Menemukan Aliansi

1445 Kata
Alexander Harper Point of View "Jean..." panggilku saat SUV yang kami kendarai baru saja berhenti di lampu merah pertama. Aku menoleh menatap gadis itu sebelum menambahkan, "Aku ingin bertanya sesuatu padamu." Jean meletakkan iPad di atas pangkuan, mengangkat sebelah bahu, dan menelengkan kepala. "Apa yang ingin kau tanyakan?" Aku berdehem pelan. "Hmm apakah sikap Jace memang seperti itu?" tanyaku. Aku penasaran apakah sikap Jace itu memang berlaku hanya untukku saja atau mungkin juga berlaku untuk orang lain.  Dari cara Jean tersenyum sebelum terkekeh pelan. Aku tahu gadis itu sepertinya paham apa yang sedang kubicarakan. "Jace memang seperti itu jika bertemu dengan orang yang baru dikenalnya. Caranya berbicara ketus, caranya menatap sangat mengintimidasi bagi beberapa orang. Pada intinya dia menganggap semua orang itu adalah makhluk dari planet lain yang berusaha menginvasi hidupnya." jelasnya sembari membayangkan kakak perempuannya itu. Aku mengerutkan kening samar. "Dia menganggapku sebagai alien?" tanyaku masih tidak mengerti. Meskipun kalau dipikir dua kali, kata 'invasi' sebenarnya sangat mendeskripsikan apa yang sedang kulakukan terhadap Jace. Tapi aku masih merasa apa yang kulakukan bukanlah kesalahan mengingat aku memiliki hak untuk tertarik dengan lawan jenis bukan? Aku ingin mengenal wanita itu lebih jauh. Apakah itu suatu kesalahan? Jean tertawa sambil menggelengkan kepala. "Tidak. Itu hanya perumpamaan yang kubuat. Jace bersikap seperti itu hanya untuk melindungi dirinya sendiri dari orang-orang yang berusaha mulukainya. Kau tahu, bisnis itu kejam. Hanya saja, tanpa sadar caranya melindungi diri jadi terbawa menjadi kebiasaan." "Masuk akal..." gumamku. Memikirkan fakta bahwa Jace memang terlahir dari keluarga sangat berada dan menjadi seorang pembisnis tentu membuatnya ditarik ke dalam lingkungan yang menyeramkan. Banyak orang disekitarnya yang mungkin berusaha menjatuhkan wanita itu. Sebenarnya tidak jauh berbeda denganku. "Kau harus mengenalnya lebih agar dapat melihat bagaimana sifat aslinya di balik bongkahan es itu. Dia benar-benar wanita yang luar biasa, penuh perhatian, dan penyayang." tambah Jean dengan nada antusias. "Benarkah?" Mendengar bagaimana Jean mendeskripsikan Jace dengan baik membuatku semakin ingin mengenal wanita itu. Aku juga merasa lega mengetahui bahwa sikapnya yang dapat dikatakan kurang ramah itu bukan hanya ditujukan untuk aku seorang. Tanpa sadar aku mengulum senyum di bibir ku. "Kalau kau mau, aku bisa membantumu." Aku mengerutkan kening samar mendengar perkataan Jean. Aku tidak mengerti apa maksud gadis itu. "Membantuku?" tanyaku. "Membantuku apa?" Jean tersenyum penuh arti. Ia menaik turunkan kedua alisnya beberapa kali. "Jangan kau pikir aku tidak tahu. Aku tahu kau tertarik dengan Jace. Kau ingin mengenalnya bahkan jauh sebelum aku menawarkan diri untuk membantumu baru saja. Mungkin dari pertama kali kalian bertemu di Wyatt?"  Aku mendengus pelan sebelum menelengkan kepala. "Apakah kau seorang cenayang?" "Aku bukan cenayang. Hanya saja semuanya sangat ketara. Bahkan rasanya aku dapat melihat ketertarikanmu dengan Jace sejak awal. Seolah semuanya terukir di keningmu." jawabnya sambil menahan senyum sebelum membuat gerakan dengan telunjuknya mengintari bagian keningku. Aku memutar tubuhku dan mengangkat sebelah kakiku naik ke atas kursi agar dapat saling berhadapan ketika Jean juga melakukan hal yang sama. Kemudian aku terdiam beberapa saat untuk berpikir sambil memicingkan mata. Kalau Jean sudah menawarkan diri ingin membantuku, itu artinya secara tidak langsung gadis itu memberikan restunya untukku bukan? Kedua, itu artinya Jace sedang tidak menjalin hubungan kekasih dengan pria manapun. "Baiklah. Kau boleh membantuku." kataku singkat, padat, dan sangat jelas. "Kau mau?" tanya Jean dengan nada terkejut.  "Ya. Aku mau.", Jean yang mendengarnya sontak menegakkan tubuh. Ia menatapku dengan mata berbinar sambil bertepuk tangan dan tersenyum lebar. Sangat lebar. Hingga membuatku mulai berpikir jika keluarga Graves sepertinya memiliki dua putri yang sangat unik. Disaat semua kaum hawa mengenalku, Jace sepertinya tidak ingin mengenalku sehingga membuatku harus bekerja dua kali lebih keras hanya untuk mendapatkan sebuah nama. Bahkan jika Benedict yang saat ini mendengarkan hasil rekamanku melalui air pods mendengar perbincangan kami berdua, aku yakin pria itu akan langsung terbahak mengingat ini pertama kalinya aku kesulitan berhadapan dengan seorang wanita. Kemudian, untuk Jean sendiri. Disaat semua gadis seusianya bermimpi untuk menjadi kekasihku. Gadis itu malah memiliki keinginan untuk menjodohkanku dengan kakak perempuannya. "Oh aku jadi sangat tidak sabar ingin melihat kalian berdua bersama sebagai sepasang kekasih. Kemudian aku akan memamerkanmu ke semua temanku jika Alexander Harper adalah kakak iparku nantinya." Aku hanya bisa menggelengkan kepala sambil mendengus geli sebelum mengembalikan posisi dudukku menghadap depan. Aku membuang pandangan keluar jendela sambil mulai membayangkan perkataan Jean dalam benakku. ... Jace Graves Point of View Aku berjalan kesana kemari di teras depan mansion untuk menunggu Jean pulang. Gadis itu terakhir mengirim pesan pukul sepuluh malam lewat dua puluh menit dan mengatakan jika aku tidak perlu mengirim supir untuk menjemputnya karena ia sudah dalam perjalanan kembali. Namun selama hampir satu jam lamanya, gadis itu tidak kunjung datang hingga membuatku mulai cemas. Inilah mengapa sejak awal aku tidak menyetujui rencananya untuk pergi bersama pria menyebalkan itu meskipun sebatas membicarakan pekerjaan.  Saat itu kulihat sebuah SUV hitam masuk kedalam pekarangan, melaju dalam kecepatan rendah mengitari air mancur sebelum memasuki drive way dan berhenti. Aku menghela napas panjang setelah menyadari jika mobil itu merupakan salah satu mobil yang biasanya digunakan supir untuk mengantar jemput orang tuaku. Aku langsung berlari kecil menuruni tangga sambil menyapa ayahku yang baru saja turun. "Hai pa." "Hai sayang." balas ayahku saat aku sudah berdiri di sisinya. "Ini sudah malam. Apa yang kau lakukan di luar?" tambahnya bertanya sambil memberikan tas kulit hitam kerjanya kepada pelayan yang baru menghampiri sebelum merangkul bahuku dan berjalan bersama menaiki tangga teras.  "Aku menunggu Jean pulang." "Oh anak itu belum pulang? Tumben sekali. Tidak biasanya dia pulang melebihi jam sembilan malam."  "Jean menjadi bagian dari tim pengurus acara perayaan ulang tahun perusahaan tahun ini. Jadi, sekarang ia sedang bertemu dengan para bintang tamu untuk membicarakan masalah perayaan tersebut." jelasku singkat. Padahal dalam hati aku sendiri tidak yakihn apakah adikku itu benar-benar membicarakan pekerjaan dengan pria itu atau tidak. Hanya mereka yang tahu. "Kalau begitu tunggu saja di dalam. Udara malam tidak baik untuk siapapun." kata ayahku dengan nada khawatir sambil mengusap punggungku. Aku berhenti melangkah tepat di depan pintu dan menggeleng kecil. "Sebentar lagi. Sepuluh menit. Kalau Jean belum datang aku akan masuk kedalam." kataku berjanji. "Kalau begitu..." ayahku langsung melepaskan mantel hangat yang dikenakannya. Kemudian disampirkannya mantel itu di kedua bahuku dan menariknya hingga menutup seluruh tubuhku. "Pakailah ini. Jangan sampai kau sakit nantinya." "Terima kasih, pa." balasku dengan nada tulus. Ayahku mengangguk kecil. Ia menarik kepalaku dan mengecup keningku. "Kalau begitu, papa masuk dulu." katanya sambil lalu. Aku hanya tersenyum sembari melambaikan tangan hingga ayahku masuk kedalam mansion. Saat pintu tertutup, aku melipat tangan di depan d**a sekaligus memegang mantel bagian dalam agar tidak terjatuh sebelum kembali melangkah kesana kemari untuk menunggu Jean. Beruntung tidak sampai sepuluh menit, seperti waktu yang kujanjikan pada ayahku untuk masuk kedalam telah habis, kulihat sebuah BMW I8 biru memasuki pekarangan. Aku yakin kali ini mobil itu adalah mobil milik pria bernama Alexander Harper itu mengingat tidak ada seorang-pun di dalam keluarga ini yang memiliki mobil jenis sport.  Perlahan aku menuruni anak tangga, menghampiri mereka berdua setelah pria itu membukakan Jean pintu, dan membantu gadis itu turun dari dalam mobil. Dengan tatapan tajam aku menatap pria itu saat kami sudah saling berhadapan. "Jean masuklah kedalam." perintahku langsung. "Good luck. You need that." Aku melirik Jean yang baru saja setengah berbisik pada pria dihadapanku ini sebelum berlalu. Sementara pria itu melambaikan tangannya sambil tersenyum lebar hingga Jean masuk kedalam mansion. Kemudian ia memasukkan kedua tangannya di saku celana jins hitam yang dikenakannya tanpa memudarkan lengkungan keatas di bibirnya itu saat mengalihkan pandangan ke padaku. "Sudah kukatakan bukan? Jean baik-baik saja bersamaku. Aku ini pria baik." katanya dengan nada sombong. Aku mendengus pelan. "Kalau kau memang pria baik. Kau seharusnya paham pukul berapa harus mengantar Jean pulang. Kau melewati jam malam." "Perasaan... kau tidak menyebutkan apapun mengenai jam malam padaku sore tadi." balasnya tidak mau kalah. "Lagi pula ini Amerika. Jean sudah punya cukup umur untuk pergi dengan bebas tanpa ada jam malam." "Ya kau benar. Ini memang Amerika. Tapi kau lupa kalau di mansion ini punya aturan tersendiri." Kalau saja dalam sehari ini semua peraturan di dunia dihilangkan. Sudah dipastikan orang pertama yang akan ku ikat dan ku lempar ke kandang singa di kebun binatang adalah pria dihadapan ku ini. "Sebaiknya kau masuk kedalam mobil dan pergilah dari sini sebelum aku berubah menjadi malaikat mautmu." Pria itu terkekeh geli sambil menggelengkan kepalanya kecil. "Baiklah, aku akan pulang. Sampai jumpa." ia melangkah mundur sebelum berlalu  dan mengitari mobil. Namun, sebelum pria itu masuk kedalam. Ia mengedipkan sebelah matanya dan mengatakan, "Jangan lupa mimpikan aku malam ini." Aku tidak mengeluarkan sepatah kata pun dan hanya menggelengkan kepala tidak percaya kenapa bisa aku bertemu pria seperti itu. Menyebalkan, terlalu percaya diri, dan iblis. "Oh tuhan..." desahku frustasi sebelum masuk kedalam mansion tanpa menunggu mobil pria itu meninggalkan tempat. ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN