Bab 6: Mengundurkan Diri

1347 Kata
Grace keluar dari lift di lantai 20, saat tiba dia melihat beberapa pintu dan beberapa orang yang sedang berkutat dengan pekerjaan. Pintu ruangan dan dinding yang terbuat dari kaca membuat Grace bisa melihat mereka sedang sangat sibuk, Grace terus berjalan hingga menemukan beberapa pintu berwarna coklat. "Yang mana ruangannya?" tanyanya lebih ke pada diri sendiri, Grace melihat sebuah meja di depan sebuah ruangan. "Mungkin ini, " gumamnya lagi, Grace melihat papan di pintu bertuliskan CEO "Benar ini, tapi dimana sekertarisnya?" Meja sekertaris kosong entah kemana wanita cantik dan seksii itu pergi. "Apa aku masuk saja ... ." Grace melihat celah di pintu lalu membungkuk untuk mengintip, dan tertegun. Grace melihat Adrian duduk di kursi kebesaran, lengan kemejanya di gulung ke siku dengan kancing kemejanya terbuka setengah, hingga menampilkan d**a bidang yang masih kekar. Grace Berdiri, dan menekan dadanya ... . "Astaga, dia benar- benar hot dan membuatku b*******h, apa dia selalu seperti itu jika di ruangannya," Grace bergumam pelan, hingga hanya dirinya yang mendengar suaranya, tatapan matanya berbinar penuh minat melihat Adrian di depan sana. "Sedang apa kau?" Suara sekertaris mengangetkan Grace hingga dia menegakkan tubuhnya. Grace sudah seperti maling ketahuan, dengan raut wajah yang pucat, bagaimana ini kalau sampai dia tahu Grace mengintip CEO mereka dan berpikiran m***m, pikirannya benar- benar m***m. Sial ... . Grace menunduk dan melihat kotak paket di tangannya "Oh, aku membawakan paket dari resepsionis untuk tuan Adr- maksudku tuan Smith." "Berikan padaku, aku akan berikan pada tuan Smith." Sekertaris mencoba mengambil kotak itu dari tangan Grace namun dengan cepat Grace mengelak dan menjauhkan tangannya. "Biar aku yang memberikannya langsung." sekertaris mengeryit tak suka dengan apa yang di lakukan Grace "Kau bercanda, tidak ada yang bisa sembarang masuk ke dalam." Didalam sana Adrian mengeryit saat mendengar suara keributan, dan beranjak untuk melihat keluar ruangan "Ada apa ini?" Adrian melihat ke arah Grace. "Kau? Sedang apa kau disini?" tanyanya dengan raut wajah yang tak bisa di sembunyikan. "Aku membawa paket untukmu," kata Grace dengan cepat, lalu Grace masuk ke ruangan Adrian tanpa permisi. "Kau." sekertaris akan mencegah namun Adrian mengangkat tangannya. "Biarkan dia, kembalilah bekerja." "Baik tuan." Sekertaris kembali ke mejanya, dan Adrian memasuki ruangan. "Letakan itu dan pergilah!" Adrian berjalan acuh melewati Grace dan duduk kembali di kursinya. "Kau lupa padaku? Atau pura- pura lupa?" setelah pertanyaan itu terlontar, Grace duduk di kursi di depan Adrian, tanpa di persilahkan sama sekali. Adrian menatap datar Grace lalu berkata. "Apa maumu sebenarnya? Mengancamku setelah tahu siapa aku? Dan mendapat keuntungan." Tentu saja Adrian ingat, mana mungkin dia lupa pada gadis yang selama beberapa hari ini menghantui pikirannya. Grace berdecak "Untuk apa aku mengancammu, aku hanya penasaran saat di ranjang kau lembut dan banyak bicara, tapi sekarang kau bersikap seperti tak mengenalku-" "Sepertinya kau salah paham nona, urusan kita waktu itu sudah selesai, kita hanya saling memuaskan dan aku tidak berniat mengulanginya, jadi untuk apa aku bersikap seolah mengenalmu, bukankah lebih dari cukup kau bisa di terima bekerja disini, saat kau sendiri lebih suka bersenang- senang dan mengangkang di depan pria." Grace tertegun, perkataan Adrian menyakitinya, namun Grace menahan dirinya, tatapannya pada Adrian berubah datar "Memang siapa yang berharap mengulanginya lagi ... kau pikir aku kehabisan pria muda." Grace berjalan ke arah Adrian, "Kau memang hebat dan menggairahkan ... ." Grace mencondongkan dirinya, dan menaikan satu kaki di kursi Adrian, hingga Adrian bisa melihat paha mulus Grace. "Tapi kamu sangat sombong," ucapnya dengan datar. Grace menarik kerah kemeja Adrian hingga kini d**a mereka merapat, "Dan aku juga tak pernah meminta di terima di perusahaanmu, kau pikir jika aku tahu ini milikmu aku akan datang. Aku mengundurkan diri!" katanya dengan tegas. Grace mendorong kasar d**a Adrian, lalu pergi dan membanting pintu. Adrian menahan nafas, dan menghembuskannya. "Sial apa aku keterlaluan." Meski wajah Grace sangat datar tapi mata gadis kecil itu memancarkan kesakitan dan kekecewaan. ... Stefani mengeryit melihat Grace sudah pulang, sedangkan ini masih jam kerja "Kau pulang lebih awal?" "Aku berhenti bekerja," ucapnya, Stefani mengeryit saat melihat mata Grace merah, putrinya seperti habis menangis. "Ada masalah di kantormu?" Grace menggeleng "Tidak, aku ingin istirahat dulu Mom." "Kau baik- baik saja kan Honey?" Stefani mengikuti langkah Grace, namun Grace bergeming dan memasuki kamarnya. "Aku ingin sendiri mom, please ... ." Stefani menghela nafasnya, "Oke." sebenarnya Stefani khawatir dengan keadaan Grace, tak biasanya putrinya itu bersedih. Namun melihat kondisi Grace sekarang bukan waktu yang tepat untuk bertanya, jadi Stefani memilih mengalah. "Pria tua b******k! aku memang suka bercinta, tapi aku bukan pel acur, yang menerima bayaran ... hiks ... hiks ... ." Grace menelungkupkan wajahnya di bantal berbaring tengkurap berharap bisa meredam tangisnya, tadi dia juga sudah menangis di dalam taksi saat perjalanan pulang, tapi sekarang dia jadi ingin menangis lagi. Perkataan Adrian begitu menyakitinya, dan yang membuatnya miris adalah ternyata dia menjadi karyawan Smith Corp sebagai bayaran memuaskan CEO nya. "Brengsek." Grace terus menangis hingga kelelahan, dan tak terasa dia tertidur. .... "Kepala ku sakit, apa terlalu banyak menangis semalaman." Esok harinya Grace terbangun dengan kepala yang berat, suaranya pun terdengar serak. Grace berjalan ke arah kamar mandi sambil menggerutu "Aku bahkan tak membersihkan make up ku. Sial, bagaimana jika tumbuh jerawat." Grace menatap wajahnya di cermin, namun yang dia rasakan justru matanya kembali berkaca- kaca. Grace menghela nafasnya "Berhentilah menangis Grace, lupakan pria tua bangka sialan itu!" Usai membersihkan diri Grace turun untuk sarapan, dirasa perutnya juga sudah kelaparan, mungkin karena semalam dia melewatkan makan malamnya. "Pagi Mom, Dad." Grace cium kedua pipi Mom dan Daddynya lalu duduk di sebelah Mommynya. "Kau tidak bekerja?" Meneliti Grace dari atas ke bawah, mata merah dan sembab, dan pakaiannya juga bukan pakaian kerja seperti biasa, ada apa dengan putrinya itu. "Aku sudah berhenti bekerja." Grace berkata acuh. Alex melihat ke arah istrinya, seolah meminta jawaban, namun Stefani hanya mengedikkan bahunya. "Apa masalahnya?" Alex bertanya dengan alis terangkat. "Tidak ada hanya berhenti saja." Alex semakin mengeryit mendengar jawaban acuh Grace. "Lalu apa rencanamu sekarang? tidak mungkin kau menjadi pengangguran bukan?" tanya Alex lagi. "Aku akan menjadi sugar baby saja, tidak perlu lelah, uang ku pasti banyak." Mendengar jawaban enteng Grace membuat Alex membelalakan matanya. Alex tertawa hambar "Kau berencana membuat daddy mati dengan segera." "Daddy sudah tua, wajar jika mati, kenapa menyalahkan aku." Grace masih bicara dengan tatapan tak peduli. "Ish, kau ini ... Baiklah berikan CV mu biar daddy masukkan kau ke divisi lain di kantor, selain itu daddy sudah punya sekertaris yang kompeten untuk apa menggantinya denganmu." Bujuknya. Itu alasan Alex karena sebelumnya Grace ingin menjadi sekertarisnya, sebab itu Alex tak bisa mengabulkannya, dan memasukkannya ke perusahaan tempatnya bekerja, mengerikan jika putrinya sungguhan menjadi seorang Sugar. "Sudah ku bilang aku akan menjadi sugar." lagi pula Grace belum berencana mencari pekerjaan, dia ingin menikmati hari- harinya, dan kalau bisa dia ingin melupakan si tua bangka, sombong itu. "Astaga, kau ini ... ." "Sudah hentikan! Jangan berisik, dan habiskan sarapan kalian." Stefani menggeleng pelan, lagi- lagi mereka berdebat. Drace menatap selai strawbery kesukaannya, yang sudah terpoles cantik di atas rotinya. Namun, dahinya mengeryit saat mencium baunya "Apa ini merk baru Mom?" tanya Grace. Dia menunjuk selai di atas rotinya. "Tidak, itu selai kesukaanmu." Grace kembali mendekatkan roti ke dalam mulutnya, namun aroma itu terasa menyengat menusuk hidungnya hingga rasanya Grace ingin muntah. Grace tak tahan hingga berlari ke arah wastafel dan memuntahkan isi perutnya, yang sebenarnya belum terisi. "Uweekk ... uweekkk ... ." "Ada apa denganmu ... ." Stefani mengikuti Grace dan memijat tengkuknya, agar membuat Grace lebih nyaman. Grace membersihkan mulutnya "Tidak tahu, kenapa aroma selainya berbeda Mom, itu membuatku mual-" "Kau sakit, wajahmu pucat, Honey." Tatapan Stefani berubah khawatir. "Mau Dad antar ke dokter." tanya Alex sambil mengusap rambut Grace, benar memang wajah Grace terlihat pucat. Grace menggeleng "Tidak, aku ingin istirahat saja." Grace berjalan lemah ke arah lantai dua. "Lalu bagaimana sarapannya?" "Aku akan makan roti panggang saja, tanpa selai ... ." Grace berbalik ke arah meja makan mengambil satu slice roti bakar dan membawanya pergi. Melihat tingkah aneh Grace, Stefani dan Alex tentu saja mengeryit heran, mereka saling memandang dengan tatapan penuh tanya. "Ada apa dengannya?" "Entahlah, kemarin saat pulang anak itu juga terlihat murung."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN