Divo seharusnya sadar sejak dia terlahir dari perut mamanya. Kalau Grace menginginkan sesuatu, maka mamanya akan melakukan apapun agar keinginannya itu harus segera terwujud. Dan disinilah sekarang Divo sekarang, berdiri di depan Pastor untuk mengucapkan janji sehidup dan sematinya bersama Aya. Selalu bersama dikala sedih dan bahagia dan diwaktu sehat ataupun sakitnya bersama Cahaya Maharani Rahadian sampai kematian memisahkan mereka.
Divo tidak tau akankah semua ini akan baik-baik saja atau tidak. Bukan karena ada yang salah dengan Aya. Divo sendiri tau kalau Aya adalah gadis yang cantik, pintar dan baik yang seharusnya mudah dicintai dan pantas untuk dijadikan istri. Tetapi tetap saja, Divo merasa kedekatannya dengan Aya belum cukup jadi modal mereka untuk menikah. Menikah bukanlah hal sederhana karena ini tentang kita yang harus menghabiskan seumur hidup kita bersama seseorang. Seseorang yang bisa menerima kita dalam keadaan apapun. Bukankah untuk saling menerima kita butuh saling mengenal.
Apa yang ditaunya tentang Aya, tidak cukup banyak hingga membuat Divo berani membawa Aya membentuk sebuah rumah tangga. Hei, lagipula bagaimana dengan urutan normal orang yang hendak menikah. Bukankah seharusnya dimulai dengan bertemu, pendekatan, berpacaran barulah menikah? Lalu apa kabar dengan dia? Divo merasa melangkahi 2 titik penting yang seharusnya dia dan Aya jalani sebelum mereka seharusnya menikah. tidak ingat kalau dia dan Aya sudah berbicara soal pernikahan waktu terakhir kali bertemu. Seingat Divo, dia dan Aya bahkan tidak membicarakan soal bagaimana hubungan mereka dimasa depan. Tapi apa yang didapatnya, sepulangnya Divo kerumah setelah melakukan penerbangan dari Hongkong, dia malah disodorkan soal pernikahan. Divo langsung disuruh untuk melakukan fitting pakaian untuk pernikahnya dengan Aya. Untuk urusan pernikahan lainnya seperti undangan, catering dan lain-lainnya sudah diurus secara baik oleh mamanya dan mama Aya.
Jangan tanyakan Divo kenapa dia sampai tidak tau soal pernikahannya, salahkan pada jam penerbangannya yang sangat padat dan sangat jauh. Itu dijadikan mamanya alasan kenapa mamanya baru memberitahukannya satu minggu sebelum pernikahannya. Bodohnya, orang tau duluan kalau dia akan menikah daripada dia sendiri. Divo sempat bergidik ngeri membayangkan bagaimana kalau seandainya Divo tidak pulang pada waktu dia seharusnya menikah. Divo dan Aya tinggal menerima beres saja soal pernikahan mereka, mereka tinggal menerima berkat saja. Kadang Divo lupa, sebenarnya siapa yang mau menikah antara dia atau mamanya. Mamanya terlihat lebih bersemangat dan antusias soal pernikahan ini daripada Divo.
Divo masih ingat bagaimana Grace dengan santainya mengatakan, 'Pernikahan kamu dan Aya sudah mama dan mama Aya siapin dengan sempurna, kamu tinggal terima beres, ngucapin janji dan terima berkat. Soal resepsi dan yang lain-lainnya sudah diurus dengan baik dan sempurna.' Divo jelas tidak bisa marah karena dia sangat menghormati mama dan papanya. Itulah alasannya tidak bisa membantah atau menolak permintaan Grace. Selain itu, persiapannya sudah hampir 95% selesai akan mencoreng nama Divo dan keluarganya kalau pernikahan itu tidak terjadi. Lagi pula waktu itu, dia yang sudah setuju untuk dijodohkan dengan Aya.
Divo hanya bisa menyalahkan Deva untuk semua hal yang menimpanya ini, sayangnya Deva sedang berada di New York. Tidak mendapatkan Deva untuk memuaskan kekesalannya, Divo akhirnya memilih Anila sebagai tempat untuk melampiaskan kekesalannya kepada Deva. Divo tau kalau dia melampiaskan kekesalannya pada Anila, Anila akan langsung mengadu pada Deva dan Deva akan tau seberapa kesalnya Deva kepadanya.
Divo mengambil kembali kertas yang disimpannya di laci nakas kamarnya. Kertas itu pernah dia berikan pada Aya untuk Aya isi setelah kencan pertama dan terakhir mereka. Divo sudah membaca isinya kertas itu. Jawaban Aya pada kertas itu sebenarnya sederhana, tapi Divo bisa menilai sedikit kepribadian Aya dari sana. Divo kembali menghela napasnya ketika membaca semua jawaban yang Aya buat di kertas itu. Jawaban Aya dalam kertas itu terasa sederhana dan terkesan lebih berhati-hati. Divo bisa membayangkan kalau Aya pasti berpikir banyak untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.
Divo sedikit terkekeh ketika mengingat bagaimana wajah Aya ketika menerima kertas dari Divo ini saat itu. Divo bisa menebak kalau Aya mungkin berpikir kalau kertas itu adalah surat cinta. Hei, Divo memang kolot, tapi Divo bukan orang norak yang masih memakai surat cinta buat ngungkapin perasaan dia.
Flashback On
Divo akui dia adalah tipe pria yang kolot seperti perkataan Deva dan Diva, hingga untuk berkencanpun dia perlu berdiskusi dengan Diva. Tapi Divo tidak malu karena kekolotannya itu, buatnya prinsip bukan masalah kolot atau modern. Saat Divo meminta saran dari Diva, Divo harus rela diomeli oleh Diva dengan sangat panjang, itu semua karena Diva tau Divo akan menjadiķan acara charity event yang diselenggarakan oleh rumah sakit tempat Diva bekerja sebagai tempat Divo berkencan. Padahal Diva sudah memberikan berbagai opsi lain pada Divo untuk tempat berkencan yang lebih normal daripada sebuah charity event. Tapi Divo malah menolaknya, apalagi setelah mendengar Diva menyebutkan hotel dan apartement Deva dalam opsi tempat kencan pilihan bagi dia dan Aya.
"Gue itu bukan lo sama Diva. Lo masih ingatkan kalau gue ama Aya mau hubungan kita itu bersih dari s*x dulu, gue mau ngelakuinnya pas udah nikah dan udah ada cinta," kata Deva kalem semakin membuat Diva gemas karena kesal hingga menghela napas untuk menghilanglan kesalnya.
"Otak lo yang m***m Vo, memangnya hanya s*x doang yang bisa dilakukan di hotel sama apartement Deva. Lo kan bisa masak, makan bareng disana. Lalu lo berdua bisa bicara-bicara buat ngehabisin waktu kencan lo Vo" jelas Diva keki.
"Emang kenapa kalau gue bawa dia ke charity event lo?" tanya Divo lagi dengan tampang menyelidik. Diva hanya membalas malas dengan melihat kesal lagi kepada Divo. Kemudian Diva berkata hal yang perlu ditau oleh cowok kolot itu soal berkencan dengan wanita.
"Vo, cewek itu lebih cepat nempel kalau diromantisin lo Vo. Gimana lo bisa romantis dan bisa dekat sama Aya kalau tempat kencan lo malah tempat umum," Diva akhirnya melanjutkan omelannya tadi yang sempat terhenti. Bedanya kini Divo sudah bisa mengabaikannya dan memilih melanjutkan dan menyelesaikan pekerjaannya lagi. Membiarkan Diva tetap berbicara apapun.
***
"Ya, kenalin ini Diva sama Anila" Divo memperkenalkan Diva dan Anila kepada Aya.
Divo ternyata serius tentang membawa Aya ke charity event Diva. Bahkan kini pria itu dengan bangganya memperkenalkan Aya kepada Diva dan Anila.
"Hai, gue Diva."
"Gue Anila," balas Diva dan Anila bergantian untuk menjabat tangan Aya.
"Cahaya," balas Aya kemudian juga balas menyalami tangan kedua gadis cantik bernama Anila dan Diva tadi.
"Lo kok mau dibawa kencan kesini sih Ya? Harusnya lo minta Divo bawa lo ke tempat kencan yang normal," kata Anila. Namun langsung dibalas delikan oleh Divo tetapi senyum kecil oleh Aya.
"Nggak papa kok, sekali-kali pengen yang beda," jawab Aya sambil tersenyum.
Hanya sampai itu Divo mengikuti pembicaraan Aya dengan Anila dan Diva. Setelahnya, Divo lebih memilih untuk mengamati Aya dari jauh. Dari jauh Divo bisa melihat Aya yang sibuk berbincang dan membanti Diva dan Anila. Divo terus mengamati Aya membuat Divo menyadari dengan keberadaan Anila dan Diva, Aya sedikit bisa lebih lepas dan rileks. Sepertinya benar, wanita akan lebih leluasa untuk berbicara ketika dia bertemu dengan sejenisnya. Divo kembali memperhatikan Aya dan melihat apa saja yang bisa dia dapatkan tentang gadis itu. Info yang bisa membuat dia semakin mengenal sosok Aya. Divo mengamati setiap gerak gerik gadis itu. Divo melakukan itu semua untuk belajar bagaimana nanti dia harus menghadapi Aya.
Selama Divo mengamati Aya, Divo melihat banyak kebaikan pada diri Aya. Menurut Divo gadis itu adalah tipe yang mudah disukai, selain mudah bergaul, ramah dan baik Aya juga tipe penyayang anak-anak. Terbukti beberapa pasien Diva yang tampak mudah menempel dengannya sekarang. Makanya Divo tidak menyangka kalau masih ada laki-laki yang mau menyelingkuhi Aya.
Tidak terasa waktu hampir mendekati malam ketika acara yang diselenggarakan rumah sakit tempat Diva berkerja selesai. Ternyata Aya cukup menikmati acara itu, sehingga dia tidak sadar kalau dia mengikuti acara itu hingga selesai. Bahkan Aya menawarkan dirinya untuk membantu Diva beres-beres pembersihan sisa acara tadi, beruntung Diva menolaknya dengan alasan itu bukanlah pekerjaan mereka. Setelah merasa semuanya benar-benar selesai, barulah Divo mengajak Aya pulang. Tetapi Divo terlebih dahulu mengajak Aya untuk makan malam bersama. Divo bersyukur dalam hati telah memilih charity event sebagai tempat kencan mereka, karena dia tidak perlu susah-susah untuk melihat beberapa sifat asli Aya.
Soal kencan mereka hari ini, Aya berterima kasih kepada Divo sudah mau membawanya ke charity event Diva. Aya sangat senang, sedari tadi tidak hentinya Aya bercerita soal charity event itu, tentang Diva, Anila, Deva atau keluarga Divo. Melihat Aya yang begitu bahagia, Aya jelas bahagia juga. Divo sengaja mengantarkan Aya sampai kerumahnya malam ini karena Divo berniat untuk pamit ke Aya. Dia akan melakukan penerbangan lagi keesokan harinya. Divo mau memulai semuanya yang baik dari mulai sekarang.
"Ya, besok aku ada jadwal untuk terbang, mungkin beberapa minggu ini kita nggak akan bisa ketemu," kata Divo ketika sudah berhenti di depan rumah Aya. Aya berpikir sejenak lalu tersenyum dan mengangguk.
"Ya udah nggak papa mas. Mas juga pergikan buat kerja." Ucapan Aya berjeda sebelum melanjutkannya "kalau gitu, Aya masuk ya mas," pamitnya.
Namun sebelum Aya pergi Divo segera menahan tangannya, sambil berkata "Tunggu dulu Ya," Aya lalu menoleh melihat Divo mengeluarkan sebuah kertas. "Ini," Divo menyerahkan sebuah kertas ketangan Aya, sedangkan Aya sudah menatap bingung padanya.
"Itu hanya beberapa pertanyaan, kamu bisa jawab itu dengan menggunakan waktu sebelum aku pulang," kata Divo sambil tersenyum, Aya masih menatap bingung namun segera mengangguk sebelum keluar dari mobil dan memasuki rumahnya.
Flashback Off
Dan inilah sekarang kertas itu, kertas yang akan menjadi modalnya untuk menjalani pernikahan dengan Aya dan menjadikan pernikahan itu bisa berjalan sesuai dengan keinginannya dan Aya.