Hot Vampire
Author by Natalie Ernison
~ ~ ~
Airaa ialah putri dari dunia kegelapan, yang dipenuhi dengan vampire pembunuh nan sangat kejam. Sejak lahir, mereka sudah hidup di lingkungan istana vampire yang sama. Keluarga dari keluarga besar Graciuos sudah membuat tali perjodohan bagi Neils dan Airaa.
Airaa vampire wanita yang sangat kejam, usianya pun sudah ratusan tahun lamanya. Namun, karena sebuah pengkhiatan yang ia lakukan, Neils menjadi begitu jijik padanya. Airaa sangat mencintai Neils, terlebih lagi Neils pewaris tunggal, dan darah vampire bangsawan mengalir di tubuhnya.
Siapapun yang berhasil menjadi mempelainya, akan menjadi generasi penerus yang sangat luar biasa. Namun, ada sesuatu kejadian pilu dalam hidupnya. Neils memilih untuk pergi dari kerajaan vampire. Ia berupaya untuk memiliki castle sendiri dengan bantuan Dareel, orang kepercayaannya.
Neils tidak ingin meminum darah manusia seperti halnya keluarga besar Graciuos nan kejam. Neils sangat membenci wanita, ia bahkan bersumpah untuk tidak jatuh cinta pada wanita. Ada trauma mendalam dalam hidupnya, yang berurusan dengan wanita, termasuk ibunya sendiri.
-------------------------------
"Mansion Kediaman Keluarga Axton"
Semenjak kejadian beberapa malam yang telah lalu, Queen terus dihantui rasa takut. Ia tidak lagi menyukai kegelapan, area mansion harus terang benderang, tak satupun lokasi yang boleh nampak gelap.
"Apa yang telah terjadi pada Nona muda?" ucap salah seorang wanita paru baya, yang merupakan pelayan mansion di keluarga Axton.
"Tuan Hazel, kami mohon kembalikan Nona muda seperti dirinya yang dahulu.." ucap para pelayan wanita.
Raut wajah Hazel berubah sendu, ia pun tidak tega melihat keadaan Queen saat ini.
Hazel pun berinisiatif untuk memberitahukan hal itu pada kedua orang tua Queen.
"Tuan, keadaan Nona muda sangat memprihatinkan. Nona muda sangat membutuhkan kehadiran tuan dan Nyonya." Ucap Hazel melalui panggilan selular.
"Hazzel, bukankah sudah menjadi tugasmu untuk menjaga Queen? Jadi, lakukan tugas tanggung jawabmu!" Tukas Mr. Axton, lalu mengakhiri panggilan mereka.
Hazel mengepal tangan kirinya, juga ponsel yang sedang berada didalam genggamannya.
"Tuan Hazel, bagaimana?" Tanya bibi Su penuh harap.
Hazel menaikan bibirnya, dan berusaha untuk tetap tersenyum. "Tuan dan Nyonya masih seperti biasanya." Balas Hazel, seolah semua orang di mansion itu telah mengetahui perangai kedua orang tua Queen.
"Nona muda yang sangat malang.." gumam bibi Su.
~ ~ ~
Queen terlihat duduk termenung, sembari membaca buku yang sedang berada di tangannya. Hazel datang, lalu duduk di hadapan Queen, berusaha untuk mengajak Queen berbincang santai.
"Nona, apakah nona tidak berniat pergi ke kelas music?" Tanya Hazel hati-hati.
Queen menutup buku yang sedang ia baca, dengan cukup kasar.
"Mengapa baru memberitahuku? Lebih baik tuan Hazel bergegas!" Ketus Queen. Ia bersikap cukup kasar,tak seperti dia biasanya.
"Baik, nona Queen." Hazel segera mempersiapkan mobil yang akan mereka kendarai ke tempat kelas music Queen malam ini.
***
Hazel mengantar Queen pergi ke kelas music, Queen terlihat lebih banyak diam dari biasanya.
"Tuan Hazel, bisakah tuan menungguku di depan pintu kelas?"
"Menunggu nona?" Tanya Hazel memastikan. Tidak biasanya, Queen meminta hal itu padanya.
"Yah, tunggu aku di depan pintu."
~ ~ ~
Gedung XXX
Semenjak kejadian malam itu, Queen tidak berani seorang diri seperti biasasnya. Ia begitu bergantung pada Hazel.
Queen memulai kelasnya, sedangkan Hazel menantinya tepat di depan pintu, sembari membaca buku sebagai pengusir bosan.
"Apakah kau tidak berniat membawa seorang pengawal, yang bersiap sedia menjagamu?" riuh teman-teman kelas Queen. Mereka sebenarnya sedang memberikan sindiran pada Queen.
"Apakah kau sangat iri pada Queen? Apakah itu karena ketidakmampuanmu?" sela salah seorang teman lelaki mereka.
Seorang pemuda yang begitu fokus dan cukup jenius dalam memahami materi dari Neils. Ia biasanya terlihat acuh, namun kali ini ia terlampaui kesal.
"Aku tidak sedang membicarakan siapa-siapa!" Ucap Jeni, yang sudah kembali ke kelas. Si gadis angkuh, rival dari Queen.
"Selama ini kau terlalu banyak bicara, dan itu menandakan kau bodoh!" Ketus Eduard.
"Eduard, ada apa denganmu! Apa kau mulai menyukai pengkhianat ini!" Jeni menunjukkan jarinya ke arah Queen.
"Hentikan! Aku tidak butuh pembelaan siapapun. Jeni, kau bisa hentikan sikap aroganmu!" Queen berdiri, hendak melangkah ke luar dari kelas.
"Queen, aku tidak berniat membelamu. Aku hanya tidak suka ada penindasan di tempat ini. jika kau berpikir aku membelamu, kau hanya terlalu banyak berharap." Ketus Eduard.
Queen melanjutkan langkahnya untuk segera ke luar. Mencengkeram erat tali tasnya, dan segera pergi.
Tiba-tiba ia ingin buang air kecil, dan akhirnya Queen berjalan ke arah lorong yang terlihat cukup remang. Ia telah melupakan rasa takutnya akan kegelapan, karena rasa kesalnya malam ini.
--------------
Sedang duduk di toilet duduk, lampu tiba-tiba berkedip tak biasa. Queen masih belum menyadari sesuatu, hingga akhirnya pintu toilet tertutup kencang. Sosok hitam kemerahan berdiri tepat di belakangnya.
Ahhh ahh...
Queen baru saja selesai membasuh tangannya, tubuhnya tidak dapat bergerak.
"Kau masih berani berada di sini? kau ingin segera mati.." ucap sosok yang tidak jelas wajahnya.
Queen menangis dalam ketakutan, lampu kain meredup, ia mulai menyadari ketakutannya akan kegelapan. Karena rasa takutnya, Queen tak dapat lagi merasakan kakinya.
Tubunya sudah melayang di udara, berputar-putar, namun Queen tidak bersuara.
Argkkk! Queen akhirnya mengeluarkan suara teriakan kerasnya, dan tubuhnya jatuh menghantam washtable.
Ahh hhh... "Tolong... to-long.. akuh.." ucap Queen lirih, bibirnya sudah mengeluarkan darah, akibat benturan pada keran air.
Pandangannya sudah mulai buram, dan seseorang dengan jubbah serba hitam muncul dari balik pintu, Queen masih tertelengkup di atas washtable.
Setelahnya, Queen pun tak sadarkan diri.
Queen tidak tahu apa yang telah terjadi, ingatakannya memudar seketika.
***
"Mansion Kediaman Keluarga Axton"
Hazel menggendong tubuh Queen menuju kamar pribadi Queen.
"Apa yang terjadi dengan nona muda, Tuan?" para pelayan lari menuju ke arah Hazel yang sedang menggendong tubuh tak sadarkan diri Queen.
"Aku pun bingung, tiba-tiba saja nona Queen sudah seperti ini di ruangan kelasnya." Ucap Hazel, lalu membaringkan tubuh Queen pelan.
Para pelayan membawa air hangat, dan memeras kain lalu mulai mengelap area kepala hingga leher Queen.
"Aku hanya pergi ke bawah untuk memarkir mobil di depan lobi. Sekembaliku ke atas, nona Queen sudah duduk menelungkup di kursi miliknya. Sedangkan teman-temannya sudah keluar terlebih dahulu."
"Apakah guru music nona Queen tidak memanggil tuan Hazel?" Tanya bibi Su penasaran.
"Maksud bibi, Pak guru Neils? Tentu saja, guru Neils mengatakan nona Queen hanya tertidur."
"Nona muda.." ucap bibi Su prihatin.
Sedang memandangi Queen yang belum sadarkan diri. Perhatian bibi Su mengarah ke memar di bagian lutut, juga dahi Queen. Namun, bekas luka di pinggir bibir Queen sudah tak lagi terlihat.
"Tuan Hazel!" Teriak bibi Su saat melihat ada bekas luka di bagian atas lutut milik Queen.
Tak ada yang tahu penyebab kejadian yang menimpa Queen.
****