[Pov Arya] *** "Saya permisi," pamitnya. Kemudian berdiri dan menganggukkan kepala. Aku melihatnya dari ekor mata. "Ya," sahutku. Tubuh itu melenggang pergi, meninggalkanku. Tanpa menoleh lagi. Seandainya dia tahu, seperti apa gemuruh dalam dadaku. Ketika harus berhadapan dengannya, hanya berdua. Berdua saja. Pintu tertutup. Aku memutar kursi kembali menghadap meja. Menyimpan kertas di tangan. Kemudian ... memejamkan mata seraya menekan kepala semakin dalam ke bantalan sandaran kursi. "Argh!" Tangan kananku mengepal, menahan kening. Dinda, Kenapa harus Arif, hah? Siapa dia? Kenapa kalian bersama? Bagaimana bisa kalian saling kenal? Lalu kenapa aku harus melihat kalian? . "Halo, Jem." "Halo, Arya. Sudah menemukan yang cocok?" "Aku sudah menentukannya. Tema alam." "Tema alam

