Cuddling

2222 Kata
Maya jelas merasakan bagaimana Ibra—lelaki yang menggunakan nama Jaxton ini benar-benar membuainya dalam ciuman. Jemari Maya menelusup ke sela-sela bagian belakang rambut Ibra yang lebat, jemarinya meremas-remas lembut seiring dengan bibir Ibra yang semakin melumatnya dalam. Lengan Ibra secara keseluruhan memeluk diri Maya, menarik Maya kedalam dekapannya sehingga jarak diantara mereka berdua terhapus. Baru berciuman saja, Maya sudah merasa dirinya meledak-ledak, seperti banyak petasan warna-warni diatas kepalanya ketika bibir lembab Ibra menciumbunya secara menuntut. Bibir mereka saling melumat satu sama lain dan mencecap rasa. Ibra kemudian menggigit pelan bibir bawah Maya, membuat Maya mengerang pelan dalam ciumannya dan Ibra memanfaatkan itu untuk menelusupkan lidahnya kedalam mulut Maya. Jantung Maya makin berdebar keras tak karuan, p******a montoknya menekan d**a bidang Ibra dan membuat libido Ibra secara tidak langsung semakin naik. Lidahnya bergulat dengan lidah Maya di dalam sana, lidah Ibra mengabsen tiap deretan gigi Maya, mencium wanita cantik itu lebih dalam dan menuntut hingga keduanya merasa kehabisan napas. Maya sempat merasa kecewa, seperti euphoria-nya ditarik ketika Ibra dengan lembut melepaskan cumbuan diantara keduanya. Napas keduanya terengah, dengan dahi yang saling menempel satu sama lain. Maya yang pertama kali membuka matanya, disusul Ibra yang juga menatapnya. Mereka berdua saling tersenyum sambil mengatur napas satu sama lain. Namun Maya tak menyangka jika kemudian Ibra kembali mengecup bibirnya. Hanya kecupan sekilas sayangnya, padahal Maya ingin yang lebih dari sebuah kecupan singkat. Sial, hal itu membuat wajah Maya terasa panas karena dia seolah menjadi wanita yang haus akan s*x dalam semalam. Ibra menjauhkan wajahnya dari wajah Maya, kemudian mengernyit. “Kamu kenapa? Kok wajahnya merah gitu?” “Hah?” Maya tidak paham. Ibra lalu menempelkan telapak tangannya di dahi Maya. “Wajah kamu memerah.” Entahlah, Maya sudah masa bodoh dengan pipinya yang semakin merona karena perlakuan Ibra. Ia hanya bisa menggigit bibir dan menunduk malu. “Aku nggakpapa.” Gumam Maya. Ibra tertawa kecil, gemas sendiri melihat kelakuan Maya. Ibra kemudian tanpa canggung menggenggam tangan Maya dan mengajaknya masuk ke pantry. “Minum dulu.” Ibra mengangsurkan gelas kaca dihadapan Maya. “Maaf.” “Kenapa harus minta maaf?” Tanya Maya heran. “Karena begitu kamu datang, aku langsung cium kamu.” Maya menghela napas pelan, benar-benar menghalau detak jantungnya yang terus berlarian begitu cepatnya. “Karena kamu terlalu memukau.” Puji Ibra kemudian. “Ibra—” Ibra sontak tersenyum, tiba-tiba mendekatkan wajahnya begitu dekat ke wajah Maya hingga napas Maya berhenti sepersekian detik. “Ke-kenapa?” tanya Maya salah tingkah, ia lalu menatap kearah lain. “A-ada yang salah dengan wajah aku?” Ibra menggelengkan kepalanya, masih tersenyum. “Aku suka ketika kamu memanggil namaku.” Maya mati-matian menahan senyumannya. Padahal hal itu biasa saja, namun Ibra membuatnya terasa istimewa. Ketika Maya balas menatap wajah Ibra, ia seperti melihat sebuah senyuman yang membuat Maya sedikit heran, senyuman Ibra membuat Maya penasaran. “Mau minum apa, Miss Sun?” Tanya Ibra sambil menjauhkan wajahnya. “Air mineral atau juice?” “Kamu punya wine?” Ibra yang sedang membuka lemari pendingin sontak langsung kembali memutar tubuhnya, menatap Maya dengan tatapan geli. “Aku kira kita tidak akan mabuk malam ini.” Jawab Ibra. “Karena kita akan melakukan s*x?” Tanya Maya lagi dan Ibra hanya tersenyum kecil. “Ini kali pertamaku…” Maya teringat bahwa ia tidak ingin mengaku dengan Ibra bahwa ini adalah kali pertamanya melakukan s*x. Maya lalu berdeham untuk menghalau kebohongannya. “Kali pertamaku bercinta dengan orang asing. Maksudku, selama ini aku selalu mau melakukan s*x dengan kekasihku. Jadi, aku mungkin butuh wine untuk sedikit bersantai.” “I see.” Ibra lalu mengambil ponselnya, mengetikkan sesuatu disana. “Pelayanku akan mengambilkan wine terenak.” Maya hanya menganggukkan kepalanya, ia mengulum bibirnya, menatap keseluruhan design villa Ibra. “Biar aku tebak, ini villa milikmu sendiri?” Ibra menggaruk pelipisnya. “Bukannya terlalu jauh untuk bertanya macam-macam. Kita ada disini cuma untuk melakukan one night stand.” “Oh?” Maya terlihat terkejut. “Maaf, aku—” Namun Ibra sontak tergelak, tangannya menyentuh punggung tangan Maya. “Santai aja, Sunny. Gimana kalau kita bikin kesepakatan.” “Kesepakatan apa?” “Aku akan menjawab pertanyaan-pertanyaan pribadi dari kamu, asalkan…” Ibra menggantung kalimatnya, ia menyampirkan beberapa helaian rambut Maya kebelakang telinganya. “Beritahu aku namamu.” Maya sontak tergelak. “Semudah itu? Aku kira apa.” Maya lalu tersenyum manis. “Namaku Kaia Maya.” “Pasti nama yang bagus. Nggak ada kan orangtua yang ngasih nama anaknya dengan arti nama yang jelek? Bahkan nama Joko sekalipun, artinya juga bagus.” Maya tertawa lagi, Ibra ini merupakan lelaki yang menyenangkan jika diajak berbicara dan terlihat mudah akrab. Tak lama kemudian, pelayan mengantarkan wine dan camilan untuk mereka berdua, lalu menuangkan wine juga. Maya kemudian menyesap wine miliknya, menikmati rasa manis yang sedikit keras begitu sampai di kerongkongannya. Maya lalu menatap Ibra yang sedang memakan crakers dengan olesan keju. Ibra adalah sosok lelaki yang tampan dengan wajah keturunan timur tengah, namun tidak terlalu timur tengah juga, seperti ada campuran barat dalam wajahnya, muda, dengan tubuh atletis, ramah dan juga terlihat mapan. “Lelaki seperti kamu, sepertinya tidak susah untuk mencari pasangan bercinta. Tapi kenapa harus melalui aplikasi s*x Time?” Pertanyaan Maya sontak membuat Ibra mengernyit geli. “Dan bertemu wanita yang biasa saja sepertiku.” “Biasa saja bagaimana? You’re such a gergous woman, Kaia Maya.” Maya tertawa kecil mendengar pujian Ibra. Lihat, wine dapat membuatnya sedikit santai. “Kamu belum jawab pertanyaanku, Ibra.” “Aku jarang bercinta dengan sembarang wanita.” “Tapi pasti banyak.” “Tidak lebih dari lima.” Jawaban Ibra sontak membuat Maya menatapnya tajam, membuat Ibra tergelak. “Aku serius, Maya.” Maya akhirnya hanya mengangguk-angguk saja. “Kenapa?” “Aku terlalu sibuk dengan duniaku, dengan pekerjaanku.” Tentu saja Ibra tidak sepenuhnya berbohong. Pekerjaannya membuat Ibra sulit mempunyai waktu untuk berkencan dan Ibra jelas tidak mengungkapkan alasan yang sebenarnya pada Maya, karena takut membuat Maya yang sebagai kaum perempuan akan merasa tersinggung. Alasan Ibra tidak ingin terlalu sering melakukan one night stand dengan wanita karena menurut Ibra, wanita adalah makhluk yang ribet dan rumit. Ibra juga takut akan mencintai wanita yang hanya memanfaatkan kekayaannya saja seperti wanita-wanita yang lain. Karena Ibra terkadang selalu bercinta menggunakan perasaan. Ibra adalah lelaki yang mudah terbawa perasaan. Entah nanti sehabis bercinta dengan Maya, apakah Ibra akan jatuh cinta pada Maya secepat itu? Lamunan Ibra membuatnya tak sadar bahwa Maya selalu menuangkan wine ke gelasnya dan terus meneguknya. Hingga kini Maya sudah terlihat sedikit mabuk, namun terus menuangkan wine ke gelasnya itu. “May, sudah cukup, May.” Cegah Ibra sambil menahan lengan Maya. “Kenapa, sih?!” Tanya Maya sedikit emosi. Ibra menghela napas, kemudian dengan perlahan mengambil gelas dan botol wine dari genggaman tangan Maya. Ibra lalu mendekati Maya, menurunkan Maya dari kursi bar dan memeluk pinggang Maya. “Karena aku enggak mau kamu mabuk saat kita bercinta nanti.” Ibra menatap Maya dengan hangat, lalu tanpa disangka lelaki itu menunduk dan mengecup ujung bibir Maya. “Kamu begitu menarik, May.” Maya hanya bisa mengerjapkan matanya beberapa kali. Kesadaran seolah langsung menyerbunya begitu saja saat Ibra mengecup ujung bibirnya. Maya langsung mendorong pelan d**a Ibra dan berdeham untuk menetralisir debaran jantungnya. “Daripada kamu mabuk dan pingsan, gimana kalau kita keliling dan lihat-lihat villa ini?” Tawar Ibra. Maya sontak kembali menyipitkan matanya. “Benar, kan?! Villa ini punya kamu!” Ibra tertawa lagi, kemudian menggenggam tangan Maya dan menarik Maya memasuki ruang tengah. “Iya, May. Villa ini punya aku.” Maya sontak berdecak melihat ruang tengah villa ini. Lantai villa ruang tengah hanyalah usapan semen, namun dengan dinding-dinding bambu dan kayu-kayu jati di berbagai furniture-nya. Bahkan ada air mancur di area ruang tengah. “Ayo, May. Masih banyak yang harus kamu lihat.” Ucap Ibra yang kembali menggenggam tangan Maya dan mengajaknya menaiki lift kaca untuk naik ke lantai dua. Maya menurut saja, melihat villa milik Ibra yang begitu tertata, artistik, serta jelas tak jauh dari kesan mewah. Hingga akhirnya Ibra membukakan pintu kamarnya. Maya melangkah masuk, ke kamar Ibra untuk pertama kalinya. Takjub dengan seluruh dinding kaca yang mengelilingi kamar ini. Maya kemudian menatap kasur berukurang king size dengan kelambu yang diikat di setiap ujungnya. “Kamar romantis seperti ini, cuma kamu yang menidurinya?” tanya Maya menggoda. Ibra langsung melirik Maya. “Kalau aku sedang liburan ke Bali. Aku kan nggak terus-terusan di sini. Pekerjaanku menuntut aku harus pergi terus.” “Keluar kota?” “Dan keluar negeri.” Tambah Ibra. Maya langsung mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Ia tahu bahwa Ibra tidak mau ditanya lebih lanjut, jadi Maya memutuskan mengganti fokusnya ke balkon yang ada di kamar Ibra. “Wahh!” Maya berdecak kagum melihat pemandangan balkon kamar Ibra. Pasalnya, balkon kamar Ibra dikelilingi oleh pepohonan rindang. Dari atas sini, Maya dapat mendengar gemericik air sungai yang ada dibawah balkon kamar Ibra. Jelas hal ini merupakan pemandangan langka bagi Maya yang hanya tinggal di kamar apartemen yang bahkan balkonnya menghadap ke gedung apartemen yang lain. Di balkon kamar Ibra ini juga terdapat jacuzzi. “Kenapa?” Ibra berdiri dibelakang tubuh Maya, mengusap kedua bahu wanita itu. “Mau berendam bersamaku?” Ibra kemudian melangkah menghadap Maya dan melepas satu persatu kancing kemejanya. Namun ketika Ibra hendak melepaskan kemejanya, Maya menahan gerakannya dengan memegang kedua bahu Ibra sambil menatap tepat ke mata Ibra. Maya kemudian tersenyum sambil melangkah mendekat. “Aku sudah berendam terlalu lama di hotel. Bagaimana kalau kita melakukan hal lain selain berendam?” Jantung Ibra berdegup kencang, jakunnya bergerak naik turun menelan salivanya ketika Maya makin mendekatkan tubuh kearahnya dan membusungkan payudaranya mendekati d**a bidang Ibra. Ibra jadi dapat melihat dengan jelas belahan d**a Maya, membuat Ibra tidak sabar ingin menggenggam dan meremas p******a Maya yang indah itu. Tangan Maya bergerak menanggalkan kemeja dari tubuh Ibra. Kini, Maya dapat melihat tubuh atletis Ibra dan telapak tangannya bergerak mulai dari mengusap bahu Ibra, mengusap lengan berotot Ibra, d**a bidangnya, hingga usapan jemari lentiknya berhenti di perut six-pack Ibra yang menggoda. “Tidak mau bergerak semakin turun lagi?” tanya Ibra menggoda dengan suara beratnya. Maya mengulum bibirnya. Ia tidak ingin terlihat seperti wanita polos dihadapan Ibra, maka dari itu, dengan jantung yang berdegup begitu kerasnya, Maya mengusap tonjolan diantara kedua paha Ibra dan meremasnya sensual. “Ah!” Ibra menyentakkan kepalanya kebelakang, jemarinya menggenggam ujung meja kerjanya ketika jemari lentik Maya mengusap kejantanan di balik celana jeansnya dengan gerakan naik turun. Merasa gerakan tangan Maya di kejantanannya sedikit pasif, tangan Ibra kemudian membimbing tangan Maya. Menggerakan tangan Maya untuk mengusap sambil sedikit menekan kejantanannya, lalu mengusap dengan gerakan memutar dan terakhir sambil sedikit meremas-remas kejantanan Ibra. “Ahh, May!” Ibra memejamkan matanya, menikmati remasan tangan Maya pada kejantanannya yang perlahan mulai bereaksi. Maya yang baru pertama kali menyentuh dan meremas-remas kejantanan seorang pria sontak meneguk salivanya, namun juga senang ketika merasakan kejantanan Ibra berkedut di dalam sana dan menegang karena sentuhannya yang mengundang. Maya kemudian berinisiatif untuk mengecupi tengkuk Ibra. Tangan Ibra tak tinggal diam, tangannya juga memeluk Maya dan mengusap p****t Maya serta meremas-remasnya gemas. Hingga kemudian Ibra menundukkan kepalanya, meraup kembali bibir ranum Maya dalam ciumannya. Mencium bibir Maya dengan keras dan menuntut, seakan Ibra benar-benar haus dengan ciuman Maya dan tidak ingin kehilangan wanita itu barang untuk sedetikpun. Maya tidak sadar bahwa ciuman Ibra perlahan-lahan mendorong langkah Maya mundur hingga dirinya terbaring pasrah di kasur Ibra yang begitu lembuat. Ibra mendorong tubuh Maya sehingga semakin nyaman berbaring di kasur. Kecupan bibir Ibra dari bibirnya turun ke dagunya, kemudian ke lehernya. Ibra mengecupi tengkuknya dengan sensual, menggigit kecil hingga membuat napas Maya tersenggal, menjilatnya dan kemudian menghisapnya. Ibra melakukan hal itu bukan hanya di tengkuk saja, namun juga di belahan d**a Maya. Kecupannya terus turun hingga ke kaki jenjang maya yang begitu mulus. Kecupan Ibra di tubuhnya seolah mengatakan bahwa Ibra menghargai diri dan tubuh Maya yang indah. Ibra lalu sedikit menegakkan tubuhnya saat tangannya membantu melepaskan high heels Maya. Lagi, Ibra kembali mengecupi kulit kaki Maya dan tangannya terus naik membelai pahanya, lalu menyentuh ujung dress Maya. “Mau melepaskan ini untukku?” tanya Ibra yang dirasa Maya cukup sopan untuk meminta ijin kepada partner one night stand-nya. Maya mengangguk malu-malu, membuat Ibra tersenyum dan mengangkat dress Maya hingga terlepas dari tubuh Maya. Maya kini setengah berbaring, mengganjalkan kepalanya pada bantal, membuat Ibra menatap kagum melihat tubuh indah Maya yang terbalut lingerie pemberiannya. Ibra dapat melihat kulit cerah Maya yang bersih, tubuh indah bak gitar spanyol dan wajah cantiknya. Kejantanan Ibra sampai kembali berkedut, tak sabar melihat tubuh polos Maya dihadapannya tanpa sehelai kain pun yang menutupi. “Kamu sangat cantik, May.” Puji Ibra yang membuat Maya hanya dapat tersipu malu. Ibra kemudian kembali mencium bibir Maya, namun tangannya bergerilya mengusap seluruh tubuh molek Maya. Telapak tangannya berhenti di p******a Maya yang terasa melebihi genggamannya, begitu lembut dan menggoda. Ibra tanpa ragu meremas-remas p******a Maya yang terasa kenyal dan menggemaskan. Jari telunjuk dan jari tengah Ibra menjepit p****g p******a Maya dan menariknya pelan, merangsang Maya sampai membuat wanita itu mendesah. Usapan Ibra terus turun hingga akhirnya menyentuh kewanitaan Maya yang dibalut kain transparan yang tipis dari lingerie yang dipakainya. Ibra mengusap dengan sensual, merasakan kewanitaan Maya basah dan berkedut. “You’re so wet, Maya.” Ucap Ibra. Ibra kemudian memegang kedua pergelakangan kaki Maya, membuka lebar kaki Maya hingga ia tersentak dan menekuk kaki Maya. Jelas pipi Maya bersemu merah karena ia tak menyangka bahwa akan memamerkan kewanitaannya dan tubuhnya dihadapan pria yang bahkan belum dikenalnya selama kurang dari dua puluh empat jam. Dan tanpa disangka-sangka, Ibra menundukkan kepalanya diantara kedua kaki Maya, menjilat kewanitaan Maya yang basah karena rangsan Ibra dibalik kain transparan yang menutupi. Dengan bergantian, Ibra kadang mengusap sensual dan menjilat bibir kewanitaannya. Kini ganti Maya yang dibuat tersentak oleh kenikmatan dari lidah Ibra dan mulai mendesah pelan. Sampai Ibra kemudian menurunkan celana dalam Maya, ia dapat melihat kewanitaan Maya yang bersih tanpa bulu dan memerah dihadapannya. Kedua kaki Maya sedikit menutup, malu karena memperlihatkan dengan jelas bibir kewanitaannya ke seorang pria, namun Ibra menahannya. “Kenapa, Maya? Malu?” Tanya Ibra dengan lembut dan Maya mengangguk. “Santai saja. Aku dan kamu akan saling memberi kenikmatan.” Tanpa tunggu panjang, lidah Ibra langsung menjilat k******s Maya dengan rakus. Lidahnya bergerak naik turun, bergerak memutar dan menusuk-nusuk k******s Maya, membuat Maya menggelinjang dan mendesah tak tertahan. “Ouhh, Ibraaa, ahh!” Maya tak bisa menahan desahannya, rasanya ingin meledak saat Ibra menjilati klitornya dengan begitu nikmat dan sensual. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN