Tak terasa sudah satu minggu berjalan setelah hari itu, hari di mana Arka dan Mora menyetujui tentang perjodohan mereka. Dan tepat hari ini juga adalah hari pernikahan mereka berdua. Terkesan terburu-buru tapi memang sebelumnya, semua persiapan sudah matang dan siap hanya menunggu dua mempelainya saja. Seandainya keduanya menolak hari itu, mungkin orang tua mereka akan tetap memaksa agar Mora dan Arka menikah.
Mora sudah siap dengan kebaya putihnya. Dia sedang berdiam diri di kamarnya ditemani Aria—adik kembar Arka yang perempuan. Aria dan Mora sudah cukup dekat, dalam waktu sehari saja. Menurut Mora, Aria itu perempuan yang blak-blakan dan apa adanya. Dan dia suka orang yang seperti itu, tidak munafik.
"Eh, tuh lihat Arka ucapin ijab qabul," ucap Aria sambil menunjuk layar kaca di kamar Mora yang terhubung dengan kamera di lantai bawah yang sedang merekam prosesi akad nikah Mora dan Arka. Mora mendengarkan suara berat Arka dengan jantung yang berdegup kencang. Bagaimana tidak? Setelah ini Arka akan sah menjadi suaminya.
"Bismillahirrohmanirrohim, Arka Satria Hutomo saya nikahkan engkau dengan putri saya Amoura Revania Pratama binti Revan Pratama dengan mas kawin seperangkat alat solat, 100 gram emas 24 karat dan uang tunai senilai 500 ribu rupiah dibayar tunai." Terdengar suara Revan yang sedang menjabat tangan Arka. Mora di kamarnya menantikan Arka mengikuti suara Papanya, dengan gugup penuh debar.
"Saya terima nikahnya Amoura Revania Pratama binti Revan Pratama dengan maskawin tersebut tunai," ucap Arka dengan sekali tarikan nafas.
"Bagaimana saksi Sah?" tanya sang penghulu.
"SAH"
Mora menitikkan airmatanya begitu saja entah karena apa saat mendengar seruan kompak para saksi. Rasanya lega, berdebar, gugup bercampur menjadi satu. Aria memeluk Kakak iparnya itu dengan bahagia.
"Welcome to our family, Kakak ipar," sambut Aria gembira. Bagaimana tak gembira, setelah ini dia akan memiliki saudara perempuan yang dia impi-impikan sejak dulu.
Tak lama pintu terbuka, di sana ada Nia dan Lusi yang tersenyum menatap putri mereka. "Kok nangis sih, Sayang? Udah,ayuk ke bawah. Suami kamu sudah nunggu." Mora dituntun Lusi dan Nia, sedangkan Aria mengikuti di belakang mereka.
Begitu tiba di bawah, Mora sedikit terkesima melihat Arka yang tampak memukau dengan tuxedo hitam, kemeja putih, celanabahan hitam dan pecinya, terlihat lebih tampan dari yang dia lihat di layar kaca tadi.
Tak jauh berbeda dengan Mora, Arka juga tampak terkesima dengan keanggunan Mora yang berbalut kebaya putih gadingnya, pas sekali membalut tubuh mungil Mora menurut Arka.
"Udah,jangan pandang-pandangan terus. Sana disalim tangan suaminya," ucap Nia berbisik pada Mora. Segera Mora mengambil tangan Arka dan menciumnya setelah duduk di samping Arka dan Arka mencium kening Mora sedikit lebih lama. Jantung keduanya berdebar kencang saling bersahutan satu sama lain.
Ya Allah semoga aku bisa menjalankan kewajibanku dengan baik sebagai seorang istri
Pesta pernikahan Arka dan Mora tidak diselenggarakan dengan meriah, hanya sebuah pesta sederhana yang dihadiri beberapa kerabat dan juga sahabat kedua orang tua mereka saja.
"Lo capek?" tanya Arka pada Mora yang nampak kelelahan. Bagaimana tidak, walaupun hanya kerabat saja dan beberapa teman orang tua mereka, halaman belakang rumah orang tua Mora yang bisa dikatakan luasnya minta ampun tidak muat menampung tamu undangan.
Mora hanya tersenyum tipis dan lesu tenaganya sudah terkuras habis. Arka meninggalkan Mora dan berjalan ke arah kedua orang tua mereka, entah apa yang dikatakan Arka pada orang tua mereka, tak lama Arka sudah kembali ke sisi Mora.
"Yuk, istirahat. Gue udah izin ke orang tua kita,." ajak Arka. Mereka berdua berjalan memasuki rumah menuju kamar Mora dengan Arka yang menuntun Mora karena merasa kasihan melihat Mora yang terlihat sudah tak bertenaga lagi.
"Lo mandi aja dulu!" Perintah Arka begitu mereka sampai di dalam kamar. Mora hanya mengangguk patuh tanpa protes karena dia sudah tak memiliki tenaga lagi untuk sekedar protes. Dia mengambil piyama dan handuk yang tersampir di dekat pintu kamar mandi.
Sementara Mora mandi, Arka merebahkan tubuhnya yang juga lelah di ranjang queen size milik Mora. Tanpa sadar dia memejamkan matanya yang sudah berat dan lelah.
"Ka, Arka, Arka bangun,"
Mora mengguncangkan tubuh suaminya itu. Arka mengerjapkan matanya karena terganggu dengan ulah Mora, tak lama kedua mata itu terbuka dengan sayu. Dia mendapati Mora yang sudah berganti mengenakan piyama dan nampak lebih segar daripada tadi.
"Mandi sana. Gue udah selesai, udah gue siapin air hangat juga tadi di bak." Tanpa banyak bicara Arka mengambil pakaiannya di dalam koper kecilnya, dan segera memasuki kamar mandi sedangkan Mora mengeringkan rambutnya yang basah menggunakan hairdryer.
Setelah selesai Mora merebahkan tubuhnya di ranjangnya sambil membaca novel roman kesukaannya. Tak lama setelahnya, pintu kamar mandi terbuka, Arka mendapati Mora yang sedang membaca di atas tempat tidur.
"Lo ngak tidur?" tanya Arka yang sudah duduk di sisi ranjang sebelah Mora.
Mora mengalihkan sedikit perhatiannya kepada Arka. "Udah selesai?" Arka mengangguk.
"Bentar lagi gue tidur. Gue kebiasaan harus baca dulu baru bisa tidur," tawab Mora pada pertanyaan Arka tadi.
Tanpa berniat bertanya lebih lanjut Arka memasukkan dirinya ke dalam selimut. "Besok lo sekolah?" tanya Arka pada Mora.
Gadis itu nampak berfikir sejenak. "Nggak kayaknya, nanggung juga lusa libur. Sekalian aja nggak masuk. Kenapa, Ka?"
"Nggak apa cuma ada yang mau gue omongin sama lo besok," kata Arka sambil menatap langit-langit kamar Mora yang dipenuhi tempelan bintang bintang. Dalam diamnya Arka tersenyum tipis. ‘lucu juga’ batin Arka geli.
Mora menutup bukunya dan meletakannya di nakas, dia mengikuti Arka masuk ke dalam selimut dan merebahkan tubuhnya.
"Kenapa nggak sekarang aja?" tanya Mora menyadari Arka belum tertidur. Arka memiringkan tubuhnya menghadap Mora dengan bertumpu pada sebelah lengannya yang dilipat. "Udah malem, besok aja. Lo juga pasti udah capek."
"Tidur! Udah malam!" Perintah Arka mutlak saat melihat Mora akan protes.
Mora membulatkan matanya lebar-lebar saat Arka tiba-tiba menariknya ke dalam dekapan hangat lelaki itu.
"Gue nggak bisa tidur kalau nggak meluk guling. Berhubung udah ada istri, gue meluk lo bolehkan?" ucap Arka sambil memejamkan matanya. Mora mencoba menetralkan debaran jantungnya yang menggila.
"Good night, Amour." Arka mengeratkan pelukannya membuat Mora makin dalam didekapan hangat Arka dan makin membuat jantung Mora menggila.
"You too, Arka." Mora mencoba memejamkan matanya, alunan debaran jantung Arka menemani Mora menyelami tidurnya, tak lama keduanya sudah terlelap sambil berpelukan dengan nyaman.====== To be continue >>>>