Apa yang Terjadi???

1200 Kata
Mura sudah tertidur. Sampai ketika terlelap pun, matanya masih basah. Pak Aswin menatap putri semata wayangnya dengan tatapan sedih dan terluka. Sebagai seorang ayah, mungkin dia merasa telah gagal melindungi putri yang amat disayanginya. Jauh di relung hati, mungkin dia pun menyesalkan kejadian hari ini. Lalu apa? Sekarang jejak siapa sebenarnya sosok yang menyerupai Pak Aswin telah terputus. Sebab, Kang Asman tidak ada di sini, malah sedang sakit parah. Artinya, perihal siapa sebenarnya sosok yang menyerupai Pak Aswin telah mengalami kebuntuan. Sama sekali tidak ada petunjuk. Hari ini Mura hampir celaka. Bagaimana dengan besok? Siapa yang bisa menjamin kalau si penyerang tidak akan mengulangi lagi aksi nekatnya. Sedangkan keadaan si penyerang berada di atas angin. Tidak ada seorang pun yang tahu siapa dia sebenarnya. Menghela napas, Pak Aswin duduk di kursi dekat jendela. Pandangannya menerawang, wajahnya diliputi kerunyaman. Sudah jelas pikirannya dipenuhi oleh persoalan-persoalan yang menggundahkan hati. Menempatkan penjaga? Tidak ada orang yang dapat dipercaya. Pak Aswin tidak tahu. Di antara semua orang yang bekerja padanya, siapa yang pengkhianatan dan siapa yang bukan pengkhianat. Siapa pun bisa menjadi pengkhianat. Hening. Pak Aswin membisu. Aku termenung. Ketukan di pintu akhirnya memecah keheningan di ruangan ini. Pak Aswin segera berjalan ke arah pintu, aku mengekor di belakangnya. Semua jendela terkunci rapat. Orang yang ingin masuk ke kamar ini hanya dapat melalui pintu. Pintu ditutup, aku dan Pak Aswin berdiri di depan pintu. Di depan kami berdiri Ilham dengan wajah ramah-tamah. Aku ataupun Pak Aswin tidak ingin mengganggu tidur Mura. Namun, kami pun tidak mau meninggalkannya. Jadilah pertemuan ini dilakukan di depan kamar. “Bagaimana?” tanya Pak Aswin. Mungkin, selain aku, Ilham inilah yang saat ini paling dapat dipercayai oleh Pak Aswin. “Saya dan yang lain sudah menyisir sekitar kamar Teh Mura untuk mencari sesuatu. Barang kali tertinggal petunjuk. Namun, kami hanya menemukan ini, tergeletak di lantai.” Ilham menyerahkan sebuah kalung dari benang hitam, berbandul batu bundar berwarna biru. Ukuran batu itu lebih kecil dari kelereng. Bukankah kalung itu milik Ismail? “Ini, bukankah kalung milik Ismail?” Pak Ilham ternyata mengenalinya. Muram, Ilham mengangguk. “Kalung itu diberikan almarhum Bapak sebelum beliau tewas tertimpa batu cadas saat mencari batu akik. A Ismail tidak pernah membiarkan siapa pun menyentuh kalungnya itu.” Lalu kenapa sekarang kalung itu ada sini? Di mana Ismail-nya? Ismail dan Ilham merupakan anak dari seorang pengrajin batu akik, Kang Sidiq. Suatu hari, harga batu akik tiba-tiba saja menjadi tinggi. Semua orang berlomba-lomba mencari batu akik. Dari tukang ojek, tukang sayur, tukang bakul, semuanya berganti pekerjaan menjadi pencari batu akik. Kang Sidiq yang memang sejak semula adalah pengrajin batu akik kebanjiran orderan. Batu-batu akiknya laku keras. Satu bulan berselang kehidupannya pun berubah drastis. Dari orang biasa, berubah menjadi kaya raya. Sudah menjadi fenomena umum. Di mana manusia hidup tanpa iman dan rasa syukur, pastilah hatinya diliputi kedengkian, iri hati, serta jahil bila melihat orang lain sukses. Suatu hari, Kang Sidiq pergi mencari batu akik seperti biasanya. Dia biasa mencari batuan itu di salah satu anak sungai di tengah hutan. Namun, siapa sangka, hari itu batu cadas tiba-tiba menggelundung jatuh dan meremukkan badannya. Ayah dari dua orang putra ini pun tewas seketika. Apakah batu cadas menggelundung sendiri atau digelindingkan orang, tidak ada yang tahu. Selang beberapa minggu pasca kematian Kang Sidiq, rumah Ismail kemalingan. Ibunya tewas. Keluarga kedua—dari pihak ayah dan ibu—malah saling berebut harta warisan. Saling bersungut siapa yang paling berhak. Sebelum Kang Sidiq meninggal, dia sempat membuatkan Ismail kalung dari batu akik berwarna biru cerah. Selepas kepergiannya, seorang kolektor menawar kalung tersebut seharga lima puluh juta. Hal ini yang memperuncing perseteruan antara kakek-nenek Ismail dari kedua keluarga—kakek-nenek pihak ayah dan kakek nenek pihak ibu. Kala itu, usia Ismail baru belasan tahun. Dia begitu muak pada kedua keluarganya yang sama sekali tidak memiliki perasaan. Kuburan orang tuanya masih merah, mereka malah sibuk membahas warisan dan saling sikut satu sama lain. Berseteru siapa yang paling berhak mendapat warisan. Nekat, Ismail malah berinisiatif melarikan diri. Dia bawa semua harta warisan yang tersisa peninggalan orang tuanya, juga Ilham adik kandung satu-satunya. Dalam perjalanan yang terlunta-lunta itulah Ismail bertemu Pak Aswin. Ismail menyerahkan semua harta bendanya dan bertanya apa boleh dia menumpang hidup bersama Pak Aswin. Saat Pak Aswin bertanya kenapa tiba-tiba Ismail mempertaruhkan nasib kepadanya. Jawaban Ismail sangat lugu, sebab dia melihat sorot mata teduh Pak Aswin sama dengan almarhum Kang Sidiq—ayahnya. Sejak saat itu, Pak Aswin memutuskan untuk merawat Ismail beserta Ilham. Ismail, Ilham, dan Mura. Ketiganya tumbuh bersama, bahkan mengenyam pendidikan di universitas yang sama pula. Mura dan Ismail menjadi Sarjana Pertanian, sedang Ilham memilih menjadi Sarjana Manajemen. Hubungan Ismail dan Mura semakin hari, semakin dekat. Meski tidak ada status resmi, keduanya sudah seperti sepasang merpati. Namun, belakang sikap Mura mendadak berubah dingin dan cenderung antipati. Semakin hari sikap Mura semakin tertutup. Menyendiri dan tidak suka didekati orang lain, terlebih laki-laki. Hal inilah yang menimbulkan keresahan di dalam hati Pak Aswin dan Mak Esih. Sampai pada akhirnya, mereka menemui Bapak dan menjodohkan Mura denganku. Semua cerita ini sudah Pak Aswin ceritakan padaku. Dan kini? Ismail-lah dalang dari semua ini! Ismail-lah yang sudah mencoba membunuh Mura. Di dunia ini memang ada orang yang dapat menirukan suara orang lain. Ismail salah satunya—mungkin. Pak Aswin juga sangat sayang dengan Ismail. Bahkan, mungkin sudah seperti seorang ayah yang menyayangi anak lelakinya. Di sisi lain, Ismail juga sudah mengenal Pak Aswin cukup jauh. Cara bicara, suara, gaya, dan semua kebiasaan Pak Aswin sudah Ismail pelajari. Postur badan dan tinggi badan mereka juga hampir sama. Dalam kegelapan, akan sulit membedakan keduanya. Mungkin inilah sebabnya Ismail dapat mengecoh para anak buah Pak Aswin. Ismail merasa benci kepada Pak Aswin karena malah menjodohkan Mura denganku, bukan dengannya. Dia ingin membunuh Mura dan membuatku salah paham dengan menyamar serta berbicara fitnah di sisi sungai—sengaja supaya aku dengar. Dengan begitu, Mura, aku, dan Pak Aswin akan hancur bersama. Sayang, rencana sempurna Ismail mengalami kegagalan. Sebab, ternyata Mura terselamatkan dan kesalahpahaman antara aku dan Pak Aswin pun dapat diselesaikan. Lantaran merasa semua rencana telah menemui jalan buntu. Akhirnya Ismail nekat hendak membunuh Mura dengan tangannya sendiri. Sayang, sekali lagi sayang, Ismail tidak dapat melawan perasaannya. Dia masih mencintai Mura, hatinya tak sanggup. Oleh sebab itu, dia merasa ragu dan tidak mampu. Lalu, di mana Ismail sekarang? Apakah dia sedang bersembunyi di suatu tempat? Apakah Ismail sedang menyesali perbuatannya atau malah sedang memikirkan rencana yang lebih licin? Pak Aswin menatapku, mungkin dia pun memikirkan sama persis seperti yang ada di dalam benakku. Aku juga baru ingat, pada saat di rumah Ismail, seseorang hampir menusukku dengan belati. Pada saat itu, Ismail sama sekali tidak memberi reaksi. Bahkan, seolah tidak terjadi apa-apa. Mungkinkah hal itu lantaran sebenarnya dia tahu apa yang terjadi. Ismail membenciku karena telah merebut Mura darinya. Rasa sakit atas kehilangan orang tercinta. Kecewa kepada keputusan orang yang dipercaya. Dua alasan ini lebih dari cukup bagi seseorang untuk melakukan kejahatan. Bahkan, sekalipun orang itu adalah orang yang jujur dan baik. Sekalipun orang itu adalah Ismail. Hayoooo~ manaaa komennyaaaaa~ Aku nungguin, loh. Soalnya kalau baca komen-komen kalian aku jadi semangat banget ngetiknya. (≧▽≦) Terima kasih buat yang selalu menyempatkan klik love ? dan komen. Sayang kalian semua.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN