JODOH

1087 Kata
"Kamu benar-benar ingin mengajakku menikah?" Nara menatap tak percaya pada pria yang bahkan belum genap satu jam ia kenal itu. Sementara, Gavin mengangguk sebagai jawaban. Sepertinya, laki-laki itu benar-benar serius dengan ucapannya. "Apa kamu gila? Kita bahkan baru saling kenal!" teriak Nara. Kedua netranya masih menatap pria itu dengan tatapan tak percaya. "Sudah aku bilang tadi, gara-gara patah hati, aku ingin menikah dengan segera." Gavin masih menatap gadis cantik di depannya itu dengan intens. Entah mengapa, hatinya yang sedang patah langsung memilih gadis di hadapannya. Padahal, beberapa saat yang lalu ia sempat berdebat dengan gadis cantik di depannya itu. "Aku serius ingin melamarmu dan menjadikanmu sebagai istriku." Ucapan Gavin membuat Nara melongo. Namun, senyum mencibir tercetak di bibirnya. "Heh! Apa kau lupa? Kau bahkan baru saja memakiku beberapa saat yang lalu!" kesal Nara. "Maaf!" jawab Gavin dengan penuh penyesalan. "Tadi aku sedang kesal karena baru saja mendapati kekasihku selingkuh dengan sahabatku sendiri." "Apa?" Nara menatap Gavin tak percaya. "Kamu baru saja mendapati kekasihmu berselingkuh dengan sahabatmu sendiri?" Nara ingin memperjelas pendengarannya. Gavin mengangguk. Pria itu baru saja mengusap air mata yang mengalir di kedua pipinya. "Perempuan itu sedang bercinta dengan sahabatku saat aku sampai di apartemennya." Kedua mata Kanaya membola. "Saat aku ingin memakinya, sahabatku mengatakan kalau pacarku tidak puas pacaran denganku karena aku tidak bisa memuaskannya di atas ranjang," jelas Gavin sambil menatap Nara yang tampak terkejut. "Kenapa kejadiannya bisa sama persis denganku?" ucap gadis cantik di depan Gavin itu. Kedua matanya yang baru saja kering, kini kembali basah karena air mata. "Aku juga baru saja mendapati kekasihku berselingkuh dengan sahabatku sendiri." Nara menatap Gavin dengan wajah sedih. Wajah jutek gadis itu kini berubah sendu. Sementara, pria tampan di depannya menatap kaget. "Kamu juga baru saja patah hati?" Nara mengangguk sebagai jawaban. "Sahabatku mengatakan, kalau pacarku berselingkuh karena aku tidak bisa memuaskannya di atas ranjang." "Hah?" Kedua mata Gavin membola mendengar ucapan gadis cantik yang baru saja dilamar olehnya itu. "Aku bukannya tidak mau memuaskannya di atas ranjang. Aku juga bukan tidak ingin memberikan segel perawanku untuknya. Tapi, salahkah aku jika aku ingin memberikan semua itu setelah menikah?" Nara menatap wajah tampan di depannya yang masih tampak terkejut dengan ceritanya. "Bulan depan aku bahkan akan bertunangan dengannya." Kedua mata Nara berkaca-kaca. Hatinya sangat sakit saat mengingat kejadian di apartemen beberapa saat yang lalu. "Kenapa nasib kita bisa sama? Apa ini yang disebut jodoh?" Gavin menatap Nara yang juga sedang menatapnya. "Kita sama-sama baru saja putus, patah hati karena dikhianati oleh orang yang kita cintai, bahkan dengan alasan yang sama. Apa Tuhan memang sengaja mempertemukan kita karena kita berjodoh?" Gavin menatap Nara dengan serius. Namun, detik berikutnya pria itu meringis kesakitan karena Nara melayangkan cubitan pada lengan Gavin. "Kenapa dicubit sih?" "Biar kamu bangun dari mimpi." "Mimpi?" Gavin mengernyit. "Aku sedang tidak bermimpi. Aku memang baru saja patah hati karena kekasihku yang sudah aku pacari selama tiga tahun justru memilih berselingkuh dengan sahabatku." "Saat bertemu denganmu di apartemen tadi, aku sedang kesal karena baru saja mendapati kekasihku sedang bercinta dengan sahabatku." Gavin kembali mengulangi semua ucapannya di depan gadis cantik itu. "Maafkan aku karena aku tadi sudah menabrakmu dan membuat bibirmu berdarah." Laki-laki berwajah putih mulus dengan rambut hitam berkilau itu menatap Nara. Manik matanya yang berwarna cokelat memindai wajah cantik Nara yang terlihat sembab. "Mengalami nasib yang sama bukan berarti kita berjodoh bukan?" Nara yang beberapa detik yang lalu seolah terhipnotis dengan ketampanan wajah pria asing di depannya, kembali mengeluarkan pendapatnya. Jodoh? Menikah? Apa patah hati membuatnya sakit jiwa secara tiba-tiba? Nara tiba-tiba bergidik ngeri. Pandangannya menyapu ke arah sekitar mereka. Gadis cantik itu kemudian menarik napas lega saat melihat di sekitar mereka duduk saat ini sudah terlihat ramai, tidak seperti saat dirinya datang beberapa saat lalu. "Kamu benar. Tapi entah kenapa, tiba-tiba hatiku tertuju padamu." "Apa kamu tahu, kamu adalah orang pertama yang melihatku dalam keadaan seperti ini." *** Setelah berdebat dengan pria gila yang tiba-tiba melamarnya dan juga ingin menikah dengannya, Nara kemudian memutuskan pulang ke kost-kostan. Kepalanya sudah pusing karena lelah menangis. Hatinya sakit akibat pengkhianatan Radith. Kekasih b******n yang sebentar lagi akan menjadi tunangannya. Mengingat kata-kata bertunangan, Nara kini harus berpikir keras bagaimana cara membatalkan pertunangannya dengan Radith. "Harusnya aku tadi merekam kedua manusia b******k itu saat sedang bercinta agar aku punya bukti di depan keluarga Radith." Nara menggerutu. "Keluarga si b******k itu pasti tidak akan terima jika aku membatalkan pertunangan begitu saja." Nara mengacak rambutnya sambil berteriak kesal. Kedua tangannya kemudian mulai mengemasi barang-barang miliknya. Nara menatap ke seluruh ruangan rumah kontrakan sederhana yang selama dua tahun ini ia tinggali. Meskipun berat, Nara memantapkan hatinya untuk segera pindah dari rumah kontrakan itu. Gadis cantik berambut cokelat itu tidak ingin bertemu lagi dengan Radith. Nara sangat yakin, kalau sebentar lagi pria pengkhianat itu pasti akan datang karena merasa penasaran dengan ucapannya tentang Sarah. Atau bisa saja, pria itu datang untuk minta maaf karena merasa menyesal telah mengkhianatinya. Minta maaf? Kalau pun itu terjadi, bahkan sampai dia berlutut pun, aku tidak akan pernah memaafkan perbuatannya. Nara bergegas merapikan barang-barang ke dalam kardus dan juga tas besar miliknya. Beruntung, dia tidak mempunyai banyak barang, sehingga memudahkannya untuk segera berkemas dan pindah dari rumah itu. Setelah semua rapi, Nara mengangkat barang-barang itu ke depan jalan. Taksi online yang ia pesan sudah berhenti di depannya. Pak sopir keluar dari mobil, ikut membantu Nara memasukkan beberapa kardus juga tas besar itu ke dalam mobil. "Masih ada lagi, Neng?" "Sebentar, Pak." Nara menatap rumah mungil yang selama dua tahun ini ditempatinya. Bibirnya menyunggingkan senyum getir saat mengingat beberapa kenangannya bersama Radith di rumah itu. Gadis cantik itu menarik napas panjang. Pandangannya berkeliling rumah itu. Nara masuk ke dalam mobil, saat tiba-tiba bayangan wajah tampan Radith saat bercinta dengan sahabatnya kembali terlintas. *** "Bu, saya mau sewa kamar kost." Seorang pria datang menghampiri ibu kost yang saat ini sedang bersantai sambil memainkan ponselnya. Sang ibu kost mendongak. Kedua matanya terlihat terkejut saat melihat seorang pria berwajah tampan yang saat ini sedang berdiri di hadapannya. "Kamu mau sewa kamar?" "Iya, Bu. Saya lihat ada tulisannya di depan kalau di sini masih ada kamar yang kosong," ucap pemuda itu dengan sopan. Perempuan berhijab panjang dengan baju gamis yang menutupi aurat sampai ke kakinya itu tersenyum dengan wajah sedikit menyesal. "Maafkan saya, Mas, saya lupa belum ganti tulisan itu." "Maksud ibu?" "Kamar kost terakhir sudah disewa orang, jadi sekarang sudah tidak ada lagi yang kosong." "Maaf!" Sang ibu kost itu menangkup kedua tangannya, meminta maaf pada pria muda itu. "Jadi maksud Ibu, kamar kost ini penuh? Sudah tidak ada yang kosong lagi?"

Cerita bagus bermula dari sini

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN