9. Asmaraloka

2359 Kata
    Cakra mengerjapkan matanya. Jantungnya berdegup sangat cepat, kini tangan kanannya meraba d**a sebelah kirinya di mana letak jantungnya berdetak. Ia berusaha menetralkan semuanya, perlahan-lahan ia mencapai kesadarannya. Langit-langit warna putih yang khas, bau parfume-nya yang selalu ia cium hampir setiap hari menambhan tingkat kesadarannya.     Ia mengusap wajahnya kasar lalu menghembuskan nafas, “hah, cuman mimpi” Cakra bangun dari tidurnya. Ia meraih botol air mineral di samping kasur lalu meneguknya seperti orang habis maraton. ia kembali termenung, mimpi tadi rasanya sangat nyata.     Melihat dan mendengar pengakuan dari Sean, itu semua rasanya nyata sekali. Tetapi nyatanya Cakra terlalu berharap dan selalu teringat sampai terbawa mimpi. Ia berdecih membayangkan Sean mengaku kalau ia suka padanya, tentu itu merupakan hal konyol tetapi tidak ada salahnya berharap dan berdoa bahwa Sean suatu saat akan seperti itu.     Ponselnya bergetar menandakan adanya pesan baru masuk. Namun Cakra menatap ponselnya tidak minat, ia tebak pasti dari grup KKN atau chat dari Halim. Ia beranjak ke kamar mandi untuk menyegarkan dirinya. Agenda hari ini ia akan berdiam diri di kostan sambil mengerjakan laporan dan beberapa makalahnya.     Setelah mandi ia baru meraih ponselnya menampilkan pop up chat, matanya membelalak saat mendapat 10 chat dari Sean. Pasalnya Sean bukan tipe orang yang akan mengirim chat sebanyak itu kalau tidak terlalu penting. Ia menarik dan membuang nafasnya dalam-dalam lalu membuka isi chat dari Sean. Isi chat dari Sean lebih penting dari semua chat pokoknya.        Seanu       Kak Cakra?     Belum bangun?     Hari ini ada kuliah gak?     Kak?     Kak??     Hello?     Hi?     Beneran penting tau     Kalau kakak hari ini nyantai aku tunggu di kampus jam dua siang ya?     Kalau bisa kabarin aja       Bibir Cakra naik menampilkan sebuah senyuman yang halus, semakin lebar sampai ia hampir berteriak. Meskipun tidak tahu maksud Sean mengajaknya bertemu untuk apa tapi ia merasa amat sangat senang. Ia sesegera mungkin membalas chat dari Sean menyetujui ajakannya lalu dengan sigap ia meraih laptop dan mengerjakan sebagian tugasnya agar bisa berlama-lama dengan Sean nanti. Sungguh luar biasa kekuatan Sean sampai bisa membuat Cakra menjadi mahasiswa yang rajin dalam sekejap.                                                                                               + + +       Sean menarik nafas dan menutup pintu kostannya pelan-pelan. Tadi pagi Cakra menyetujui ajakannya untuk bertemu di kampus namun saat ini Sean pelaku yang membuat janji tersebut malah terserang gugup. Hari ini ia ada mata kuliah perpajakan jadi sebisa mungkin fokusnya pada mata kuliah bukan pada isi pikirannya yang dibayangi wajah Cakra. Sedikit demi sedikit kewarasannya kembali saat bertemu dengan Hana, pikirannya jadi teralihkan dengan mengobrol.     Setelah sampai di kampus Hana duduk berhadapan dengan Sean dengan tatapan meledek, “kenapa?” tanya Sean judes karena ia rasa Hana akan berbicara hal yang ngawur. Terlihat dari sorot matanya. “Sean” Hana tersenyum geli. Sean berdeham sebagai jawaban atas panggilan dari Hana. “gimana kabar mas crush?” Sean terdiam, pipinya memanas.     Sebisa mungkin ia tidak membicarakan hal itu dengan Hana tetapi tetap saja tingkat keingin tahuan gadis itu tidak dapat ditahan. Ia sebenarnya ingin menghindar dari hal berbau Cakra namun gagal, “ciee malu-malu. Kamu beneran suka sama dia kan, Se?” Sean mengibaskan tangannya di depan wajah Hana, “mau tahu banget! Itu urusan aku, urusin aja gebetan kamu sendiri” jawab Sean ketus. Hana cemberut, “kalau gak suka, aku deketin aja boleh gak?” sekejap buku materi perpajakan menghantam lengan Hana, gadis itu menggerutu kesakitan sambil mengusap lengannya, “galak banget kayak simba”.     Sean tidak memerdulikan rengekan Hana, ia hanya fokus pada buku catatannya dan memutar lagu kesukaannya dengan earphone sambil menunggu kedatangan dosen. Dua jam penuh ia berkutat dengan angka-angka itu menghitung uang dari perusahaan ghaib. Kalau saja uang yang ia hitung benar adanya mungkin sudah untung banyak. Begitulah suka duka mahasiswa akuntansi yang seringkali merasa lelah karena jurnal yang dihitung tidak balance. Pantang pulang sebelum balance, prinsipnya.                                                                                             + + +     Setelah jam perkuliahan selesai, Sean mengecek ponselnya dan mendapat pesan terbaru dari Cakra. Cakra memberi tahu bahwa ia sudah berada di kampus dan menunggunya di area gedung fakultasnya. Sean berjalan cepat menginggalkan Hana menuju temoat di mana Cakra berada, ia tidak ingin Cakra menunggu lebih lama.     Benar saja, saat sampai di lantai bawah gedung fakultas ia melihat Cakra yang tengah duduk sambil memainkan ponselnya. Ia jadi ragu untuk menemui Cakra atau putar balik. Namun pilihan kedua bukanlah pilihan yang baik, jahat jika ia benar melakukan pilihan kedua jadi ia memantapkan langkahnya untuk mendekat pada Cakra. Sean menyentuh bahunya, Cakra terperanjat dan berbalik melihat Sean. Keduanya terdiam sejenak karena rasa gugup hinggap di dalam diri mereka, “duduk, Se. Atau mau ngobrol di luar?”.     Sean duduk di hadapan Cakra dengan jemarinya yang saling bertaut seakan berusaha menghilangkan rasa gugup. Ia memejamkan matanya bertujuan untuk mengumpulkan semangat dan keberanian, “ada yang mau dibicarain?” tanya Cakra memerhatikan gerak-gerik Sean yang aneh karena kelihatan tidak begitu nyaman. Apa itu karenanya? Pikir Cakra. “iya kak, sebentar aku ngumpulin kesadaran dulu” Sean membuat gestur stop di depan wajah Cakra yang kelewat penasaran itu. Cakra paham apa yang Sean maksud jadi ia diam dan menunggu Sean siap mengucapkan kata-kata yang telah ia susun.     “kak Cakra msih mau dengerin jawaban aku gak?” Sean meremas jarinya sendiri karena dari sekian banyak kalimat yang ia rangkai namun hanya itu yang keluar. Cakra tersenyum lembut, “tentu, kalau kamu gak mau jawab pun gak apa-apa” ujawab Cakra setengah hati karena jujur ia sangat ingin jawaban dari Sean. “aku pasti jawab, cuman kemarin itu aku bingung bilangnya gimana. Rasanya masih bimbang banget aku takut jawaban aku nyakitin kak Cakra tapi nyatanya aku yang kemakan omongan sendiri” tutur Sean, rasanya sebagian beban yang ia simpan sedikit demi sedikit berkurang.     Cakra terdiam menunggu kalimat selannjutnya dari Sean. Sean mengerti, sepanjang hari ia terbayang kata-kata Cakra di taman, besoknya pun masih terbayang dan terus terngiang di telinganya. Dan Hana bilang kalau perasaan seperti itu, “sayang, aku baru sadar kalau yang aku rasain itu sayang. Hehe?” Sean rasanya akan pingsan di tempat. Seketika wajah gugup Cakra berubah menjadi senyuman yang tak tertahankan, ia tertawa namun rasanya masih kurang. Rasanya seperti mau meledak. Ia berdiri dan melompat menghentakan kakinya di lantai dengan keras.     “haha! Woh! Aaaaaaaah!!!!”     Sean menggelengkan kepalanya melihat tingkah aneh Cakra di depan matanya, ia bingung respon apakah itu? Namun Cakra tidak memikirkan apapun selain meledakkan dirinya sendiri di sana. Lama kelamaan Sean menarik ujung bibirnya, tanpa sadar tangannya menekan aplikasi kamera dan merekam tingkah aneh Cakra yang masih senantiasa berteriak kegirangan tidak jelas. Sean terkikik, “kak?” seruan Sean bagaikan angin lalu.     “kak Cakra!”     Kali ini Cakra tersadar dan terdiam menatap Sean dengan senyumannya yang lebar, “iya sayang?” seketika Cakra merutuki dirinya sendiri memanggil Sean dengan sebutan sayang seenak jidat di depan umum. Sean sendiri mematung seperti anak SMA yang ditembak disaksikan seluruh murid. “ah maaf, se. Kenapa?” ralat Cakra sambil duduk kembali di depan Sean dan meminta maaf pada orang-orang yang berada di sana karena telah melihat tingkah aneh Cakra. Tidak, Cakra tidak merasa malu.     “enggak, cuman mau tanya kakak kenapa?”     Cakra terkekeh, “senang banget dong, sekarang kakak gak perlu galau lagi mikirin perasaan kamu ke kakak gimana. Tapi kamu gak main-mainkan bilang yang barusan?” selidik Cakra. Mata Sean membulat, “enggak, aku jujur. Beneran jujur, kalau gak suka pun aku gak bakal minta kakak ke sini” tutur Sean. Cakra mengerti, “tapi sebentar lagi kakak KKN, kamu jangan nakal! Harus jadi anak baik terus. Nanti kak Cakra bakal pulang nemuin kamu kalau ada waktu senggang. Tunggu aja, ya?” Cakra mengusap kepala Sean sayang. “kalau ada waktu senggang, mendingan kakak gunain buat istirahat aja” balas Sean merasa tidak enak jika Cakra harus ke sana kemari.     Ia menggeleng, “justru dengan bertemu sama kamu energi kakak semakin bertambah. Atau kakak gak usah ikut KKN aja?” Cakra menopang dagunya. Sean membelalak dan menampar bisep Cakra pelan, “mau ngulang memangnya? Kapan lulusnya kalau begitu?” protes Sean. Cakra tertawa geli, tangannya terangkat mencubit pipi Sean gemas, “kan biar wisudanya bareng kamu. Nanti kita seangkatan, mau?” sekali lagi Sean menampar lengan Cakra, kali ini lebih keras membuat sang pemiliknya meringis kesakitan, “enak saja! Harus lulus tahun depan dong!”                                                                                               + + +       Gosip mereka berkencan menyebar, meskipun bukan mahasiswa populer tetapi banyak yang mengenal mereka dengan baik. Keduanya tidak intens bertemu setiap hari karena kesibukan masing-masing namun komunikasi mereka tetap berjalan. Mereka menyempatkan untuk saling bercerita tentang hari-hari yang sulit ataupun senang, kebahagiaan dan kesedihan sekecil apapun mereka bagi bersam. Tak jarang keduanya melakukan deep talk, agar tidak terlalu stres dengan tugas dan kerja terlebih Cakra sangat menjaga Sean. Ia tidak ingin Seannya ada di situasi yang sulit, jadi ia ingin terus memberikan energi positif pada gadis itu.     Besok adalah hari keberangkatan Cakra, jadi hari ini mereka meluangkan waktu untuk berkencan. Cakra sudah berada di parkiran kost Sean dengan menenteng helm putih untuk sang pujaan. Selang satu menit kemudian ia mendengar suara langkah kaki mendekat padanya dengan senyum secerah arunika, cahaya matahri ketika pagi dimulai. Bibir Cakra ikut melengkung tersenyum menyambut Sean. Keduanya melakukan tos, entah sejak kapan itu menjadi kebiasaan mereka setiap bertemu.      “pagi sayang”      Cakra mengusap kepala Sean lembut, “sayang apanya? Dasar kak Cakra” balas Sean menjauhkan tangan Cakra dari puncak kepalanya. Cakra cemberut, “pagi Seanku” tangan Cakra bergerak mencubit gemas pipi Sean yang merah karena polesan blush.     “pagi juga kak Cakra”     Kegiatan mencubit Sean terhenti, “kak Cakra doang” Cakra merajuk membuat Sean merasa gemas, “pagi juga sa? Yang? Hehe” Sean terkikik geli melihat respon Cakra yang tersenyum kegirangan seperti anak kecil yang diberi cutton candy  berukuran besar. Tangan Sean terangkat mengusap kepala Cakra, “mau kemana hari in?i” tanya Sean meraih helm dan memakainya lalu duduk di kursi penumpang. “up to you, babe” balas Cakra sambil menjalankan motornya dengan speed normal.     “mau storberi”     Cakra meraih tangan Sean agar melingkar dipertunya, Sean menurut dan memeluk Cakra meskipun terhalang helm tapi ia suka. “ke kebun stroberi?” tanya Cakra, Sean mengangguk, “mau banget, kak Cakra suka gak?” Cakra menggeleng sebagai jawaban. “kalau gak suka cari tempat lain saja” ujar Sean, Cakra terkikik, “suka dong cantik, kalau sama kamu suka banget. Kalau gak sama kamu gak suka banget” Sean mendengus dan memukul pelan perut Cakra. Meskipun begitu, Cakra tetap tertawa karena Sean sangat menggemaskan ketika digoda seperti itu. Mereka saling melemparkan candaan disepanjang jalan dan keduanya sangat menikmati moment tersebut, sangat berharga.     Sesampainya di sana, mereka menghirup udara segar sampai puas lalu tertawa bersama karena merasa telah melakukan hal konyol. “kak Cakra jangan nafas terus nanti gak seger lagi udaranya” Cakra mengacak rambut Sean yang terkena angin, “enak saja! Mau emang kakak mati sekarang?” mendengar itu membuat Sean refleks memukul perut Cakra. “kalau kak Cakra mati sekarang, aku sama siapa? Sama kak Halim?” wajah Cakra datar, “kalau mau cari gantinya yang bagusan dikit dong. Selera kamu rendahan banget” Sean tertawa mendengar jawaban Cakra.     “memang mau aku cari orang lain buat gantiin kak Cakra?” Cakra tersenyum menampilkan deretan giginya sambil menggelengkan kepala, “hehe, enggak mau. Pokoknya jangan pernah kayak gitu ya?” hobi Cakra sekarang mengusap kepala Sean terlebih saat sedang bertatap muka seperti ini. Sean mengangguk lucu seperti anak anjing, “iya enggak dong. Biasanya cowo yang suka cari cewe sana- sini” ledek Sean. “gak semua cowo ya cantik dan aku bukan salah satu dari mereka kok. You can trust me” ucap Cakra menatap lurus mata Sean. Sean tersenyum, “iya, I trust you. Kakak juga percaya kan sama aku?”. Cakra mengangguk “of course” setelah mengatakan itu Cakra mengecup pipi Sean sekilas. Alhasil Sean memukul badan Cakra sambil mengomel tidak jelas.                                                                                               + + +       Cakra melirik jam tangannya yang menunjukan pukul 08.13 WIB, ia menggigit jarinya gusar. Pasalanya ia tengah menunggu Sean, saat ini ia berdiri di gedung fakultasnya menunggu kedatangan Sean. Teman-temannya sudah memanggil Cakra beberapa kali tapi Cakra meminta ijin untuk menunggunya sedikit lagi sampai Sean datang. Halim datang menyusul Cakra, “belum datang juga?” tanyanya, Cakra menggeleng, “dia gak kenapa-kenapa kan, Hal? Telfonnya gak diangkat” Cakra terlihat sangat gusar membuat Halim ikut panik tapi sebisa mungkin ia tetap tenang.     “tenang, Cak. Berdoa aja dia cuman lupa jalan ke kampus” Cakra menatap tajam Halim, “gak tahu waktu banget” semprot Cakra. Halim merutuki bibirnya yang tidak bisa menahan candaannya itu, “sorry, tenang dulu mungkin dia kelupaan sesuatu?” Cakra menggeleng, “aku susul aja?” Halim menatapnya tajam, “ide buruk. Nanti anak-anak pada ngomel lagi, tunggu aja sambil terus ditelfon. Atau mungkin telfonnya ketinggalan?” ujar Halim memikirkan apa yang sedang terjadi pada Sean.     Cakra menarik rambutnya ke belakang, pasalnya mereka berjanji untuk bertemu dari setengah jam yang lalu namun Sean tidak ada kabar. Terakhir hanya chat bahwa ia sudah berangkat menuju ke sana dan sekarang sama sekali tidak ada kabar, membuat Cakra panik setengah mati. Mata elangnya terus memerhatikan setiap orang yang berlalu lalang namun bukan seseorang yang ia cari.     Kini matanya terbuka lebar, seseorang berlari dari kejauhan sambil melambaikan kedua tangannya. Betapa terkejutnya ia melihat Sean, bajunya kotor dengan noda darah di sekitar lengan baju dan badannya. “kamu kenapa?!” tanya Cakra panik, “sakit?” Cakra menunjuk noda darah di bajunya dan ia memerhatikan setiap inci wajah Sean. Di sana juga terdapat beberapa noda darah. Halim yang melihatpun ikut panik, namun Sean hanya menampilkan senyuman membuat Cakra yang pusing semakin pusing.     Tanpa menunggu lama, Cakra memeluk Sean. Kalau tahu begini mungkin ia akan menyusul Sean. Beberapa pasang mata memerhatikan acara berpelukan Cakra dan Sean membuat Halim merasa malu padahal bukan ia yang melakukannya. Halim melepas keduanya, “tidak tahu tempat” balas Halim sensi membalas ucapan Cakra.     “Tadi di depan gerbang ada kecelakaan. Sebenarnya ngeri sih soalnya aku lihat langsung, tapi karena memang parah aku bantuin orang-orang angkat korban ya jadi ikut kotor. Bau ya?” Sean mengendus bajunya yang kotor. Cakra melepaskan kemejanya, “nih, sana ganti dulu aku tungguin di sini” Sean meraih kemejanya dan beranjak menuju toilet untuk membersihkan dirinya. Sean kembali dengan kemeja hitam kedodoran milik Cakra, ia memasukannya ke dalam Celana agar terlihat lebih nyaman.     “ini bekal buat kak Cakra. Maaf ya kak Cakra jadi nungguin aku, lama” ucap Sean sambil duduk setelah memberikan kotak bekal untuk Cakra. Cakra tersenyum mengusap kepala Sean, “kakak khawatir banget tapi sekarang lega karena kamu gak kenapa-kenapa, kamu gak angkat telfon jadi kakak khawatir banget” ujar Cakra yang kini hanya memakai kaos hitam pendek. Sean tersenyum, “maaf buat khawatir kak Cakra. Aku tadinya gak akan bantu tapi kasihan, jadi gak tega” Cakra tersenyum lembut, “gak apa sayangku, kamu sudah melakukan hal yang benar”.     “aku juga khawatir kok minta maafnya sama Cakra doang?”     “15 menit lagi kakak berangkat” Cakra mengusap kepala Sean, ia mengacuhkan Halim. Suruh siapa duduk diantara orang kasmaran? Sean tersenyum, “iya, jaga kesehatan, kalau lembur ingat istirahat juga. Jaga makannya jangan sembarangan, pulang-pulang harus sehat kayak gini” Cakra membuat gestur hormat, “siap komandan, perintah saya laksanakan!”.     “salah banget memang nimbrung di sini”                                                                         -Never Ending Story-
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN