Hening menemani Divo dan Aya dalam perjalanan pulang menuju rumah Aya. Aya yang baru saja didatangi Raymon hanya memilih untuk diam, dia masih terlalu sibuk dengan pikirannya tentang Raymon dan perlakuan kurang ajarnya itu. Selain itu, Aya juga memikirkan bagaimana pendapat Divo tentang dia setelah kejadian tadi. Sejauh apa mereka berhubungan mereka sampai-sampai pria itu dengan beraninya berkata bahwa dia adalah bekas Raymon.
Setelah insiden di restoran tadi, Divo akhirnya mengantar dia, kata Divo tidak baik buat Aya mengendarai mobil saat dia kacau seperti ini. Lagipula Divo bertanggung jawab kepada orang tua Aya karena dialah yang mengajak Aya keluar malam ini. Divo mengkhawatirkan keadaan Aya, sedangkan Aya lebih khawatir tentang apa yang Divo pikirkan tentang dia sekarang. Saking sibuknya dengan alam pikirnya, Aya bahkan tidak menyadari kalau mereka sudah tiba dirumah Aya. Aya takut Divo percaya dengan perkataan Raymon, hingga Divo mungkin berpikir kalau Aya hanyalah w************n. Wanita yang memberikan dirinya pada orang yang belum menjadi suaminya.
"Kita sudah sampai,"
Aya tersentak dari lamunannya kemudian melihat keluar, benar saja mereka sudah berada didepan rumahnya. Setelah itu Aya masih belum bergerak, Aya ingin meluruskan apa yang Raymon katakan tadi. Aya tidak mau kalau Divo berpikiran macam-macam tentang dirinya. Bukan hanya karena Divo adalah orang yang dijodohkan dengannya, tetapi karena Aya tidak mau dia terlihat murahan dimata orang-orang.
"Masalah tadi," Aya ragu untuk mulai berbicara hingga perkataannya terputus.
Lalu keheningan kembali hadir diantara mereka untuk beberapa saat.
"Kalau masalah soal perkataan mantan kamu, kamu tidak perlu jelaskan. Setiap orang memiliki pemikiran tersendiri soal s*x menurut ku. Kalau ternyata kamu jodoh aku dan ternyata kamu adalah salah satu dari orang pelaku s*x diluar nikah, aku bisa bilang apa? Bukankah kewajiban aku buat nerima kamu lengkap dengan masa lalu dan kekurangan kamu," kata Divo.
Aya menatap Divo dalam diamnya. Ada banyak hal yang tidak Aya bisa mengerti dan prediksi tentang pemikiran Divo. Pria itu tidak seperti pria kebanyakan yang selama ini dia kenal dan temani. Terdengar tenang memang caranya Divo menanggapinya. Seharusnya Aya bersyukur karenanya, tapi entah kenapa Aya tidak suka dengan sikap tenang Divo. Aya mau laki-laki itu menanggapinya dengan mengatakan kalau dia lebih percaya Aya atau dia tidak percaya Raymon. Tapi semua itu sepertinya hanya bayangannya saja karena Divo sepertinya tidak akan melakukan itu.
Setelah menelaah perkataan Divo tadi, Aya terkejut dan terpaku. Jawaban Divo tadi berhasil menggetarkan sedikit hatinya meski Aya menebak kalau Divo adalah tipe pria yang konservatif. Tipe pria yang begitu menjunjung tinggi prinsip-prinsip dihidupnya. Seharusnya Aya sudah menyadarinya sejak awal hanya dari penampilan pria itu yang sederhana dan tidak muluk-muluk, tetapi sangat mempesona.
"Tapi aku masih tetap perawan," kata Aya cepat tidak mau kesalah pahaman Divo berlarut-larut kepadanya.
Meski Divo telah berkata akan menerimanya meski dia sudah tidak perawan, Aya tetap ingin memberitahu Divo. Aya ingin agar pria itu melihatnya berharga, bukan tipe wanita yang akan dengan mudahnya diajak tidur. Divo diam, lalu hanya mengangguk kecil. Kemudian Divo menoleh lagi kebalkon rumah Aya.
"Ya udah sekarang kamu turun," kata Divo sambil tersenyum sangat tipis.
Saat itu Aya melihatnya pintu rumah miliknya masih terbuka, itu artinya ayahnya sedang menungguinya untuk pulang. Sama seperti biasanya kalau dia sedang keluar malam, maka papanya akan selalu menunggunya untuk pulang. Mengingat dia anak tunggal orang tuanya, makanya itu cukup normal menurut Aya kalau orangtuanya bisa sampai seprotective itu. Mungkin itu jugalah yang membuat Aya juga pintar-pintar menjaga dirinya.
"Kalau gitu Aya masuk dulu ya mas," pamit Aya.
Sejak hari itu, tidak ada lagi pertemuan antara Aya dan Divo, bukan karena Aya tidak mau bertemu tetapi karena pekerjaan Divo yang membuat mereka kesulitan untuk bertemu. Alhasil dalam 3 bulan ini tidak ada temu langsung antara keduanya hingga hari ini, dimana Divo tiba-tiba muncul ditokonya. Sebelum Divo menemuinya hari ini dan tau apa penyebab laki-laki itu tidak bisa menghubunginya, Aya sempat berpikir kalau Divo berpikir ulang tentang perjodohan mereka. Bahkan pikiran jelek sempat menghantuinya, dia berpikir kalau Divo sengaja menghindari dan menjauhinya karena dia masih belum percaya dengannya kalau dia adalah gadis baik-baik.
Satu sisi, Aya juga sadar hubungan keduanya masih terlalu aneh dan belum jelas untuk membuat Aya berhak buat kecewa kepada Divo. Mereka hanya orang yang dijodohkan dan mereka setuju untuk menjalaninya. Meski setuju untuk mencobanya, keduanya bukannya sudah sangat dekat sekali membuat mereka memiliki rasa segan diantara mereka. Sejak mereka setuju untuk menjalaninya, hubungan mereka memang sedikit membaik tapi progresnya seperti jalannya siput.
"Hai," sapa Divo sambil tersenyum. Jelas Aya sangat terkejut akan kedatangan Divo yang menurutnya sangat tiba-tiba ini. Saking terkejutnya Aya bahkan sempat terbengong sampai beberapa menit.
"Hei," kata Divo lagi untuk menyadarkan Aya dari keterbengongannya. Aya langsung kembali tersadar dan langsung menangkap wajah Divo didepannya.
"Eh... oh... emmm iya mas," kata Aya tergagap.
Divo tersenyum kecil, lagi-lagi Aya terpesona. Pesona Divo yang dimiliki Divo mampu membuat wanita mudah jatuh cinta dengannya dengan wajah dan perlakuan Divo.
"Kenapa bengong lagi?" tanya Divo pada Aya yang kembali terbengong karenanya. Aya kembali menyengir lebar karena salah tingkah.
"Makan siang diluar yuk," ajak Divo setelah melihat jam tangannya.
Sambil makan siang, Aya dan Divo bertukar cerita tentang apa yang mereka lakukan dalam beberapa waktu belakangan ini. Dari situ Aya tau kalau Divo kehilangan dompet dan handphonenya yang membuat Divo kesusahan untuk menghubungi keluarganya. Aya tebak itu jugalah alasan Divo tidak membalas pesan yang pernah dikirimkannya.
"Minggu ini Diva akan mengadakan charity event di Rumah Sakit Saint Elishabet. Apa kamu mau ikut dengan ku? Sekalian aku akan mengenalkanmu dengan Diva dan Anila. Kamu mau?" tanya Divo sambil menyantap hidangan didepannya.
Kening dan alis Aya mengernyit, Aya tau kalau Divo punya kembar bernama Deva dan Diva. Tapi baru kali ini dia mendengar nama Anila. Sebenarnya Aya sudah ingin menanyakan ini sedari tadi mengingat Divo seringkali menyebut nama wanita itu, tapi Aya menahan dirinya karena tidak mau dianggap gadis rese. Kalau boleh jujur ada sedikit rasa tidak suka di hati Aya ketika Divo selalu menyebut-nyebut nama Anila itu.
"Mmm mas, Aya bisa nanya nggak?" tanya Aya tampak ragu-ragu.
Divo mengangkat wajahnya lalu menatap Aya langsung pada mata Aya. Aya mulai terbiasa dengan kebiasaan Divo ini, yang mana Divo akan menatap mata Aya ketika sedang bicara. Sepertinya ini adalah kebiasaan pria itu pikir Aya.
"Anila itu siapa mas?" tanya Aya dengan nada yang pelan dan hati-hati. Divo bergeming sebentar lalu tersenyum sebelum menjawab Aya.
"Kenapa?" tanya Divo. Aya menggeleng lalu menjawab, "Nggak papa mas, hanya saja mas kayaknya sering banget nyebut dia kalau lagi ngomongin kembaran mas yang lainnya."
"Anila itu teman aku, Deva sama Diva dari kecil. Tapi 3 bulan terakhir ini dia juga sudah sah jadi kekasih Deva," jawab Divo santai. "Ohhh," jawab Aya sedikit lega, artinya dia tidak perlu berpikir macam-macam seperti tadi, soal wanita bernama Anila itu.
"Mas punya mantan?" tanya Aya lagi lebih berani lagi soal kehidupan pribadi Divo. Untuk kali ini Divo diam lebih lama sebelum menjawab pertanyaan Aya.
"Nggak, aku tidak pernah menjalin hubungan seperti itu. Sejak kecil aku berprinsip untuk menjadikan pacar pertama ku menjadi istri aku. Dan istri aku, aku harapin bisa menjadi pasangan aku yang akan terpisah karena memang Tuhan yang meminta aku berpisah dengan dia" jawab Divo sambil tersenyum kecil.
Aya tidak tau harus berkata apa, ada rasa tidak enak dan tersindir yang dirasakannya. Bukannya apa-apa, menurut Aya, Divo itu terlalu baik buat dia, Aya takut tidak bisa memenuhi standard pria itu.
'Ahhh seandainya aku tau kalau akan berjodoh dengan Divo, aku akan memilih tidak pernah berpengalaman soal pacaran dan menunggu untuk bepacaran serius dengan orang yang akan dan pasti jadi suami ku,' ringis Aya dalam hati.
Ahhh, bisakah Aya kembali kemasa lalu? Dimana Aya bisa mengingatkan Aya kecil atau Aya yang masih muda untuk mengingatkan untuk tidak berpacaran. Mengingatkan Aya untuk tidak pernah menerima laki-laki bernama Raymon. Mengatakan ke Aya kalau dia akan berjodoh dengan laki-laki baik yang Aya yakini tidak akan disesalinya.