Divo tidak tau harus berkata apa saat Grace memberikan keputusan finalnya soal dia yang dijodohkan dengan Cahaya Maharani Rahadian. Kini Divo tidak lagi hanya pengganti Deva di acara makan malam waktu itu. Sekarang Divo juga harus menggantikan Deva sebagai orang yang akan dijodohkan dengan gadis pilihan mama mereka.
Bergantinya orang yang dijodohkan oleh Grace dengan Aya, bukan semata-mata karena Divo yang datang menggantikan Deva malam itu. Alasan utamanya adalah Deva yang menolak untuk dijodohkan. Itulah yang menjadi alasan Grace mengganti Deva menjadi Divo. Sebenarnya Grace ngotot ingin menjodohkan Deva duluan, tapi Deva membawa nama Anila sebagai salah satu alasannya untuk menolak perjodohannya. Grace yang memang sejak awal kenal dengan Anila dan sangat menyukai Anila langsung melepaskan Deva begitu saja dan beralih ke Divo.
Divo menjadi target Grace, karena Grace yakin kalau Divo belum mempunyai wanita yang menjadi idaman hatinya. Selain itu, menurut grace, Divo terlalu menikmati dunianya sebagai pilot. Saking menikmatinya, dia menjadi pria single sampai umurnya yang ke 25 ini. Grace khawatir dengan kejombloan Divo yang berkepanjangan ini. Padahal, Divo bertemu dengan gadis itu baru satu kali, itupun di acara dinner yang awalnya dibuat untuk Deva itu. Divo masih ingat bagaimana interaksi mereka hari itu. Antara dia dan gadis bernama Aya itu bahkan tidak berbicara sama sekali setelah mereka saling berkenalan. Mereka lebih memilih untuk mendengarkan perbincangan orang tua mereka.
Setelah dari dinner itupun mereka tidak pernah bertemu lagi. Bukan karena saling menghindar, tapi mereka merasa kalau tidak ada hubungan diantara mereka yang membuat mereka perlu untuk saling menghubungi. Lagi pula Divo berpikir Devalah yang seharusnya dikenalkan pada Aya bukannya Divo. Jadi jangan salahkan Divo kalau Divo sempat berpikir kalau Grace hanya bercanda kalau dia yang akhirnya akan dijodohkan dengan Aya. Divo tetap merasa Aya adalah orang asing buatnya. Tapi dengan perjuangan mamanya sekarang dia bertunangan dengan orang yang tidak dikenalnya.
Divo benar-benar tidak tau harus bersikap bagaimana kepada Aya nantinya. Bukan karena Divo tidak pernah berpacaran atau dekat dengan seorang wanita karena kata Diva, Divo mempunyai semua modal untuk menjadi seorang playboy dan menjadi penjaja kelamin seperti Deva. Divo hanya khawatir dengan Aya dan ekspetasi Aya kepadanya.
Awalnya Divo ingin menolak perjodohan ini, tapi akhirnya dia ingat kalu dia punya salah pada mamanya. Itu artinya Divo tidak ada kesempatan untuk menolak karena dalam kamus Grace, orang yang bersalah tidak berhak menolak permintaannya. Alhasil Divo tidak bisa membantah, dia hanya bisa patuh ketika Grace mengatur kembali pertemuan antara dia dan Aya.
Disinilah Divo sekarang, menunggu gadis yang dijodohkan dengannya itu. Gadis yang bernama Cahaya Maharani Rahadian itu. Divo sedikit menyesal sebenarnya tentang pertemuan mereka yang pertama sekali itu. Menyesal karena tidak berusaha berkomunikasi dengan gadis itu, waktu itu.
"Maaf terlambat," kata Aya sabil tersenyum terlihat tidak enak pada Divo.
Divo mengangguk lalu tersenyum tipis kemudian mempersilahkan Aya duduk.
"Maaf tadi saya pesan duluan," ucap Divo formal.
Aya tersenyum kecil meski sedikit terkejud karena tidak menyangka kalau Divo akan menggunakan kata-kata formal kepadanya.
"Ummm it's ok," balas Aya, sambil memberikan senyum cantik miliknya.
Divo dan Aya kemudian terdiam lagi. Sesuai dengan dugaan Divo dari awal kalau suasana canggung akan langsung merayapi mereka berdua. Jadi saat Aya selesai menyebutkan pesanannya, tidak adalagi suara diantara mereka.
Merasa tidak nyaman dengan suasana hening itu, Divo akhirnya memutuskan untuk memulai membuka pembicaraan diantara mereka. Mereka perlu berbicara, berbicara mengenai kelanjutan perjodohan mereka ini.
"Saya tidak tau kalau kamu sudah mendengar ini dari mama kamu atau tidak. Tapi orang tua kita sudah mulai serius mengenai hubungan ini. Mereka bahkan sudah berbicara soal pernikahan kita," kata Divo to the point.
Aya terlihat tenang mendengar semua perkataan Divo sambil memainkan pinggiran serbet di meja makan mereka.
"Saya sudah dengar ini semua dari mama, pertama-tama saya mau minta maaf terlebih dahulu karena memang sudah menyetujui untuk dijodohkan dengan anda. Mungkin karena itu orang tua anda juga melanjutkan perjodohan ini," kata Aya benar-benar formal.
Divo tidak tau gadis seperti Cahaya akan bersedia untuk dijodohkan. Dia cantik, berisi dan terlihat sopan. Divo yakin banyak pria yang mau dan mengejar Cahaya, jadi Divo tidak mengerti kenapa gadis didepannya ini mau menerima perjodohan dengannya. Divo yakin kalau Aya pasti punya kekasih atau setidaknya orang yang disukainya atau menyukainya.
"Nggak papa kok, saya juga nggak bisa nolak permintaan mama," jawab Divo seadanya. Dilihatnya Aya menganggukkan kepalanya kecil.
"Jadi kita setuju dengan perjodohan ini?" tanya Aya pelan.
Wajah terlihat ragu-ragu, tidak hanya itu, pun suaranya juga ketara kalau dia tengah tidak yakin dengan perkataannya sendiri. Divo terlihat berpikir, menimbang kata-kata yang tepat untuk dia gunakan agar hubungannya dengan Aya juga tidak terlalu ambigu.
"Sebaiknya kita jalani saja dulu," jawab Divo sambil tersenyum.
***
Setelah pertemuan kedua itu, baik Divo dan Aya sedikit membuka komunikasi diantara mereka. Komunikasi mereka sekedar berkirim pesan singkat untuk bertukar kabar atau hal lain yang simple lainnya. Divo juga mulai mencoba membuka dirinya pada Aya dengan menceritakan kesehariannya. Beruntung niatnya itu bersambut dengan Aya juga yang mau terbuka dengannya. Menurut Divo Aya bukanlah sosok yang susah untuk dekat dengan orang lain, jadi hubungannya dengan Aya tidak seburuk pertamakali mereka bertemu.
Malam ini Divo dan Aya kembali janjian untuk makan malam bersama. Berbeda dengan acara makan mereka pertama kali, makan kali ini pure tanpa suruhan siapapun. Harus Divo akui, makan malam mereka kali ini terasa lebih santai, meski masih ada sedikit kesan awkward yang dirasakan oleh mereka. Makan malam mereka kali ini diisi Divo dan Aya dengan membicarakan tentang keseharian mereka, apa kesukaan mereka atau pertanyaan-pertanyaan lain yang menurut mereka pantas untuk mereka ketahui.
Aya dan Divo tidak memungkiri pada peretemuan mereka kali ini, mereka merasa lebih akrab lagi dari pertemuan mereka sebelum-sebelumnya. Buktinya mereka sekarang menggunakan kata-kata yang lebih santai diantara mereka. Contohnya saja, sekarang keduanya sudah menggunakan kata aku-kamu sebagai pengalamatan panggilan diantara mereka. Mereka benar-benar mencoba untuk semakin dekat satu sama lain.
"Kamu bawa mobil?, atau aku perlu mengantarkan kamu pulang?" tanya Divo saat keduanya menuju parkiran.
Aya menunjukkan kunci mobil sambil tersenyum. Divo mengangguk balas tersenyum, itu artinya dia tidak perlu mengantar pulang Aya. Divo dan Aya berjalan beriringan diparkiran karena Divo berniat mengantarkan Aya dulu kemobilnya sebelum dia pulang, tapi langkah mereka terhenti ketika seseorang mencegat langkah mereka saat menuju mobil Aya.
"Kamu bilang aku berengsek?, terus kamu apa? cewek murahan?" kata cowok yang mencegat Divo dan Aya di depan mobil Aya.
Divo melirik Aya yang memasang wajah tenang, tapi Divo bisa tau kalau gadis itu tengah menahan kemarahannya. Dari sorot matanya Aya, Divo tau kalau Aya marah pada pria yang tengah menghadangnya ini. Tangan Aya sudah terlihat mengepal dan terlihat bergetar di sebelah tubuhnya.
"Terserah kamu mau apa, toh kita udah nggak ada apa-apa," kata Aya sebagai balasan dengan nada sombong.
Divo yang merasa bukan bagian masalah antara Aya dan pria itu hanya diam disebelah Aya. Divo merasa tidak pantas untuk ikut campur.
"Jangan bilang selama ini kamu nggak mau tidur ama aku karena kamu udah ngedapatin semuanya dari selingkuhan kamu ini. Ternyata kamu nggak beda ama cewek murahan yang selama ini aku kenal," kata Ramond marah.
Awalnya Aya masih sabar, tapi mendengarkan kata-kata Raymon yang terakhir, Aya marah. Dia melayangkan tamparannya pada Raymon.
"Jangan samain aku dengan wanita-wanita mu b******n," kata Aya bergetar.
"b******n kata mu," tangan cowok itu ikut terangkat namun tertahan diudara.
Dengan emosi Raymon menoleh pada tangannya yang ditahan oleh Divo. Cekalan tangan Divo dengan kuat menahannya diawang-awang.
"Maaf, saya bisa toleransi kata-kata kasar, tapi saya tidak bisa melihat ada laki-laki yang melakukan kekerasan pada wanita. Apalagi wanita itu adalah calon istri saya," kata Divo dengan menampilkan senyum sangat tipis namun dengan sorot mata tajam mengancam.
Raymon jelas berang, dia akhirnya menghentakkan pegangan Divo dengan kuat. "Calon istri huh?" dengan nada sinis Raymon berkata dengan dibuat pura-pura setenang mungkin. Lalu Raymon melanjutkan perkataannya, "Kalau begitu selamat menikmati bekas saya. Setidaknya saya sudah menjadi orang pertama untuknya," kata pria itu angkuh kemudian berlalu.