Chapter 2a

965 Kata
“P-permisi, Nyonya,” seorang pelayan datang menghampiri Ailee dengan wajah sepucat kertas. “Ma-maaf mengganggu.” Saat ini Ailee sedang berada di ruang keluarga, bersama Collin dan Claire yang sedang bermain scrabble di seberang meja. Sementara itu, si kecil Aaron sedang duduk di atas karpet bersamanya di dekat meja Claire dan Collin. “Ada apa?” tanya Ailee dengan dahi berkerut. Pelayan itu terlihat begitu ketakutan dan duduk bertumpu pada lutut menghadapnya. Usianya mungkin sebaya dengan Rosie dan Mathilda yang bertugas memasak di dapur. “Ma-maaf, Nyonya. Saya begitu ceroboh. Maaf, ini… ini jadi ikut tercuci.” Pelayan itu menyerahkan sebuah kertas yang berkerut, seperti habis terendam di dalam air tapi sudah dikeringkan pada Ailee. “Apa ini?” Ailee mengamati kertas yang diberikan pelayan itu. Kertas putih yang berukuran selebar amplop surat, dengan tekstur yang tidak lagi rata seperti kertas pada umumnya karena pernah basah dan tergulung dalam air, serta hanya meninggalkan bercak tinta berwarna hitam bekas tulisan yang pernah ada di sana sebelumnya. Ailee langsung mengenalinya sebagai kertas yang diberikan oleh seorang wanita di taman botani kemarin pada Mike. Pelayan tersebut tergagap. “Ma-maaf, Nyonya. Saya tidak memeriksa kembali saku celana master Michael dan langsung mencucinya begitu saja. Maafkan saya….” Ailee menatap pelayan yang ketakutan tersebut sambil tersenyum lembut. “Tidak apa-apa, kurasa Mike tidak akan marah mengenai hal ini,” ujarnya menenangkan. Pelayan itu tampak ragu. “Be-benarkah, Nyonya? Dulu saya pernah melakukan kesalahan yang sama dan master Michael marah besar,” ujarnya dengan bibir bergetar. Ailee melepaskan Aaron sehingga si kecil itu mulai merangkak untuk mengejar mainannya yang menggelinding lalu kembali menatap pelayan tersebut. “Apa kertas yang ikut tercuci itu adalah kertas biasa seperti ini yang sebenarnya berisikan hal yang tidak terlalu penting?” tanya Ailee tenang. Pelayan itu menggeleng. “I-itu, yang ikut tercuci saat itu adalah dompet master Michael, Nyonya,” jawab pelayan itu penuh sesal. “Saya yang terlalu ceroboh.” Ailee mengusap tangan pelayan itu untuk menenangkannya. “Jangan khawatir, kali ini bukanlah sesuatu yang penting. Kau tidak perlu merasa takut, aku akan mengatakannya pada Mike.” Tiba-tiba Ailee merasa begitu jahat karena mengatakan kertas tersebut tidaklah terlalu penting. Jika dirinya yang berada di posisi wanita itu kemarin, pastilah kertas ini begitu berharga untuknya. Huh, kertas yang berisikan nomor telepon untuk mengganggu suami orang bukanlah kertas yang penting bukan? Omelnya dalam hati. Pelayan itu menatap Ailee penuh harap dan rasa terimakasih. “Benarkah, Nyonya? Terimakasih,” ujarnya membungkukkan badan lebih rendah berkali-kali. “Sama-sama,” balas Ailee. “Kembalilah bekerja, jangan terlalu memikirkannya oke.” Pelayan itu mengangguk sambil tersenyum lalu berdiri dan undur diri. Selepas kepergian pelayan itu, Ailee kembali menatap ke arah Aaron yang kini sedang berusaha berdiri dengan berpegangan di sofa panjang tempat Claire duduk di ujungnya. Dengan kaki yang masih goyah, si kecil itu berusaha dengan susah payah untuk berdiri. Sementara di sisi lainnya, Collin dan Claire terlihat begitu serius dengan papan scrabble mereka. Seperti sedang bermain catur, keduanya sama sekali tidak memedulikan sekitar dan tetap fokus pada papan permainannya itu. Sambil tersenyum geli Ailee mendekati Aaron yang terlihat ingin sekali ikut campur dengan permainan Collin dan Claire. Ailee berjaga-jaga di belakangnya agar Aaron tidak jatuh dan membentur lantai. Sambil memegangi tubuh Aaron, Ailee melirik ke arah jam yang berada di dinding. Sebentar lagi Mike pulang. Kesempatan untuk membuktikan apakah kertas ini penting baginya atau tidak. Tutur Ailee dalam hati. Ia tahu Mike belum sempat menyimpan nomor itu ke ponselnya karena sejak kemarin benda itu ada bersama Ailee hingga Mike akan berangkat bekerja tadi pagi. Sementara di sisi lainnya celana yang menyimpan kertas yang berisi nomor telepon itu sudah dibawa pergi oleh pelayan sejak sore kemarin. Aaron menggapai-gapaikan tangannya ke sisi meja, membuat Ailee gemas sehingga berpindah duduk di sofa sebelah Claire dan membawa si kecil itu ke pangkuannya. Merasa apa yang sejak tadi ingin dilihatnya akhirnya tercapai, Aaron pun memekik senang dengan menggerak-gerakkan tangan dan kakinya ke udara. Jeritan Aaron itu pun bertambah nyaring sesaat kemudian setelah ia mendapati sosok yang muncul dari balik pintu yang berhadapan langsung dengan tempat duduk mereka. Daddy telah pulang. Mike tersenyum dan berjalan ke arah mereka dengan langkah cepat-cepat. “Kau ceria sekali,” ujarnya pada Aaron lalu mengecup bibir Ailee sekilas. “Ada apa? Apa kau sudah bisa mengalahkan uncle Collin dalam berjalan?” Untuk pertama kalinya Collin merasa terganggu dan mengalihkan perhatiannya untuk melirik Mike dengan sebal. Mike hanya tertawa menerima tatapan sinis Collin lalu membawa Aaron ke dalam gendongannya. Sambil mengembuskan napas kesal, Collin kembali memutar kepalanya ke papan permainan. Berusaha tidak peduli dengan godaan Mike untuknya. “Kau tidak menyusahkan Mommy hari ini kan?” tanya Mike pada Aaron. Si kecil itu menggigit dagu Mike sebagai jawaban dan menepuk-nepuk sisi wajah ayahnya. “Oke, Daddy anggap itu sebagai jawaban ‘Ya’,” kata Mike lalu melirik Ailee yang melihat mereka sambil tersenyum. “Dia sudah mulai belajar berdiri sendiri,” kata Ailee saat Mike mengambil posisi duduk di sebelahnya. “Benarkah?” tanya Mike bersemangat. “Bagaimana cara ia melakukannya?” Ailee menjelaskan bagaimana tadinya Aaron merangkak mendekati sofa, menekuk lutut dan mulai berdiri sambil berpegangan pada bantalan sofa. “Oke, aku ingin melihatnya,” seru Mike lalu menurunkan Aaron ke lantai. Seperti yang Ailee katakan tadi, Aaron lagi-lagi mencoba untuk berdiri. Tapi kali ini yang menjadi pegangannya adalah kaki Mike. Meskipun bergoyang-goyang karena kakinya yang belum begitu kuat, Aaron berdiri cukup lama kali ini sebelum akhirnya jatuh terduduk dengan b****g lebih dulu. “Anak pintar.” Mike meraih kembali Aaron dan membantunya berdiri menghadap meja. Tapi sialnya, karena papan scrabble tersebut berada dalam jangkauannya, semua kata yang telah Collin dan Claire susun menjadi berantakan karena diacak oleh Aaron. “Aaarrooonn!” Collin menjerit geram. “Kau tahu, uncle Collin sudah jauh lebih unggul dari pada auntie Claire. Tapi kau merusaknya.” Collin menjambak rambutnya frustrasi menatap setiap kata yang kini tak lagi tersusun melainkan tercerai berai di atas meja, sementara Claire hanya menatap kekacauan tersebut dengan muka pasrah tanpa berkomentar sedikit pun. Mike tertawa lalu membawa Aaron untuk duduk kembali ke pangkuannya. “Tidak sengaja, uncle Collin,” ujarnya sambil melambai-lambaikan tangan mungil Aaron ke arah Collin. Collin melotot marah pada Mike. “Kau sengaja kan, dasar Mike pembuat onar,” semburnya berapi-api. “Kau sengaja membuatnya berdiri di pinggiran meja untuk mengganggu permainan kami.” 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN