Aya masih menyibukkan dirinya di dalam kamar mandi milik Divo. Setelah menerima pemberkatan di gereja tadi, mereka juga mengadakan resepsi yang cukup besar untuk pernikahnya. Semua itu membuat Aya sangat kelelahan dan menurutnya dia butuh sedikit rileksasi dengan berendam seperti sekarang ini. Badan Aya mungkin saja bisa rileks, tetapi Aya tetap tidak bisa melepaskan pikirannya tentang Divo. Ini tidak tentang bagaimana pria itu bersikap ketika mereka menerima pemberkatan dan perayaan pernikahan mereka tadi. Ini tentang bagaimana dia ke Divo sekarang harus membangun rumah tangga mereka hanya dengan modal bertemu beberapa kali, kencan satu kali dan merasa dekatpun baru akhir-akhir ini.
Aya masih bisa memutar ulang dengan jelas diingatannya bagaimana Divo dengan tegasnya berkata 'Ya saya bersedia' ketika sang Pastor meminta Divo untuk mengucapkan janji pernikahan antara Divo dan Aya. Percaya atau tidak, jantung Aya berdetak lebih cepat dari biasanya ketika pria itu mengatakan janjinya tanpa keraguan.
Janji Divo di depan Pastor tadi mampu membuatnya merasakan hal lain pada Divo dan entah kenapa Aya merasa kalau semua yang tengah berlangsung tadi terasa tepat. Dia merasa kalau inilah yang seharusnya yang benar dia lakukan dan dia punya. Tidak hanya berjanji di depan Tuhan, bahkan ketika diresepsi pernikahan mereka saat mamanya meminta Divo untuk mengucap janji pada Aya untuk pernikahan mereka. Divo mengucapkan dengan tegasnya mengatakan akan setia, dia juga akan berusaha semampunya untuk memastikan Aya untuk bahagia dan dia akan berusaha membuat bahtera rumah tangga mereka bisa berjalan dengan baik dan sukses.
Semua janjinya memang terasa simple dan biasa, seperti janji pernikahan kebanyakan, hanya saja Aya tetap merasa terkesima dengan cara pengucapan Divo yang terlihat tegas dan tidak ragu dan juga terlihat tulus. Saat itu Aya menyadari kalau perasaan suka dan kagum Aya sudah tertanam diam-diam di dalam hatinya buat Divo. Hal itu membuat Aya merasa murahan, belum lama dia putus dengan mantannya, tapi dia dengan mudahnya merasa deg-degan pada Divo. Belum lagi Aya yang tidak dapat meraba sama sekali bagaimana perasaan pria itu kepadanya. Aya yakin, kalau untuk saat ini perasaan pria itu belum ada sama sekali untuknya.
Aya kembali teringat akan kertas yang baru diserahkannya kepada Divo. Kertas yang diberikan Divo pada Aya waktu itu, membuat Aya merasa Divo benar-benar orang yang unpredictable, sempat Aya berpikir kalau itu adalah surat cinta, tapi ternyata kertas itu bukanlah surat cinta. Kertas itu hanya berisikan beberapa pertanyaan. Pertanyaan itu terkesan biasa saja, namun sukses membuat Aya membutuhkan waktu beberapa malam miliknya hanya untuk memberi jawaban yang tepat untuk surat itu. Padahal setiap pertanyaan Divo dalam surat itu tidak lebih dari 10 kata setiap satu pertanyaannya.
Pertanyaan itu hanya ada 5, isinya.
1. Apa hal yang paling penting menurut kamu dalam pernikahan?
2. Bagaimana kita harus membentuk pondasi pernikahan kita?
3. Apa yang perlu aku tahu tentang kamu?
4. Apa yang wajib kita lakukan untuk membangun kedekatan kita?
5. Menurut kamu apa peranan s*x dalam pernikahan?
Sebenarnya mudah saja bagi Aya untuk menjawab semua itu kalau hanya untuk teorinya saja, tetapi Aya tidak melakukan itu. Jawaban-jawabannya ini Aya yakini akan benar-benar dijadikan Divo untuk pegangan dalam pernikahan mereka kelak, mengingat bagaimana cara berpikir Divo yang sedikit kolot, kalau Diva mengatakannya pada Aya dan konservatif kalau Aya yang mendeskripsikannya.
***
Aya keluar dari kamar mandi menggunakan baju tidur kebesarannya, dilihatnya Divo yang tengah berbaring sambil membaca buku yang entah apa isinya. Aya hanya bisa melihat sebuah sampul hitam dengan tulisan judulnya yang tertutup oleh jari Divo. Aya kemudian berjalan kearah Divo lalu berbaring disebelah pria itu, lalu berkata.
"Mas, nggak baik ngebaca sambil tiduran,"
Aya menegur Divo karena tidak mau suaminya itu merusak matanya dengan membaca sambil tiduran. Divo menatap sekilas pada Aya lalu tersenyum tipis sambil menutup bukunya, menuruti apa yang Aya katakan. Setelah itu Divo kemudian memutar tubuhnya menghadap Aya lalu berkata
"Bisakah aku meminta kalau setiap malam sebelum kita tidur, kita berbincang-bincang tentang kegiatan kita satu harian atau apapun itu tentang kita, maksud aku agar apapun yang terjadi kedepannya ketika kita ada masalah, kita wajib menyelesaikannya sebelum kembali tidur bersama. Kita tidak bisa melewatkan satu malam untuk permasalahan kita sehingga nantinya akan berlarut-larut dan akhirnya merusak rumah tangga kita perlahan-lahan,” Aya diam mendengar pernyataan Divo itu, lalu mengangguk.
"Kalau begitu mas terlebih dahulu, bagaimana perasaan mas tentang pernikahan ini?" tanya Aya balas menatap Divo.
Divo tidak langsung menjawab, Divo terdiam sebentar tampak berpikir barulah dia menjawab,
"Buat aku, pernikahan itu seperti apa yang diucapkan oleh pastor tadi. Dimana aku akan mengasihi kamu dan menghormati kamu sebagai istri aku. Menjadi bapak yang baik bagi anak-anak kita kelak dan mendidik mereka sebagai Katolik yang setia." Jawab Divo yang awalnya menjawab sambil menerawang namun kemudian menatap Aya sambil tersenyum.
Divo menjawab seperti itu, seolah dia sudah mempunyai bayangan jelas tentang gambaran pernikahan dan keluarga yang diinginkannya sejak dulu. Itu membuat Divo terlihat menerawang bahagia ketika memberikan jawaban apa yang Aya tanyakan tadi. Aya sendiri, dia balas menatap Divo dengan tatapan yang sangat kagum. Aya benar-benar terpesona, hingga membuat tatapan Aya terlihat berbinar karena kata-kata Divo tadi. Kekosongan pada tatapan Aya, bukan karena dia sibuk dengan alam pikirnya, tetapi Aya terlalu terpaku dengan jawaban Divo.
Seharusnya sejak Aya dikenalkan pada Divo, Aya seharusnya sudah membentengi dirinya dengan baik-baik agar dia tidak dengan mudahnya jatuh cinta cinta pada sosok Divo. Aya sempat berpikir patah hatinya pada Raymon akan membuat dia akan kesulitan menerima kehadiran pria lain dihidupnya. Tapi lihatlah dia sekarang, Ayah malah dengan mudahnya jatuh cinta pada sosok Divo yang memang sangat mudah untuk jatuh cinta.
"Jadi menurut mas cinta itu bukanlah hal yang terpenting dari pernikahan?" tanya Aya pelan. Divo lagi-lagi tersenyum sebelum menjawab.
"Cinta tetaplah memiliki bagian penting dalam pernikahan, hanya saja dalam pernikahan menurut aku harus ada hal penting lainnya yang saling melengkapi agar pernikahan itu bisa berjalan baik dan sempurna. Contohnya seperti komitmen, kesetian, keterbukaan dan banyak lagi. Bahkan s*x termasuk didalamnya,"
Divo mengatakannya sambil terkekeh karena lagi-lagi mendapati Aya yang melihat terpaku kepadanya, gadis itu seolah sedang mengagumi dia.
Aya terhenyak sesaat dalam pemikirannya, Aya tidak tau harus menanggapi seperti apa semua perkataan Divo itu. Semua perkataan Divo itu normal dan terkesan tidak romantis tapi lebih kearah realistis, tapi anehnya bagi Aya hal itu malah terdengar sangat romantis dan lebih menarik perhatiannya dari deskripsi-deskripsi lainnya soal bagian terpenting dalam pernikahan lainnya yang pernah Aya dengar.
Biasanya orang akan mengatakan dalam pernikahan itu yang paling dibutuhkan adalah cinta dan materi . Mereka lupa kalau cinta bisa saja berubah dan materi bisa saja merubah hingga akhirnya merusak pernikahan itu. Jadi jawaban Divo tadi benar-benar menarik dan lebih bisa diterima Aya. Aya sendiri yakin pernikahan mereka akan survive dengan Aya membiarkan Divo benar-benar memimpin kemudi rumah tangga mereka.
"Berarti jawaban aku salah ya mas?" tanya Aya. Namun lagi-lagi Divo tersenyum tipis sebelum akhirnya menggeleng.
"None of your answer is wrong, I'm not make it to test you. I make it to know you better,” jawab Divo masih dengan senyum tipis yang menghias wajahnya.
Aya tersenyum kecil lalu mengangguk mencoba mengerti cara berpikir suaminya yang menurutnya sungguh berbeda dari kebanyakan laki-laki yang pernah dikenalnya sejak dulu. Divo seolah mempunyai pemikiran sendiri soal hal-hal tertentu yang menurutnya tidak perlu mengikuti pikiran orang lain apa bila hal-hal tersebut itu memang sangat berpengaruh dihidupnya dan juga tidak ada patokan wajib tentang hal itu.
"Kalau begitu Aya bisa minta dipeluk nggak mas setiap malam kalau mau tidur?" tanya Aya yang dibalas anggukan kecil dari Divo.
Dipeluk waktu tidur bukanlah kebiasaan Aya. Like hell, she is not spoiling brat just because she the only child in her family. Aya hanya merasa dia perlu berusaha untuk mendekatkan dirinya pada Divo dengan caranya sendiri. Dan inilah cara dia sekarang untuk mendekatkan dirinya. Jadi menurut Aya dia tidak salah kalau dia meminta peluk seperti orang tidak tau malu begini, toh Divo adalah suaminya. Mungkin semuanya akan terasa canggung pada awalnya bagi mereka berdua, tapi menurut Aya, dia dan Divo bisa belajar dari sekarang. Selain itu, baik Aya dan Divo merasa harus mulai terbiasa dengan semua perubahan pada mereka setelah mereka menikah ini.
Aya adalah orang yang percaya kalau cinta bisa datang karena terbiasa, jadi dia tidak perlu mengkhawatirkan soal cintanya pada Divo. Lagi pula, bukankah Aya sendiri sudah mulai merasakan perasaan itu dihatinya sekarang? Sekarang, Aya hanya perlu mengkhawatirkan cinta Divo pada dia kelak. Terlalu banyak berbicara sambil berpikir akhirnya membuat Aya lelah juga, hingga membuat Aya merasa mengantuk. Tapi sebelum Aya benar-benar memejamkan matanya Aya masih sempat mengatakan hal yang diharapkannya di dalam pernikahannya kelak.
"Mas, Aya mau kita juga mulai belajar untuk memiliki satu sama lain. Aya akan berusaha jadi istri yang baik buat mas dan ibu yang baik buat anak-anak kita kelak.” Aya menjeda ucapannya dulu sebelum melanjutkannya lagi.
“Aya juga berharap mas mau jadi suami yang baik buat Aya dan juga jadi ayah yang baik buat anak Aya kelak," kata Aya pelan yang sudah mulai mengantuk.
Lalu, sebelum Aya benar-benar masuk kedalam mimpinya, Aya kembali mengucapkan permintaannya pada Divo lagi.
"Mas boleh nggak cium Aya setiap mau tidur?" tanya Aya dengan mata terpejam.
Sejak dulu Aya mempunyai keinginan untuk melakukan kebiasaan skinship yang bisa mendekatkan dia dengan pasangannya. Divo adalah pasangannya sekarang, jadi wajarkan kalau dia meminta itu pada Divo. Nggak mungkin dia meminta dicium sama Raymon, it’s big nonono. Tidak ada jawaban yang Aya dengar dari mulut Divo, Aya hanya merasakan sesuatu yang hangat menempel dikeningnya. Setelah itu dia mendengar bisikan ditelinganya mengucapkan,
"Selamat malam, mimpi indah,” bisik suara itu.
Sesudahnya, pemilik suara itu semakin menarik dia kedalam pelukan pria itu, setelahnya Divo mengeratkan pelukannya dan ikut masuk kedalam mimpi bersama dengan Aya.