Keesokan harinya Salfa meminta bantuan adiknya untuk mengantarkan dirinya ke apartemen Raziq. Awalnya papa dan mamanya melarang dia untuk pergi, karena baru saja sehari dia pulang. Namun Salfa tetap saja minta izin keluar dia beralasan akan bertemu dengan sahabatnya yang sudah lama tak jumpa.
Setelah sampai di sana, dia pun meminta Hanan untuk menjemputnya sore hari. Salfa pun langsung mencari apartemen suaminya. Dia pun memiliki kunci apartemen jadi dia tak perlu menelfon Raziq dulu saat dia akan kesana. Salfa memang sengaja tak memberitahukan kedatangannya sekarang. Saat semalam mereka telfonan, Salfa meminta maaf pada Raziq karena dia tak jadi datang. Raziq pun terdengar kecewa, sedangkan Salfa bahagia karena berhasil mengerjai suaminya sendiri.
Sebelum ke apartemen, Salfa pun mampir ke supermarket untuk membeli bahan makanan. Dia yakin kalau saat ini pasti Raziq masih tidur dan belum sarapan. Dan benar saja saat Salfa masuk kedalam apartemen, dengan pelan-pelan dia tak menemukan Raziq dimanapun. Kemudian langkahnya pun langsung menuju kamar. Betul dugaannya suaminya masih tertidur. Kebiasaan Raziq yang baru Salfa tahu setelah menikah yaitu tidur lagi setelah shalat subuh, apalagi kalau dia tidak bekerja. Salfa pun tak ingin mengganggu waktu tidur suaminya. Dia langsung menuju ke dapur untuk memasakkan suaminya sarapan.
“ Astagfirullahaladzim.” Ucap Salfa yang langsung terjengkit kaget karena tiba-tiba ada tangan yang melingkar di perutnya. “ Ya Allah bby. Kamu bikin aku terkejut aja. Untung aja aku ngga punya riwayat jantung. Ucap Salfa
“ Good morning mai.” Balas Raziq yang kemudian meletakkan kepalanya di pundak Salfa.
“ Good morning bby.”
“ Kenapa kamu bohongin aku sih. Katanya ngga bisa datang pagi ini.”
“ Sengaja, mau buat surprise aja ke kamu. Sorry pasti gara-gara dengar suara aku masak kamu jadi bangun kan.” Ucap Salfa.
“ Aku udah bangun dari tadi mai, aku juga denger kok kamu masuk. Terus aku juga dengar kamu bilang miss you bby.” Balas Raziq yang langsung membawa Salfa dalam gendongannya.
“ Bby, aku lagi masakin kamu sarapan.”
“ Sarapanku kali ini itu kamu.” Balas Raziq. Dan Salfa langsung saja melototi suaminya, tapi dia pun malu dengan sikap suaminyayang baginya terang-terangan. Sedangkan Raziq pun langsung tersenyum bahagia melihat ekspresi yang di tampilkan Salfa.
***
Sekitar siang hari Salfa kembali masuk ke dapur. Sedangkan Raziq sedang duduk sambil menonton televisi.
“ Mai apa kamu masaknya masih lama. Aku udah laper banget.” Tanya Raziq.
“ Siapa suruh tadi gangguin aku masak. Tunggu bby, paling lima bels menit lagi.” Jawab Salfa.
“ Namanya juga rindu mai.” Balas Raziq.
“ Rindu sih rindu bby, tapi kan kasihan juga sama tuh perut.” Balas Salfa. Dan Raziq pun hanya diam sambil mendengarkan berbagai macam kalimat yang keluar dari mulut isteri tercintanya.
Sekitar lima belas menit makanan pagi yang dimakan siang pun sudah siap. Salfa langsung membawakannya ke Raziq. Dengan lahap Raziq menyantap semua masakan Salfa. Senyuman pun ia tampilkan setiap kali melihat suaminya makan masakannya dengan lahap.
“ Bby.”
“ Iya Mai.”
“ Kapan kamu pulang.” Tanya Salfa.
“ Besok pagi.” Jawab Raziq.
“ Bby, apa rencana kamu untuk menyatukan keluarga kita.” Tanya Salfa.
“ Untuk sementara ini aku pun belum memikirkannya mai, tapi kamu tenang aja aku bakalan segera cari jalannya. Karena aku ngga mau kalau kita terus sembunyi-sembunyi seperti ini.” Jawab Raziq.
“ Iya bby, Oh iya bby besok aku mau minta izin ketemu sama Hani sahabatku.”
“ Boleh, tapi ingat kamu harus tetap jaga diri. Mungkin untuk sementara ini selama beberapa hari kedepan kita pun bakalan sulit ketemu Mai, karena papa dari kemarin terus-terusan mendesak aku untuk segera pulang dan masuk ke kantor.” Jawab Raziq.
Helaan nafas pun langsung Salfa lakukan, dia memandangi wajah suaminya dengan sendu. “ Bby. Nanti kalau kamu mulai start kerja, kamu harus ingat ada wanita cantik yang selalu nungguin kamu. Kamu ngga boleh ngliatin wanita manapun kecuali aku. Andai Mai bisa jadi karyawan kamu, pasti Mai bakalan seneng karena tiap hari ngliatin kamu.” Rengeknya.
Raziq pun hanya tersenyum mendengarkan rengekan manja dari isterinya. “ Ya Allah mai, apa kamu fikir aku ini laki-laki yang matanya jelalatan. Kalau aku jelalatan mungkin waktu kita di Amerika kamu udah dengar kabar aku mematahkan ratusan hati mahasiswa disana. Yang aku liat tuh Cuma kamu, dan hanya kamu yang mampu membuat mataku berhenti menatap hal lain.” Balas Raziq.
Salfa pun langsung tersenyum dengan jawaban suaminya, dia bahagia karena selama pernikahan kita tak pernah sekalipun Raziq menyakiti hatinya. Selalu ada saja cara yang Raziq lakukan untuk membuat Salfa tersenyum dan bahagia berada didekatnya.
***
Raziq pun pulang ke rumah keluarganya. Dia pun di sambut dengan sangat suka cita. Banyak hal yang diceritakan oleh Raziq. Dia pun menceritakan pengalaman kerjanya selama di Amerika.
Raziq pun cukup dekat dengan neneknya, bagi sang nenek Raziqlah cucu laki-laki satu-satunya yang dapat dia andalkan untuk meneruskan perusahaan keluarganya. Serta neneknya seringkali meminta Raziq untuk membalaskan dendam pada keluarga Nizar. Namun sedari dulu Raziq memang selalu menolaknya, dia tak ingin ikut campur dengan masalah balas dendam yang terjadi dalam keluarganya ini. Bukan Raziq tak mau membantu keluarganya sendiri, tapi dia paling tak suka melihat adanya permusuhan ini.
Saat makan malam berlangsung suasana yang tadinya tenang dan nyaman berubah menjadi tegang dan tak menyenangkan lagi.
“ Ziq.” Panggil neneknya.
“ Iya nek.”
“ Apa besok Raziq udah siap untuk masuk ke kantor.” Tanya neneknya.
“Sebenarnya Raziq sih pingin istirahat dulu selama beberapa hari. Tapi kalau memang Raziq sudah di butuhkan untuk membantu pekerjaan papa. Insyaallah Raziq siap kapanpun kok.” Jawab Raziq.
“ Nah begitu dong, nenek suka kalau melihat Raziq semangat seperti ini. Raziq ngga boleh lengah. Raziq harus benar-benar membantu papa untuk melakukan berbagai rencana yang bisa menghancurkan keluarga pembunuh itu.” Balas neneknya.
Raziq langsung meletakkan alat makannya saat mendengar ucapan neneknya. Telinganya tak nyaman mendengarkan itu semua. Tiba-tiba hatinya perih saat neneknya menyebut keluarga isterinya itu pembunuh.
“ Nek kita lagi makan malam, dan Raziq pun baru pulang. Memangnya harus ya kita membicarakan orang lain seperti ini.” Ucap Raziq.
“ Kenapa kamu bicara seperti itu. Sampai kapanpun nenek akan terus membicarakannya sampai nenek benar-benar bisa melihat keluarga pembunuh itu menderita.” Balas neneknya yang terlihat emosi.
“ Raziq kamu mau kemana.” Tanya mamanya.
“ Raziq mau ke kamar ma, Raziq cape.” Balasnya.
“ Kenapa kamu seperti tak suka saat nenek mengatai keluarga pembunuh itu. Jangan bilang kalau kamu membela keluarga mereka.” Tanya neneknya sehingga membuat Raziq menghentikan langkahnya.
“ Bukan niat Raziq membela keluarga mereka nek. Sampai kapanpun Raziq tetap berpihak pada keluarga ini. Raziq suka jika harus bersaing dalam masalah pekerjaan. Tapi Raziq paling ngga suka kalau urusan kerjaan di campur adukkan dengan masalah pribadi. Raziq bingung, padahal kita sudah sama-sama dewasa. Tapi nyatanya ngga seperti itu.” Balas Raziq yang kemudian meninggalkan ruang makan.
“ Raziq berhenti... Raziq nenek belum selesai bicara.” Teriak neneknya.
“ Ibu tolong bu, ibu jangan teriak-teriak begini. Biar Fendy yang akan bicara masalah ini dengan Rziq. Ibu jangan terlalu banyak berfikir, nanti ibu sakit lagi.” Ucap Fendy, papa Raziq.
“ Betul yang mas Fendy katakan bu.” Ujar mama Raziq.
“ Fendy, bantu ibu masuk ke kamar. Ibu udah ngga ada selera untuk makan.” Pinta nenek Raziq.
“ Benar yang dikatakan kak Raziq, Diana pun bingung dengan keluarga ini yang hanya memikirkan balas dendam.” Ucap Diana adik perempuan Raziq. Yang memang sama seperti Raziq. Dia juga tak suka kalau keluarganya selalu membahas masalah balas dendam ini. Papa dan neneknya selalu mengatakan kalau keluarga Nizarlah yang membunuh kakek dan pamannya. Jadi itu sebabnya keluarga Raziq sangat membenci keluarga Nizar.
“ Diam kamu, kamu ngga tahu apa permasalahan yang sebenarnya.” Bentak papanya pada Diana. Akhirnya Diana pun diam, dia tak ingin urusan ini jadi lebih panjang lagi.
Ketika masuk ke kamarnya, ponsel Raziq pun berdering, dia pun langsung mengangkat telfonnya saat melihat nama Salfalah yang tertera di layar.
“ Halo, Assalamualaikum, mai.”
“ Waalaikumsalam, bby kenapa suara kamu beda. Apa ada masalah.” Tanya Salfa yang merasa ada yang berbeda dengan suaminya.
“ Aku baik-baik aja kok mai.” Jawabnya
“ Bby kamu jangan coba bohongin mai ya. Mai tahu kalau kamu lagi marah. Sebenarnya apa yang membuat kesayanganku ini marah.” Tanya Salfa.
“ Aku Cuma kesel aja sama nenek mai. Padahal aku baru pulang tapi nenek terus aja membahas tentang kebenciannya pada keluarga kamu. Aku benar-benar lelah melihat semua ini. Telingaku benar-benar tak suka Mai mendengarkan nenek menjelek-jelekkan keluargamu. Aku tahu mungkin tante kamu memang membunuh kakek dan pamanku, tapi itu kan ngga ada hubungannya dengan kamu. Kenapa permusuhan mereka harus membuat kita kesulitan seperti ini.” Keluh Raziq.
Dari seberang Salfa hanya mendengarkan keluh kesah suaminya. Ini pun pertama kalinya Salfa mendengarkan Raziq ngomel-ngomel seperti ini.
“ Mai .... Mai.. kamu dengerin aku cerita apa ngga sih.” Tanya Raziq.
“ Aku dengerin kok bby. Terus aku harus jawab apalagi, karena aku pun ngga tahu dimana ujungnya permusuhan ini.” Jaawab Salfa.
“ Kalau keadaan rumah begini, pingin rasanya aku ajak kamu ke apartemen.” Ucap Raziq.
“ Mulai deh....ngegombalinnya. Aku tahu saat ini adalah saat-saat yang sulit buat kamu. Tapi kamu harus yakin kalau Allah akan kasih jalannya buat kita.”
“ Amin. Oh iya Mai makasih ya.” Ucap Raziq.
“ Makasih buat apa.” Tanya Salfa.
“ Makasih karena selalu memperhatikanku. Sampai dasi buat aku kerja pun sudah kamu siapkan semuanya.” Jawab Raziq.
“ Owh untuk itu, sama-sama bby. Aku Cuma khawatir aja kalau besok kamu berangkat kerja ngga ada yang bantu kamu masangin dasi. Bby sebaiknya mulai sekarang kamu belajar deh masang dasi sendiri. Nanti kalau stok yang aku buat habis kan kamu susah makainya.” Balas Salfa.
“ Males ah mai, nanti kalau stoknya habis aku akan bawa ke kamu semuanya.” Ujar Raziq.
“ Dasar, oh iya selamat bekerja buat besok ya bby.” Ucap Salfa.
“ Makasih sayangnya bby. Oh iya apa kamu udah mulai cari-cari lowongan.” Tanya Raziq.
“ Belum bby. Aku bingung mau daftar dimana.” Jawab Salfa.
“ Kamu melamar di hatiku aja mai, pasti bakalan langsung aku terima.” Ledek Raziq.
“ Atagfirullah bby, bisa-bisa mai pingsan denger bby gombalin mai terus.” Jawab Salfa. Tapi kemudian Raziq mendengar ada yang memanggil Salfa. “ Bby, Mai tutup dulu ya telfonnya. Mama manggil Mai. I love you bby. Assalamualaikum.”
“ Waalaikumsalam, I love you too, mai.” Balas Raziq.
“ Siapa mai itu ziq.” Ucap mamanya yang ternyata ada didepan pintu kamar Raziq. Dia pun terkejut karena ternyata dia lupa menutup pintu kamarnya. Mamanya langsung masuk kedalam dengan mengulas senyuman pada anak sulungnya.
“ Mama.”
“ Mama tanya ke anak mama ini siapa mai, Apa Raziq ngga ingin memperkenalkannya pada mama.” Ledek mamanya.
“ Owh itu, dia .... dia.” Ucap Raziq yang bingung akan menjawab apa pada mamanya.
“ Mama ngga akan pernah melarang Raziq berhubungan dengan siapapun. Karena mama yakin kalau Raziq sudah bisa memilah milih mana yang baik dan mana yang buruk Dan mama pun yakin kalau pilihan anak mama ini pasti yang terbaik dan cantik.” Ledek mamanya. Dan Raziq pun hanya tersenyum.
Pandangan mamanya tertuju pada koper Raziq yang terbuka, disana ada banyak dasi yang sudah siap untuk dipakai.
“ Apa ini mai yang memasangkannya.” Tanya mamanya.
Raziq hanya bisa menelan ludah, kemudian dia menutup koper dengan cepat karena ia takut mamanya akan melihat hal yang lainnya yang menyangkut Salfa. “ berarti kalau ini semua kerjaannya dia udah tahu dong kalau Raziq ngga bisa pakai dasi.”
Raziq hanya menggaruk kepalanya yang tak gatal sambil nyengir. Dengan ragu Raziq pun mengangguk. “ Mama yakin kalau mai benar-benar spesial untu anak mama ini. Mama ikut bahagia melihat Raziq sudah menemukan wanita yang Raziq cintai. Mama sangat berharap bisa bertemu dengannya.”
“ Insyaallah ma, kalau semuanya sudah membaik pasti akan Raziq kenalkan dengan mama. Dia sama seperti mama yang mampu membuat hati Raziq terusik setiap kali menyebut namanya.”
“ Alhamdulillah, mama datang ke kamar Raziq karena mama hanya mau bilang. Tolong Raziq jangan pernah ambil hati ucapan nenek ya. Raziq kan tahu sendiri gimana watak nenek.” Ucap mamanya.
Raziq pun hanya mengiyakan ucapan mamanya. Dia tak ingin pertengkarannya dengan sang nenek melukai hati mamanya. Karena Raziq sangat menyayangi mamanya.