bc

BORN WITHOUT A HEART

book_age18+
23
IKUTI
1K
BACA
HE
curse
arrogant
stepfather
tragedy
bxg
musclebear
love at the first sight
like
intro-logo
Uraian

Arthea Maharani tak menyangka tekadnya ingin bertemu dengan kekasihnya di Macau barakhir menjadi malapetaka. Hubungan yang cukup lama lima tahun pun kandas akan penghianatan Kevan yang berselingkuh dengan wanita bernama Honey sampai wanita itu mengaku hamil.

Belum sembuh luka di hati Arteha pada Kevan, masalah Arthea pun kian berdatangan. Dari Honey menculiknya dan bersekongkol dengan Micheal Thang untuk menghancurkan Kevan dengan cara meminta uang tebusan pada Kevan. Honey mendapatkan uang tebusan dari Kevan sedangkan Micheal Thang mendapatkan Arthea untuk di jadikan istri ke sepuluhnya hingga pada akhirnya Aretha

berakhir terdampar bersama dengan seorang monster yang mengerikan yang terlahir tanpa hati bernama Alfred Xaveir D Stone

“Sekalipun kau seorang Angel. Kau tidak bisa merubahku. Aku seorang monster yang mengerikan. Aku kejam dan tak punya belas kasih! Membunuh orang, sudah menjadi bagian dari hidupku. I BORN WITHOUT A HEART! So. Jangan pernah bermimpi aku akan melunak padamu sekalipun kau seorang Angel!"

Bagaimana kisah Aretha bersama dengan monster seperti Alfred Xavier D Stone? Simak terus yuk putra tunggal Alverno William Stone.

chap-preview
Pratinjau gratis
Go Macau
Jakarta, September 2015. “Apa kau gila mau menyusul Kevan ke Macau?” “Aku tidak gila, Disa!” Hardik Thea cepat. Sebenarnya Thea lelah. Sejak tadi siang Thea memberitahukan kalau besok dia akan ke Macau, Disa langsung mengomel sampai sekarang mulut Disa masih berbusa tidak mengizinikannya pergi. Thea menghentikan kedua tangannya yang mengemas pakaian ke dalam koper lalu bangun dan menghampiri sahabat baiknya itu. “Aku nggak setuju kamu nyusul Kevan ke Macau, Thea!” seru Disa kembali. Demi apapun Disa nggak setuju kalau Thea harus menyusul pria berengsek seperti Kevan sekalipun mereka sudah lima tahun berpacaran dengan sahabatnya. “Disa,” lirih Thea dengan ekspresi sedih. Thea sedih kalau Disa terus seperti ini, berpikir negative pada Kevan. “Jangan seperti ini,” ucap Thea lembut. Meski sejak tadi sahabatnya terus emosi, semoga pelukan ini membuat Disa tenang. “Aku ke Macau sebentar kok. Cuma seminggu itu juga aku pergi sama Dante,” tunjuk Thea pada pria yang sejak tadi rebahan di sofa panjang sibuk dengan games nya. “Tapi kenapa harus kamu yang kesana Thea? Kenapa nggak si b******k itu saja yang datang ke sini,” protes Disa lagi. Dante mendengus jengah mendengarkan perkataan Disa yang nggak kunjung selesai. ‘Kakaknya Thea bukan, bibinya Thea bukan. Ibunya Thea bukan tapi mendengarkan Thea mau ke Macau saja sampai ngomel nggak beres-beres, heran gue,’ batin Dante. “Kevan nggak bisa ke sini.” “Iya Dis. Si Kevan nggak bisa ketemu Thea di sini, dia lagi banyak kerjaan di sana nggak bisa ninggalin kantor. Jadi dia minta Thea buat kesana,” sela Dante menimpali obrolan wanita lama-lama terdengar membuatnya pusing karena tak kunjung selesai. “Kalau dia sibuk kenapa minta Thea suruh ke sana? Sudah saja nggak usah pergi!” “Astaga, Disa. Lo kakaknya bukan, bibinya bukan, ibunya bukan. Kok ginih banget sih Dis sama si Thea. Kasihan kan di kekang terus sama lo! Lagian lo sensi banget si sama si Kevan.” “Dia itu pria berengsek!” Dante buang napas pelan. “Emangnya lo pernah diapain sama si Kevan sampai lo ngatain si Kevan b******k segala?” Disa langsung diam. Dante dan Thea sama-sama menatap Disa dengan wajah yang mendadak pucat. “Kevan itu selingkuhin kamu, Thea.” “Lo ada bukti? Apa jangan-jangan lo selingkuhan si Kevan sampai lo ngomel-ngomel dan ngelarang Thea kesana?” tanya Dante penuh selidik. Bisa jadi kebencian Disa pada Kevan karena salah satunya Disa adalah selingkuhan Kevan. “Enak aja lo bilang hah?” balas Disa ketus. “Suruh sahabat lo itu ke sini jangan Thea yang kesana.” Dante lagi lagi buang napas kesal, sumpah demi apa kalau di depannya itu pria sudah sejak tadi Dante ngajak berkelahi saja dari pada adu mulut. “Si Kevan nggak bisa pulang Dis. Dia nggak bisa ninggalin kantornya jauh-jauh. Dia juga nggak punya waktu buat pulang ke sini jadi minta Thea buat kesana. Apa lo nggak kasihan sama sahabat lo yang sudah dua tahun ini nggak ketemu pacarnya?” “Kalau si Kevan sibuk dan nggak bisa kesini, kamu jangan kesana. Ngapain juga ke sana kalau si Kevannya saja sibuk. Terus lo kesana mau apa coba?” Thea memijit keningnya mulai terasa pusing. “Nyerah deh, Thea. Gue males berdebat sama sahabat lo yang keras kaya batu.” “Iya makanya lo diam. Nggak usah ikut-ikutan,” sela Disa cepat. Thea sendiri sebenarnya bingung kenapa Disa sampai sebenci ini pada pacarnya. Apa perkataan Dante benar, kalau kebencian Disa pada Kevan karena sahabatnya itu termasuk selingkuhan Kevan. Thea mengenyahkan pikiran yang tidak-tidak prihal akan hal itu. Thea percaya seratus persen pada sahabat dan juga pacaranya kalau mereka tidak ada hubungan apapun. Digenggamnya tangan Disa dengan bibir yang mengulas senyum. “Nggak usah khawatirin aku berlebihan seperti ini yah, Dis. Dante temeni aku ke Macau dan dia juga jagain aku kok dari Kevan. Iya kan Dan?” tanya Thea yang dianggukan Dante pasti. Mata Disa menatap Dante tak percaya, jelas-jelas pria itu tahu semuanya tentang Kevan. Sahabat model Dante mana mungkin mau mengatakan sejujurnya bagaimana busuknya Kevan pada Thea. Disa membuang napas berat. “Jujur ya Thea. Sebenarnya aku takut kamu kenapa-napa di sana sekalipun ada Dante dan dan teman kita yang lain pun di Macau. "Tapi aku nggak percaya, lebih tepatnya aku nggak percaya sama Kevan. Aku takut ini permainan Kevan menjebak kamu. Feeling aku nggak enak Thea,” ungkap Disa. Seminggu ini Disa selalu bermimpi buruk tentang Thea, firasatnya sejak kemari pun tak menentu terus kepikiran Thea. Apa lagi saat Thea mengatakan mau pergi menyusul Kevan ke Macau besok pagi membuat Disa semakin tak tenang. “Jangan kaya ginih dong, Dis. Ya?” rengek Thea seraya menggoyang-goyangkan lengan Disa. “Kevan sudah pesan tiket juga, Dis. Nggak mungkin di batalin kan sayang uangnya juga nggak kembali semuanya.” “Ck,” decih Disa berdecak lidah. “Lagian kenapa si berengsek itu mendadak banget minta kamu suruh besok ke Macau. Aku jadi curiga sama dia, Thea. Apa lagi kalau Kevan sibuk dengan kerjaanya, kenapa juga ngajak kamu buat kesana.” Disa menarik napas sejenak. “Bukannya kamu sudah punya rencana sendiri, menyusul si berengsek itu akhir tahun sekalian kamu merayakan hari kelahiranmu dan juga hari jadimu? Kenapa mendadak di percepat kaya ginih? Apa kamu nggak curiga?” Dante dan Thea pun sama-sama hela napas berat menyerah, tapi tidak dengan Thea yang bersikeras ingin pergi menyusul sang kekasih. “Takutnya tiga tahun kalian nggak ketemu. Si berengsek itu di Macau jadi orang jahat. Mafia atau gangster berbahaya di sana. Jangan lupa sama Macau Las Vegasnya Asia yang dominan banyak orang yang berjudi. "Di sana pasti banyak orang jahat, Thea. Bisa jadi di sana Kevan terlilit hutang dan menjual kamu buat ngelunasin hutang,” kata Disa menganalisa. Thea dan Dante tertawa terbahak mendengarkan perkataan Disa yang panjang lebar menuduh Kevan sebagai seorang mafia atau ketua ganster di Macau. “Ish kamu itu ya Dis. Berlebihan banget sama Kevan.” “Lo itu terlalu banyak lihat film action jadi kaya ginih nih,” decak Dante diiringi tawa. “Sebenci itu ya kamu sama Kevan. Dia orang baik Dis,” bela Thea. “Ck. Baik apanya Thea? Sudah jelas Kevan itu pria b******k dia sudah selingkuh di belakang kamu, Thea. Tolong sadar.” Thea menarik napas dalam-dalam lalu kembali memeluk Disa. “Aku akan jaga diri di sana. Aku yakin Kevan pria paling baik yang aku kenal. Aku percaya kok sama dia.” Itu bagi Thea yang teramat bodoh dan mau percaya pada Kevan tapi bagi Disa tidak. Disa tahu Kevan. Tapi buat mengungkapkan siapa Kevan sebenarnya Disa belum cukup bukti agar Thea percaya kalau Kevan bukan orang baik seperti yang sahabatnya puja itu. “Telephone deh sahabat lo, Dan. Gue mau ngomong langsung sama si Kevan.” “Dis…” Thea kembali menggenggam tangan Disa. “Aku pengennya Kevan ke sini Thea. Nggak harus kamu yang kesana,” kekeh Disa seolah tak ingin dibantah lagi. Lelah berdebat, Dante pun lekas menghubungi Kevan agar wanita jadi-jadian itu langsung bicara sama pawangnya Thea. Tanpa Izin Disa sepertinya Thea pun kesusahan untuk pergi mengingat Disa dan Thea sudah sejak kecil besar di panti asuhan. “Dis. Ini kamu nggak izinin aku pergi?” Disa geleng kepala, tidak. Disa perlu bicara dengan Kevan lebih dulu. “Kamu nggak kasihan yang sama aku? Sudah lima tahun ini aku pacaran sama Kevan, tiga tahun long distance dan sudah dua tahun ini Kevan nggak pernah pulang ke Indonesia karena sibuk ngejar posisi Ceo di sana.” Thea kembali melirik sekilas pada Disa, wajah sahabatnya masih sama. Tidak ada senyuman apa lagi tutur kata yang enak di dengar. “Aku kangen Kevan dan Kevan juga kangen sama aku. Makanya aku mau datang ke sana juga.” “Jadi karena itu kamu langsung mengangguk setuju permintaan Kevan?” “Iya.” “Tercium aroma nggak beres nih!” decak Disa dengan dengusan kasar. “Ish, kamu. Selalu kaya gitu sama Kevan.” “Kevan itu bukan pria yang baik untuk Thea. Tolong kamu berpikir dengan cerdas jangan karena cinta kamu menjadi bodoh kaya ginih!” Disa mencodongkan tubuhnya ke depan menatap Thea menyelidik. “Jangan bilang ya Thea kalau kamu ke sana mau buka segel sama si Kevan?” “Astaga, Disa. Kenapa kamu jahat banget sih sama aku. Kenapa kamu punya pikiran kaya gitu sama aku Dis. Kamu tahu aku kan? Mana mungkin aku berbuat kaya gitu sama Kevan.” “Habis Kevan mendadak banget tau, nyuruh kamu datang besok ke Macau. Padahal rencana kamu ke sana akhir tahun. Kenapa mendadak jadi besok?” “Sudahlah nggak usah overthingking, Dis. Aku masih waras. Aku nggak semudah itu buat menyerahkan kehormatanku pada orang lain sekalipun itu Kevan.” “Lo sudah telephone Kevan, Dan?” sela Disa berikan tatapan tajam pada sahabat Kevan. “Perlu banget lo ngomong sama si Kevan langsung?” tanya Dante bingung. Sejak tadi ia menghubungi Kevan pria itu nggak menerima satu pun panggilan telephonenya. “Apa lo pikir gue bercanda? Telephone Kevan atau gue nggak akan izinin Thea buat besok pergi sama lo ke Macau!” “Sialan lo, Dis!” umpat Dante seraya mendengus. Dante kembali menghubungi Kevan, namun saat matanya menatap jam dinding yang menggantung di tembok. Pukul sepuluh malam berarti di Macau pukul sebelas malam, Kevan mana mungkin tidur jam seginih. Dante sudah tebak kalau sahabat brengseknya itu bila tidak bersama dengan tiga sahabatnya pasti Kevan sedang bersama… “Terus Hone…” “Ehmm… terus… ya begitu terus Hone. Lebih cepat lagi,” rintih si wanita. “Aku mau keluar Hone…” lirihnya. Mata wanita itu pun mendelik menatap tidak suka. “Astaga, kok cepet banget sih Hone. Ah, aku nggak mau. Jangan keluar dulu. Tahan dulu… jangan kecepetan nggak asik,” keluh si wanita. “Tapi aku sudah nggak—” Terlambat. Baru saja meminta untuk tidak mengakhiri percintaanya. Pria itu sudah lebih dulu menghempaskan tubuhnya di sampingnya setelah perlepasaan. Bibir si wanita terulur maju dengan hati kesal. Setiap penyatuannya pasti barakhir selalu cepat. “Kok kamu kaya di kejar-kejar debt collector saja si Hone,” protes si wanita. Pria itu mendengus jengah. Tadi suruh cepet dan terus cepat setelah cepat masih saja di omelin. Bosan rasanya, baru saja datang sudah di kasih cermah yang memusingkan kepalanya. Lelah dengan semuanya, ia pun lekas bangun dari atas tempat tidurnya setelah mengatur napas. Mata si wanita itu terbelalak, terkejut melihat kekasihnya bangun dari tempat tidur dengan memunguti pakaiannya. “Kamu mau kemana Hone?” “Pulang.” “Hah? Pulang? Ngapain kamu pulang sih Hone? Apa jangan-jangan kamu janjian sama wanita lain ya selain aku? Ini baru jam sebelas malam lho Hone? Bukan kamu banget deh,” cecar si wanita tanpa henti. Pria itu hanya mendengus jengah, diam tanpa menatap. Fokusnya hanya ingin lekas berpakian kembali seraya sebelah tangannya meraih ponsel yang sejak tadi terdengar suara getaran. “Pokoknya aku nggak mau kamu pulang, Hone. Aku mau kamu nginep di sini.” “Buka lagi bajumu Hone. Aku masih kurang puas,” pinta si wanita seraya menghampiri. Tapi lagi lagi pria itu hanya memijit keningnya yang mendadak pusing membaca beberapa pesan masuk. Wanita itu bergelanyut manja dengan satu tangan kembali membuka kancing kemeja hitam yang sudah dikenaikan. “Jangan pulang. Aku nggak bisa bobo nyenyak kalau kamu belum puasin aku,” katanya dengan nada menggoda. “Aku nggak mau di tinggalin sendiri setelah kamu puas.” “Tolong jangan kekanak-kanakan Hone. Aku nggak suka. Aku lagi sibuk banyak kerjaan.” Bibir si wanita meruncing tajam. “Sebenarnya kamu kenapa sih Hone. Akhir-akhir ini kamu aneh,” keluh si wanita. “Aneh kenapa?” tanyanya menatap bingung. “Aneh kenapa lagi sih Hone?” Diraihnya ponsel yang kembali bergetar. “Kamu nggak ada waktu untuk ak—" “Ssssstt….” Pria itu mengisyaratkan untuk diam. Di gesernya tombol hijau untuk menerima panggilan penting. “Ya hallo?” “Lo lagi sama dia kan?”

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.3K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.7K
bc

My Secret Little Wife

read
98.9K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.7K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook