"Itu.. Itu tuh Fin si cewek badan sintal yang sering gue ceritain." Ujar seorang laki - laki dengan penuh semangat sambil menepuk - nepuk bahu sahabatnya dengan kasar.
"Anjing! Itu badan gila, tegang gue Fin." Laki - laki itu mengumpat berulang kali setiap kedua bola matanya menatap seorang perempuan cantik yang berada dimeja duapuluh dua.
Meja itu berada dipojokan dengan dua kursi yang satu kursinya sudah diduduki oleh perempuan itu dan satu kursinya masih kosong. Diatas meja duapuluh dua ada beberapa map berwarna coklat yang tersusun serta laptop yang masih menyala.
"Dadanya gede Fin. Gila betah gue disini." Ucapnya lagi seraya menyambar jus jeruk yang ada diatas meja lalu meminumnya dengan tatapan masih tertuju kearah meja duapuluh dua.
Laki - laki yang sedari tadi diam itu mengedarkan pandangannya ikut merasa penasaran bagaimana sosok wanita yang selalu membuat sahabatnya ini mengumpat kasar berulang kali.
Aditama Dhefin Kafeel laki - laki berusia delapan belas tahun yang hampir memasuki usia sembilan belas itu kembali menatap meja duapuluh dua dengan tatapan seolah menilai.
Perempuan itu, perempuan yang sering Dhefin dengar ceritanya dari Dody tengah duduk dengan tenang nya. Kedua matanya masih terkunci pada layar laptop yang menyala. Sesekali tubuhnya bergerak mencari posisi ternyaman, kedua kakinya saling bertumpu satu sama lain hingga membuat Dhefin juga ikut mengumpat kasar dalam hati.
Ini normal bagi seorang laki - laki, apalagi seusia Dhefin dan Dody yang masih penasaran dengan hal semacam itu. Hanya saja Dhefin tidak terlalu ingin tau dan lebih bersikap biasa saja, namun Dody laki - laki itu memang penghayal yang handal hampir semua wanita yang Dody lihat selalu menjadi bahan hayalannya setiap malam -- Mungkin.
"Lo perhatiin dadanya." Dody menepuk bahu Dhefin dengan kesal.
Kedua bola mata Dhefin mengikuti arah pandang yang Dody maksud. Tubuh yang sintal berbalutkan kemeja putih ketat dengan dua kancing teratas terbuka serta rok pendek yang cukup jelas memperlihatkan kedua kakinya yang jenjang.
"Kenapa?" Tanya Dhefin bingung.
"Gede bego!" Dody memukul lagi lengan Dhefin hingga membuat laki - laki itu semakin bingung.
"m***m lo, Dod!"
"Gimana nggak m***m, lihat tubuhnya sintal belum lagi dadanya, anjing. Pengen gue kelonin tuh cewek."
Dhefin cengo melihat sahabatnya Dody menatap berulang kali dari atas kepala wanita itu hingga kakinya yang berbalutkan sepatu hak tinggi berwarna merah.
"Omongan lo, Dod."
"Ini wajar Fin. Cowok mana yang nggak tegang lihat d**a segede gitu. Belum lagi wajahnya cantik gila.."
"Udah. Ini kita mau makan kan, kenapa jadi bahas dada." Dhefin menaikan sebelah alis tebalnya, menatap Dody yang tengah berdecak kesal karena Dhefin yang enggan untuk membahas wanita dimeja dupuluh dua.
Dody meringis seraya mengunyah makanannya setiap kali kedua mata bulatnya melirik penasaran kearah meja dupuluh dua. Dody berusaha menahan sesuatu yang tengah bergejolak didalam dirinya, jiwa lelakinya seolah tertantang setiap kali tatapannya melihat kedua paha wanita itu yang saling bergesekan satu sama lain.
"Lo kenapa?" Dhefin bertanya dengan mulut yang penuh dengan makanan, kedua matanya melihat dengan jelas wajah Dody yang memelas.
"Gue boleh bawa pulang tuh cewek nggak? Gila gue nggak nahan!" Dody berbicara dengan suara pelannya, berbisik kepada Dhefin dengan wajah memelas.
Dhefin memukul kepala Dody sedikit keras, berusaha menghilangkan otak m***m sahabat gila ini.
"Bego. Sakit!" Pekik Dody.
"Biar lo sadar!" Sahut Dhefin seraya mengangkat bahunya santai.
Dody kembali diam, membuka matanya lebar - lebar agar melihat makanan diatas meja. Sungguh Dody sama sekali tidak bisa mengabaikan pemandangan yang luar biasa indah ini.
Hampir setiap hari Dody selalu mengunjungi Kafe ini hanya demi ingin melihat wanita di meja duapuluh dua itu. Awalnya Dody hanya ingin makan bersama teman - teman kampusnya namun sekali matanya berkelana Ia berhasil menemukan wanita itu.
Maka dari itu sejak Dody melihat Ia selalu berkunjung setiap hari ke Kafe ini dan hari ini Dody mengajak Dhefin sahabatnya untuk sama - sama menikmati pemandangan gratis.
Tapi karena dasar Dhefin jomblo dan masih polos sedikit susah untuk berbicara dengannya apalagi membicarakan masalah - masalah yang berhubungan dengan wanita.
"Dhefin, Dody.."
Dody dan Dhefin saling pandang, lalu keduanya sama - sama menoleh mencari - cari seseorang yang tadi memanggilnya.
"Lola." Ujar Dhefin melihat Lola berdiri tidak jauh dari mejanya.
"Hay."
Wanita itu berteriak dengan suara nyaringnya, melambaikan tangannya kearah dua laki - laki yang saat ini tengah menatap kearahnya.
"Lola? Lo ajak dia Fin? Ko lo ajak dia sih?" Cecar Dody kurang suka bila wanita itu ikut makan siang bersamanya.
"Yakali Dod gue nggak ajak dia. Kita temenan udah dari jaman SD, biasa aja sih."
Dody mengagguk - angukan kepalanya melirik Lola yang baru saja duduk disalah satu kursi yang masih kosong.
"Gue ditinggal!" Lola mencebikan bibirnya pura - pura kesal kepada dua sahabatnya.
"Bocah banget sih Lol." Cibir Dody sementara Dhefin hanya terkekeh pelan melihat keduanya jarang akur.
Lola ini sahabat perempuan satu - satunya yang dekat dengan Dhefin dan Dody. Hanya saja Dody kurang suka dengan Lola karena sikapnya yang manja dan kekanakan.
"Tuh, tuh Fin dia mau pergi!" Dody memukul - mukul mejanya dengan cukup keras hingga membuat Dhefin dan Lola ikut mencari - cari yang di maksud Dody.
"Apa sih Dod." Lola menatap Dody dengan heran, heran melihat tingkah Dody yang berlebihan.
"Gila! Mau janda atau perawan pun rela gue nikahin." Dody bersungut dengan penuh semangat masih melihat perempuan itu dengan wajah - wajah penuh harap.
"Cewek itu?" Tanya Lola yang mendapatkan anggukan dari Dhefin.
"Gila bokongnya remasable banget."
"Bacot lo Dod." Sungut Lola tidak suka Dody mengatakan hal semacam itu.
Lola mencebikan bibirnya lagi, menarik - narik lengan Dody agar laki - laki itu tidak lagi melihat perempuan yang saat ini sudah berjalan keluar Kafe.
"Cewek nggak bener tuh. Nggak usah ditaksir, keliatan banget bekas dipegang sana sini." Crocos Lola dengan wajah sinis, jelas sekali terlihat betapa Lola kurang suka dengan wanita itu.
Dhefin yang semua tengah memainkan ponselnya kini menatap Lola dengan kening mengekerut. Ini nih kebiasaan Lola yang selalu menilai orang berdasarkan apa yang Lola lihat, padahal belum tentu seseorang itu buruk hanya karena penampilan.
"Berisik lo, Lol. Iri yah d**a lo rata, b****g lo juga kempes. Kasihan!" nyinyir Dody.
"Dody bego!" Sungut Lola tidak terima seraya memukuli lengan Dody berulang kali "Lo belum pernah lihat juga sok - sokan nilai!" Lola mencubit lengan Dody sekali membuat laki - laki itu memekik pelan.