Dijodohkan
Salsabila, gadis berwajah ayu tengah berjalan menuju kantin di mana di sana sudah ada seseorang yang menunggu kehadirannya sejak setengah jam lalu.
Bibir tersenyum mengembang mendapati sahabatnya mendaratkan kepala di meja kantin yang tergeletak beberapa makanan.
Keusilan mulai muncul ketika ia ikut duduk di samping pria gondrong di atas bahu tersebut.
Didesak sahabatnya ke samping supaya terbangun dari tidur agar tahu kehadirannya.
“Sudah selesai?” akhirnya keluar juga kata dari mulut Faiz.
Salsa mengangguk meski tahu bahwa mata temannya masih saja terpejam.
“Faiz, bangun! Aku mau cerita” pintanya seraya menurunkan kaca mata yang nangkring di hidung pria bermasker tersebut.
Dimainkan mata Faiz agar sudi membukakan mata tapi tetap saja sahabatnya sama sekali tidak menghiraukannya.
Muka gadis itu ditekuk lantas ikut meletakkan kepala di atas meja menatap sahabatnya.
“Faiz aku dijodohin?” bisik Salsa kemudian.
Seketika mata tajam milik Faiz terbuka lebar, kaget mendengar penuturan Salsa teman wanita satu-satunya.
“Serius? Terus cowok Lu gimana?” Tanya berbondong-bondong dengan posisi yang masih sama.
Salsa menggeleng tidak tahu, akankah mempertahankan hubungannya yang sudah tidak baik-baik saja ataukah menyetujui perjodohan tersebut?.
Dibenarkan kaca mata yang melorot di bawah hidung mancungnya menggunakan jari tengah.
Kemudian, menyugar rambut gondrong ke belakang setelah mengangkat tubuh dari meja.
“Mungkin ini yang terbaik. Lagian hubungan Kita sudah tidak baik-baik saja.”
“Kamu tahu itu kan?” tanyanya seraya mendongakkan wajah berkaca-kaca.
Faiz menghembuskan nafas kasar, tidak ada henti sahabatnya galau hanya gara-gara lelaki.
Meski sudah begitu sama sekali tidak bisa membuatnya jera untuk sementara saja tidak menjalin cinta.
Seakan jika sudah mencintai maka seluruh hati akan diserahkan ke lelaki yang dia pilih dan berakhir tangisan dan tangisan dan... tangisan lagi.
Sudah satu tahun Salsa membina hubungan dengan Bima tetapi sejak tiga bulan terakhir hubungan mereka renggang.
Entah salah dia apa sehingga lelakinya tiba-tiba menjauh tanpa adanya kejelasan dan kepastian.
Meski satu universitas yang sama Bima sering menghindar ketika Salsa menemuinya selalu beralasan ia sibuk dengan skripsinya belum ada waktu untuk mereka.
Sebenarnya perjodohan ini bukan untuk Salsa melainkan untuk kakak tiri perempuannya.
Kakaknya yang bernama Fanya menolak perjodohan karena lebih memilih pacarnya yang akan melamar dalam waktu dekat membuat Salsa menerima perjodohan tersebut tidak tahan melihat kesedihan di mata kedua orang tuanya.
Ayah mereka sangat berharap salah satu putrinya mau menerima pinangan anak dari sahabat beliau.
Beliau percaya pria yang akan dijodohkan dengan putrinya bukan lelaki sembarangan.
Kelak mampu menjadi imam yang baik untuk salah satu anak perempuannya.
Sudah beberapa kali bertemu pria muda tersebut di rumah sahabatnya, sangat sopan dan lembut.
Meski begitu beliau belum hafal betul wajah calon yang akan dijadikan menantu.
Cuma sekali bisa melihat paras tanpa adanya aling-aling apa pun itu juga rambutnya selalu mengganggu wajah.
Setiap kali bertemu ingin rasanya menguncir rambut gondrong tersebut karena risih.
Lebih seringnya melihat lelaki tersebut saat si dia sedang memakai masker hendak bepergian kalau tidak kaca mata sudah memangkal di mata.
Beliau tahu dari teman masa kecilnya itu jika putra mereka sudah bekerja memiliki satu rumah makan dan rencananya ingin mencarikan istri.
Kedua anak mereka untuk masalah jodoh meminta agar orang tuanya saja yang mencarikan.
Setelah mendengar itu semua pak Hamdi menawarkan anak sambungnya kepada sahabatnya tersebut.
Tawaran tersebut disambut baik dan untuk melanjutkan tidaknya perjodohan kembali tergantung kepada yang bersangkutan.
Beliau-beliau tidak ingin egois memaksa keinginan yang sudah direncanakan terhadap anak-anaknya.
***
Faiz setuju diajak kedua orang tua untuk melihat anak gadis sahabat papanya yang akan dijodohkan dengannya.
Dengan mengendarai mobil kesayangan orang tuanya mereka menuju ke rumah pak Hamdi dengan membawa beberapa buah tangan.
Bukan cuma orang tuannya yang mengantar kakak lelaki serta ipar antusias ikut melihat wajah calon adik ipar mereka.
Yang mereka dengar jika pak Hamdi tidak jadi menjodohkan si kakak melainkan adiknya karena tanpa sepengetahuan beliau ternyata anak sambungnya tersebut sudah memiliki kekasih dan ingin melanjutkan ke jenjang pernikahan.
Setelah menempuh perjalanan setengah jam dari rumah akhirnya sampai juga di rumah yang dituju.
Rumah sederhana bernuansa sejuk alami banyak pohon rindang serta banyak pula bertebaran pohon bunga dengan segala macam jenisnya tersusun rapi di depan dan samping rumah, siapa pun yang berada di sana akan betah berlama-lama.
Keluarga Salsa menyambut baik kedatangan keluarga beliau, mempersilahkan masuk tamu untuk duduk di karpet yang sudah disediakan.
Orang tua Faiz melepas masker yang menutupi wajah sedang Faiz sendiri dengan kebiasaannya tanpa sadar menaruh masker tersebut di bawah dagu.
Meski pandemi susah berakhir mereka masih terbiasa ke mana-mana menggunakan masker untuk jaga diri takut virus kembali menyerang dan kembali merajalela ke mana-mana apalagi virus tersebut tidaklah kasar mata.
Terutama Faiz jauh sebelum pandemi ia lebih suka memakai masker saat ke luar rumah karena dia lebih senang mengendarai motor vespa kesayangannya.
Tanpa sengaja mata menangkap foto sahabatnya yang menempel di dinding saat masih belia mungkin masih duduk di bangku SMP.
Mata membulat jantung dibuatnya loncat-loncat melihat foto tersebut. Jangan-jangan?.
Dikedipkan mata berkali-kali mungkin ia salah lihat tapi tetap saja foto itu tidak mau berubah.
Walaupun, Faiz baru mengenal Salsa saat pertama kali menginjakkan bangku kuliah tapi dia yakin itu foto Salsa, wajahnya sangat mirip senyum, gaya fotonya pun sama persis.
Jantungnya berdetak tidak karuan. Bagaimana bisa dia dijodohkan dengan sahabat karibnya sendiri? Apa kata dunia? Apa dunia sedang mengerjainya?.
Hingga tanpa disadari calon mertua memanggilnya berkali-kali tidak diresponsnya sampai tangan Abang lelaki satu-satunya menyenggol lengan.
“Eh iya Om?” tanyanya gugup.
“Faiz?” panggil Salsa girang.
Tidak menyangka temannya itu akan datang ke rumahnya, sudah lima hari ia tidak bertemu lantas dengan tergesa-gesa dihampiri pria tersebut.
Salsa mendusel duduk di tengah-tengah antara abang dan juga sahabatnya.
“Kamu sudah dari tadi? Kok tahu rumahku sih?.”
“Katanya Kamu mau ikut orang tua Kamu ke rumah teman ayahmu? Ngeprank ya? Boong ya?” Tanyanya lagi dengan jari telunjuk diarahkan ke arah sahabatnya itu.
Bibir Faiz dipaksa untuk senyum. Masak ia harus menikahi sahabatnya sendiri? Dia ini, gak ada yang lain?.
Dahi Salsa mengerut melihat sahabatnya tidak seperti biasa. Setelah sekian detik ia baru tersadar jika di ruang tamu ini sudah banyak tamu lalu matanya mulai memindai satu-satu wajah yang ada.
Ditutup mulutnya yang membulat tidak percaya di sana sebelah sana ada pak Wisnu sahabat ayahnya yang sering main ke rumah, pikirannya langsung traveling.
“Kamu masih ada keluarga dengan Rafa putra om Wisnu atau jangan-jangan Kamu juga putranya om Wisnu? Ih Kita jadi ipar semakin dekat deh Kita.”
Salsa sangat girang mendapati sahabatnya sebentar lagi akan jadi keluarganya tanpa tahu jika sebenarnya Faizlah yang dijodohkan dengannya.
Entah bagaimana responsnya nanti jika mengetahui Rafa yang dia maksud adalah sohibnya sendiri.
“Dia yang namanya Rafa? Lumayan lah.”
“Gak papa deh gak nyesel-nyesel amat apalagi Kita sebentar lagi jadi ipar,” ucapnya antusias sedangkan yang ditunjuk tersenyum geli melihat calon adik iparnya salah orang parah.
“Eh, tapi?.”
Faiz menoleh ke arahnya akhirnya temannya itu sadar juga jika yang dijodohkan sebenarnya dirinya bukan kakak lelakinya yang sudah menikah.
“Bukannya Kamu cuma punya satu saudara perempuan ya?.”
“Salsa sudah saling kenal?,” tanya ibunya Faiz.
“Iya, Kak.”
“Kak?,” tanyanya beliau lagi penasaran. Kenapa calon menantu memanggilnya Kakak?.
“Kakak, kakaknya Faizkan? Faiz pernah cerita jika foto di dompetnya itu foto kakaknya.”
“Ini Salsa, temannya Faiz? Ya Allah...” kata beliau tertawa geli tidak menyangka tapi syukur jika mereka sudah saling mengenal dan dekat.
Faiz yang tidak bisa menahan tawa ditutupi tawanya dengan kerah kemeja yang dikenakan.
Tidak menyangka tingkah usilnya dulu mengatakan bila foto mamanya diaku sebagai kakak satu-satunya akan berakhir seperti ini.
“Pantas, wajah Salsa kayak familiar. Kayak sering lihat, di mana? Ternyata di kamar Faiz,” kata Fakhri anak tertua pak Wisnu seraya tertawa kecil.
“Iya ya, Mama juga baru sadar.”
“Lo kok Faiz bukannya namanya siapa itu Rafa, Rafa Rafa iz...?” Serobot bingung pak Hamdi.
Beliau tahu bukan cuma beliau saja yang mengetahui semua keluarga sudah tahu jika putrinya punya teman dekat di kampusnya bernama Faiz.
Namun, beliau dan keluarga lain sama sekali belum pernah bertemu dengan sahabat putrinya itu.
“Izqian” lanjut spontan Salsa membenarkan “Rafa?” Tanya Salsa terkejut setelah saluran otaknya tersambung.
Faiz tersenyum lebar ke arahnya memperlihatkan deretan giginya yang putih.
Akhirnya yang dibikin kaget bukan cuma dirinya sahabatnya pun juga kena.
Sesaat Salsa terbengong-bengok badannya lemas seketika jantungnya mogok berdetak “bagaimana ini bisa terjadi?.”
“Dunia ini memang sempit ya, Sa?,” bisiknya lantas tertawa tertahan.