Badai diawal Pernikahan
#Part1
#18+
Sebenarnya, aku sangat malu setiap mengingat kejadian itu. Namun, aku ingin berbagi. Agar jadi pembelajaran buat kita semua.
Kisah ini terjadi beberapa tahun silam. Setiap membuka lembaran itu, aku seperti terlempar ke masa itu, dan merasakan sakit yang sangat dalam.
Waktu itu, aku masih beberapa bulan menikmati manisnya biduk pernikahan. Tak ada yang salah di awal pernikahan kami. Bahkan, suamiku bisa dibilang tipe suami idaman, karena memiliki jiwa pekerja keras dan bertanggung jawab.
Hingga tanpa sengaja, kehadiran adikku yang datang dari kampung untuk melanjutkan kuliah dan tinggal dirumahku, menjadi awal malapetaka rumah tanggaku.
Di tiga bulan pernikahan kami, aku dinyatakan hamil. Aku dan suami sangat senang menyambut kehamilanku.
Tapi rasa senang itu hanya sebentar, kehamilanku sangat rentan. Hingga dokter menyarankan, agar kami tidak berhubungan intim, sampai kehamilanku benar-benar kuat.
Bagiku, tentu itu bukanlah masalah berarti, karena terus terang, sejak hamil, apalagi aku mengalami ngidam yang cukup parah, keinginan untuk berhubungan intim, nyaris tak ada. Tapi ternyata berbanding terbalik dengan suamiku, dia justru semakin b*******h diranjang. Tak jarang, dia harus menelan kecewa karena selalu kutolak.
Aku menjalani masa-masa ngidam dengan susah payah. Mual dan muntah yang hebat, makan apapun, bisa dibilang hampir tak menyentuh lambungku, karena begitu masuk mulut, langsung keluar lagi. Tidurpun aku selalu tak nyenyak.
Hingga suatu hari, suamiku memberiku obat, katanya itu dari Dokter kandungan, agar aku bisa tidur malam dan calon bayiku tak stres. Aku menurut saja, aku pikir demi bayi yang sangat kusayangi, apapun kutelan.
Benar saja, malamnya aku tertidur sangat pulas hingga pagi. Begitu juga hari-hari berikutnya. Aku sangat senang, setidaknya walaupun siang hari aku mual-muntah, malamnya aku bisa istirahat total dan calon bayi kami pun bisa tenang didalam perutku.
Seminggu kemudian, aku merasakan perutku mulas tak tertahankan, diiringi keluarnya darah dari jalan lahir. Aku panik, kutelpon suamiku. Tak berapa lama dia pulang, dan membawaku ke rumah sakit.
Bagai petir menyambar gendang telingaku, saat Dokter mengabarkan, bayiku tak dapat diselamatkan. Aku keguguran.
Aku menangis sejadi-jadinya. Suamiku juga menangis sambil mengucap sesuatu, tapi tak dapat kutangkap artinya, karena aku sendiri lagi sakit, sesakit-sakitnya.
Empat hari kemudian, aku pulang kerumah. Sebenarnya, aku masih trauma dengan suasana rumah. Tapi aku tak mau meninggalkan suamiku,yang tentunya juga merasa terpukul atas hilangnya bayi kami. Aku ingin saling menguatkan dengannya.
Malamnya, suamiku datang membawakan obat yang katanya dari Dokter. Aku mengangguk lemah, sembari menyuruhnya meletakkannya di meja riasku. Namun rupanya, karena sedih yang teramat dalam, aku lupa meminum obatku, dan tertidur lemah dipembaringan.
Tengah malam aku terbangun mendengar suara bisik-bisik dari kamar sebelah yang di tempati adikku. Kebetulan kamar kami tak kedap suara, jadi dalam keheningan malam, suara terdengar sangat jelas.
"Mbak Rere udah tidur, Mas?"
Itu suara adikku, menyebut namaku.
"Pasti sudah dong, Sayang.
Mas udah memberinya pil yang biasa."
Dan itu..
Itu suara suamiku. Apa maksudnya dia bilang pil biasa?
Kenapa dia berada di kamar adikku?
~Bersambung dulu ya, teman-teman.
Kalo penasaran apa yang dilakukan suami dan adik Rere di kamar, komen Next ya~