nellas. Sasha tahu, sebagai sahabat yang baik, harusnya dia juga ikut bahagia. Senyum pun ditarik ke atas setiap kali rasa sesak itu menghimpitnya. Dengan sorot lemah, Sasha menyapukan pandangan sambil mendengar Nellas terus berbicara. Ada satu hal lagi yang mengusik benak Sasha, adalah semua orang di sekelilingnya memakai gelang berwarna bercahaya hijau. Semua orang. Sasha kemudian melirik ke pergelangan. Dia juga memakai gelang yang sama. Kecuali Nellas. Apa kau tahu apa artinya? Gelang bercahah hijau ini dibuat khusus untuk membedakan manusia dan bukan manusia. Hanya manusia saja yang bisa mengenakan gelang anti-monster ini, dengan diciptakan oleh seorang ilmuwan dua ratus tahun lalu, manusia jadi mudah membedakan yang mana musuh mereka. Sementara Nellas tidak bisa memakainya karena dia bukan manusia. Jika memaksa memakainya, maka aliran listrik langsung menyengatnya sampai pingsan. Jadi kesimpulannya, siapa pun orang yang tidak mengenakan gelang ini akan dianggap sebagai musuh manusia, mengingat pertempuran umat manusia melawan ras para monster telah terjadi berabad-abad lalu dan mengakibatkan musnahnya setengah populasi manusia. Benda di pergelangan ini sejujurnya tidak Sasha sukai. Tapi dia tetap memakainya. "Sasha!---" Seseorang memanggil. Tapi kata-katanya terhenti seketika saat menyadari perawakan Nellas di depan Sasha. "Mungkin ini yang dinamakan panjang umur," gumam Sasha menyeringai lucu sambil menatap Rose yang terpaku di belakang punggung Nellas. Suaranya tidak asing bagi mereka berdua sehingga Nellas menoleh ke balik bahu, dan Rose langsung berkata gelagapan. "Ah, Thomas memanggilku di sana. Sampai jumpa Sasha." Tanpa melirik sekilas ke arah Nellas, wanita berambut ikal panjang tersebut berjalan dengan langkah lebar melewati meja mereka. "Lihat, dia bahkan tidak melihatku, seakan aku tidak ada di sini. Apakah dia benar-benar ingin mengakhiri hubungan ini?" galau Nellas. "Aku tidak akan bisa melupakan dirinya ...." Nellas merengek. Ketika pandangan Sasha beralih lagi ke depan, di mana wajah muram Nellas nampak seperti anak anjing yang memelas. Sasha melihat kedua bahu lebar Nellas telah turun dengan lemas. Dari ceritanya, Sasha mendengar kalau hubungan mereka sering sekali diwarnai perdebatan belakangan ini. Yang membuat status mereka terancam pisah. Sedangkan Nellas tidak rela jika mereka harus putus. Sasha terkekeh. Bisa-bisanya dia terjebak di tengah pertengkaran sepasang kekasih. "Bujuklah dia. Dia seperti itu karena sangat menyayangimu," kata Sasha, memberi dukungan pada Nellas untuk memberanikan diri menghadapi kekasihnya, Rose. Sasha tahu meskipun Nellas adalah seorang pria tangguh, bisa dikatakan sahabatnya ini akan takut pada wanita yang dicintainya. Sementara serigala di samping Sasha, tampak menjilati kaki depannya seusai memakan habis sisa kue pie milik Sasha -gadis itu sempat memberikan pienya ke piring Jarlen karena kehilangan napsu makan tadi. Kemudian menatap ke menara jam yang menujukan pukul delapan malam, Sasha beranjak berdiri saat mengatakan. "Aku sudah ada janji dengan Mayor Anne. Kutunggu kabar baiknya, Nellas." Terakhir, dia menepuk pundak Nellas sebelum berlalu bersama Jarlen yang melompat turun dari bangku untuk mengikuti langkah sang tuan. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN