"Gimana?" Pink menunduk, tak berani menatap raut Shaka. Shaka memandangi gadis—lebih tepatnya wanita muda—di sebelahnya. Cowok itu menyibak rambut hitam panjang Pink yang sedari tadi menutup wajah ayu nan dinginnya. Pink menoleh seketika. Shaka memberikan senyuman terbaiknya. Angin sepoi-sepoi lapangan sepak bola sekolah menemani sepinya hati dua sejoli itu. "Roland masih nggak setuju kita jalanin rencana lo. Dia pengin tahu apa dulu rencananya, baru dia bisa milih untuk pro atau kontra." Tak ada perubahan mimik yang berarti dari Pink. Rautnya masih datar. "Kalau gitu, kita gerak berdua aja, Ka. Kamu sama aku. Dibantu orang-orang yang sudah aku libatkan untuk membantu kita." Shaka mengangkat sebelah alis. "Jadi dia setuju untuk bantu kita?" Pink mengangguk

