Marta Orion. Saat nama itu disebut, Lynelle mati-matian menahan diri agar ia tak beraksi berlebihan. Edgar telah mengetahui yang srbenarnya. Sedangkan Marta dengan bodohnya tetap saja mengirimkan orang-orangnya untuk membunuh Edgar. Dia menumbalkan banyak orang untuk tujuannya. Sial, saat ini Lynelle menjadi wanita yang dijadikan bidak catur oleh Marta. Sungguh sial.
"Marta Orion? Kenapa dia begitu benci padamu?" tanya Lynelle, bergidik kecil, merasa dingin atas minimnya baju yang ia kenakan. Dressnya sudah luruh, meninggalkan pakaian dalam yang beruntung masih terpasang dengan sempurna di bagian-bagian yang seharusnya.
"Entahlah. Aku tak pernah bertemu dengannya secara langsung. Tapi, kutebak itu karena dendam lama dengan ayahku!" Edgar tersenyum sinis, membuat udara di sekeliling mereka terasa kian tegang.
"Dendam lama, ya." Hanya inilah reaksi yang bisa Lynelle berikan. Dia sendiri secara pribadi juga tak tahu masalah apa yang dimiliki antara Marta dengan Felton. Kenapa wanita itu bisa sangat kuat dan keras kepala dalam usaha melenyapkan Edgar.
"Ya. Kau tahu berapa wanita yang telah ia kirimkan padaku?" tanya Edgar, ujung jemarinya mengelus lembut tulang leher Lindsey yang sensitif. Wanita ini mendesah kecil, merasa kalah oleh cara Edgar memperlakukannya.
"Berapa?" tanya Lynelle, mau tak mau penasaran. Dia ingin tahu dia wanita ke berapa yang dikirim oleh Lynelle dalam misi ini.
"Delapan. Mereka semua tidak ada yang kubiarkan selamat." Edgar menyentuh ujung bra Lynelle dan mulai bermain-main dengan rendanya. Lynelle mati-matian menahan nafas. Pertama karena ia mendengar berapa wanita yang telah mati dalam misi ini, kedua karena permainan jari Edgar yang menggoda.
Delapan wanita.
Jumlah yang pastinya tak sedikit. Misi ini bukanlah misi yang sembarangan. Misi ini lebih tepat disebut sebagai misi bunuh diri.
"Kenapa kau diam?" Edgar menundukkan dirinya, menangkap ujung telinga Lynelle dengan bibirnya dan mulai mempermainkan libido Lynelle. Mulutnya yang ahli mengulum pelan ujung telinga Lynelle, menyesapnya bagaikan madu. Lynelle memejamkan mata, merasa tak berdaya.
"Bagaimana aku bisa berkata-kata jika tangan dan bibirmu menggodaku secara penuh?" Lynelle mendesakkan tubuhnya yang mendamba ke arah Edgar, merasa pasrah.
Lelaki ini buta. Tetapi keahliannya lebih dari orang normal. Lynelle tidak pernah dibuat melayang seperti ini oleh orang lain.
"Bukankah kau memang jalang? Apalagi yang kau harapkan dari lelaki jika bukan kepuasan fisik?" tanya Edgar, bibirnya persis di telinga kiri Lynelle.
"Ya. Itulah alasan utamaku ada di sini. Melayanimu dengan sempurna, bertahan selama mungkin di ranjangmu, berharap dengan begitu kau bersikap murah hati dan memanjakanku!" Lynelle berkata menggoda, meraih ujung bawah kaos Edgar dan membelai perut keras yang ada di baliknya.
Ada semacam aliran arus listrik yang terjadi ketika kulit mereka saling bersentuhan. Ada getaran yang sangat istimewa. Lynelle menjelajahi perut ini semakin ke atas, mendapati jika ia mulai menyukai tubuh lelaki ini.
Edgar tak menolak. Biasanya, dalam hal percintaan, Edgar adalah pihak yang dominan dan selalu mengambil tindakan lebih dulu. Jarang ia mengijinkan wanitanya bereksplorasi. Tetapi, kali ini lain. Dia membiarkan saja Lynelle melakukan apa yang ia mau.
"Aku mudah bosan! Itulah kenapa aku selalu meminta wanita baru secara berkala." Edgar berkata lirih. Dia mulai membuka kain terakhir yang menutup tubuh Lynelle dan menggoda bagian-bagian diri Lynelle dengan maksimal.
Wanita ini sungguh panas dan ekspresif. Edgar mulai terbawa suasana dan menggiring Lynelle ke ranjang utama melalui instingnya. Ruangan ini adalah ruangannya. Edgar tahu dengan baik tata letak semua barang-barang dan perabot.
"Aku tahu. Lelaki kaya selalu merasa mudah bosan akan sesuatu. Kebanyakan mereka menggunakan uang untuk mencari kesenangan!" Lynelle menanggapi. Dia bergelayut dengan manja, membiarkan Edgar membimbing mereka berdua.
"Kau sepertinya cukup cerdas. Kenapa memilih menjadi jalang?" Edgar tak habis pikir. Dia meletakkan Lynele di sisi ranjang, menjelajahi kulit mulusnya dengan pemujaan, dan menciptakan bayangan sendiri di dimensi khusus tentang sosok Lynelle berdasarkan kemampuannya meraba objek.
Wanita ini memiliki tinggi sekutar seratus tujuh puluh centi meter, berambut ikal, bertubuh proporsional. Apa yang ada dalam diri Lynelle merupakan kesempurnaan. Tubuhnya memiliki lekuk yang sangat istimewa, menggoda, dan diciptakan secara khusus. Edgar menyukai apa yang tersaji di hadapannya.
Penglihatan Edgar memang tak sempurna. Tetapi ia cukup cerdas dalam mengenali banyak hal.
"Sudah puas menilai tubuhku?" Lynelle berbaring menggoda dengan bertopang siku, membiarkan Edgar menjelajahi dirinya dengan cara yang membuat siapa pun menahan nafas.
"Ya. Kau sempurna. Aku tak sabar menguasaimu, memasukimu dengan penuh. Mari kita lihat akan seberapa keras kau berteriak malam ini!" Edgar tersenyum menjanjikan, membuat d**a Lynelle berdetak tak beraturan.
…
Fajar sebentar lagi menyingsing. Langit di luar masih cukup gelap. Lynelle dan Edgar masih tersadar, belum tertidur sama sekali. Mereka berdua saling melilit di balik selimut. Enggan untuk melepaskan satu sama lain.
"Kupikir kau akan memanggil dua wanita yang lain beberapa jam setelah aku melayanimu!"
Lynelle sempat menebak ia akan terusir dengan mudah setelah ia berhasil menaiki ranjang Edgar. Tak disangka, Edgar menahan Lynelle hingga berjam-jam lamanya. Lelaki ini memiliki stamina yang sangat tinggi. Lynelle tak tahu berapa kali ia dikalahkan oleh permainan lelaki ini.
"Kau suka bermain masal? Aku akan mencobanya besok jika kau menginginkannya. Ranjang ini masih cukup besar untuk menampung empat orang!"
"Tidak. Tentu saja tidak!" Lynelle menjawab cepat, merasa terganggu jika ia harus bermain masal.
Meskipun Lynelle bukan wanita lugu, yang jelas dia bukan wanita yang suka bereksplorasi dengan permainan-permainan aneh, seperti threesome atau sejenisnya. Seks itu merupakan prifasi. Sedikit aneh bagi Lynelle jika ia bermain dengan banyak orang. Lynelle tidak pernah menghakimi orang lain, hanya saja untuk hal-hal prifasi, dia cukup kolot.
"Kau tak suka bermain masal?" Edgar mengecup lehet Lynelle,menyesap aroma wangi wanita ini.
"Maaf. Sebenarnya, semua itu hakmu. Hanya saja jika kau bertanya pendapatku, aku bukan penikmat jenis seperti itu." Lynelle meralat kata-katanya. Dia ingat misi yang ia pegang. Jika memang untuk bisa bertahan di sisi Edgar adalah dengan menghancurkan beberapa prinsipnya, Lynelle berusaha menerima itu semua.
"Aku bisa menyesuaikan dengan seleramu. Lagi pula, memanggil terlalu banyak wanita akan membuatku tak fokus padamu dan itu cukup disayangkan!" Edgar tersenyum kecil, memahami keberatan yang dirasakan Lynelle.
"Terimakasih," ucap Lynelle pelan, menyerupai bisikan.
"Untuk apa?" Edgar tak mengerti.
"Untuk memahamiku!" Lynelle menjawab lembut, meraih dagu Edgar dan mengusapnya hati-hati.
Edgar membiarkan saja tindakan Lynelle. Dia mulai memejamkan mata, memeluk wanita ini untuk ikut terlelap bersamanya. Nafas Lynelle terdengar lembut seperti angin sore. Edgar merengkuh wanita ini semakin erat, menyesap aromanya yang memabukkan.
"Kau akan tetap menjadi wanitaku hingga beberapa waktu ke depan. Kau akan tinggal di kamar utama bersamaku yang berada di sayap timur!" Edgar tiba-tiba memutuskan sesuatu.
Lynelle yang sudah mulai terlelap, kembali membuka matanya dan mengerjap tak percaya. Jari-jemarinya saling bertaut, menahan perasaan senang yang membuncah.
"Benarkah?" tanya Lynelle, hati-hati. Terlalu menunjukkan antusias bisa jadi merugikan diri sendiri. Lelaki seperti Edgar pasti mudah merasa curiga.
"Ya. Berapa yang kau minta sebagai bayarannya?" tanya Edgar ringan.
"Berapa yang kau tawarkan?" Lynelle ganti menantang lelaki itu. Dia tersenyum kecil, merasa berada di atas awang-awang. Misi awalnya tercapai. Dia berhasil menjadi wanita Edgar untuk sementara. Dengan begini, muncul kesempatan baru bagi Lynelle mencari tahu kelemahan lelaki tersebut.
"Aku mampu menawarkan segala hal. Tetapi aku juga mampu mengambil banyak hal darimu. Jadi, Lynelle. Mulai sekarang ambillah sikap yang jelas. Jika nanti kau terbukti melakukan sesuatu yang buruk, kau akan menyesal. Aku suka menyiksa seseorang!"
Saat itu jugalah Lynelle merasa membeku.
…