Lalu, sampailah aku di gubuk itu. Perlahan, kubuka sedikit pintu kayunya. Saras terlihat linglung seraya melihat lilin yang menjadi penerangannya. Lalu, ia menoleh dan bangkit. Langkahnya terlalu cepat dan tak berkata apapun lagi, ia mendekapku. Harum rambutnya membiusku sehingga membuat hidungku tak kuasa membelai rambut halus itu. “Aku rindu padamu, sayang!” Ujarnya perlahan, lalu mendekapku semakin erat. Nafasnya sudah semakin berat seiring dengan bangkitnya nafsu syahwatnya. Namun, aku tak ingin secepat itu. Walau kulihat nafsunya mulai menggebu. Kulepaskan pelukanku dari dekapannya yang liar. Lalu, kukecup bibirnya perlahan, sehingga dirinya yang sedari tadi ingin menyegerakan pergulatan kami menjadi mengendur. Sekilas, wajah kuning langsat yang kurindukan terpapar cahaya rembulan

