BAB 1

1129 Kata
Dentingan pedang yang tajam saling bersautan dengan lainnya. Meskipun tubuhnya masih remaja, akan tetapi jangan pernah meragukan kekuatan seorang calon raja di masa depan ini. Axele Orval Miguel biasa dipanggil dengan Pangeran Axele. Keturunan ke tujuh Kerajaan Vampir yang memiliki sifat kejam serta tidak pandang bulu ketika berhadapan dengan siapa pun. Pemuda yang sudah berada di usia remajanya ini sedang berlatih bertarung dengan temannya yang bernama Luc. "Come on, jangan gunakan kekuatan vampirmu, Axe," ucap Luc, peluh sudah membasahi baju serta rambutnya akan tetapi Axele tidak pernah lelah dan berhenti menyerangnya. Bahkan Luc sudah sangat lelah padahal mereka baru berlatih dua jam. "Aku tidak menggunakan kekuatanku, Luc. Aku bergerak seperti biasanya. Kita baru dua jam berlatih, dan dirimu sudah lelah? Ck, aku menyayangkan bangsa werewolf bisa selemah ini," cemooh Axele yang ternyata berhasil mengundang kekesalan bangsa werewolf itu. Luc Martin Filip, anak kedua dari bangsa werewolf. Pangeran kerajaan besar yang terkenal dengan keberaniannya. Luc adalah sahabat Axele, kedua orang tua mereka sudah bersahabat sejak lama. Jadi, tidak heran jika keduanya terlihat dekat. Dan lagi pula keadaan sudah damai sejak lama, tentunya tidak ada lagi pertarungan antara kaum satu dengan lainnya. Luc yang termakan sindiran keras dari Axele pun dengan cepat menghantam tubuh calon raja vampir itu dengan kekuatan werewolf miliknya. Axele memegang perutnya yang ditendang Luc dengan keras, seringai tercetak jelas di wajah tampan pemuda ini. Karena Luc menggunakan kekuatan werewolf, maka tidak ada salahnya jika Axele menggunakan kekuatan vampir miliknya. Axele dengan cepat berlari ke tempat Luc berdiri, hanya butuh seperkian detik untuk dia sudah berada di depan temannya ini. "Peraturan pertama dalam kita berlatih, tidak ada kekuatan vampir atau werewolf, Luc," ucap Axele dengan tegas. Kedua tangannya sudah mencengkeram leher Luc dengan kuat. Luc yang tersadar jika dirinya tadi menggunakan kekuatannya pun merasa bersalah. "Peraturan kedua, jangan terpancing emosi ketika lawanmu mencoba memancing emosi. Itu akan menjadi kelemahanmu, Luc," lanjut Axele yang langsung mengempaskan tubuh temannya itu. Luc pun terbatuk-batuk karena terlalu kuatnya cengkeraman Axele kepadanya. "Jika kalian berlatih dengan cara seperti ini secara terus menerus, aku tidak bisa menjamin apa yang akan terjadi jika salah satu kerajaan akan kehilangan calon raja mereka." Yang berkata kali ini bukan Luc ataupun Axele, akan tetapi pemuda lainnya yang sejak tadi hanya sibuk dengan buku-buku miliknya. Dia adalah Reynart Pieter Damitri, anak dari salah satu kaum wizard yang kebetulan sekali berteman dekat dengan kedua calon raja ini. Seperti biasa Reynart akan duduk diam dengan buku-buku mantra miliknya, tanpa berniat untuk ikut berlatih bersama kedua temannya itu. Akan tetapi telinganya cukup tahu apa yang terjadi di depan sana. "Bagaimana? Masih ingin saling menyerang dan membunuh? Aku tidak keberatan sama sekali. Jika salah satu dari kalian tiada, akulah yang akan menjadi saksi. Dan tentunya aku tidak perlu repot-repot menjelaskan kepada raja vampir serta raja werewolf tentang kesepakatan anak mereka yang ingin saling membunuh," papar pemuda ini tanpa rasa takut sama sekali. Tentu saja tidak akan terjadi apa pun karena Reynart sangat mengenal kedua temannya ini. "Kau sungguh menyebalkan, Rey. Lagipula aku tidak akan menjadi raja werewolf karena kakakkulah yang akan menggantikan ayah," seru Luc yang ikut duduk di samping temannya itu. Reynart memang dikenal sebagai anak yang rajin. Entah rajin atau apa, pemuda ini enggan berjauhan dari buku-buku pelajarannya. "Kepalamu terlalu banyak membaca buku sampai tidak bisa berpikir jernih seperti ini," sindir Luc. Seketika tawa menguar dari bibir bangsa wizard itu. "Setidaknya aku tidak bodoh seperti dirimu," jawab Reynart tanpa kenal takut. Luc pun melotot mendengar perkataan temannya ini yang ceplas ceplos. "Kau sama saja dengan Axele, sama-sama menyebalkan. Lihatlah, dia selalu saja memancing emosiku ketika berlatih," keluh Luc memandang Axele yang berlatih pedang sendirian, pemuda itu seperti tidak mengenal rasa lelah sedikit pun. "Kau yang bodoh, Luc. Tidakkah kau pernah berpikir jika Axele melakukan itu agar kau serius dengan latihan ini. Dia sedang melatihmu untuk terlihat kuat," jelas Reynart yang sama sekali tidak memindahkan matanya dari buku- buku yang ia pangku. Pemuda ini seperti memiliki konsentrasi yang kuat meskipun ada seseorang yang mengajaknya bicara. "Ha? Benarkah? Tapi, tetap saja dia menyebalkan, dan aku selalu saja terperangkap dengan perkataannya itu," sahut Luc yang kurang percaya dengan yang dikatakan oleh Reynart kali ini. Reynart hanya menggelengkan kepala mendengar penuturan Luc kali ini. Bukan hal aneh lagi jika Luc dan Axele berselisih pendapat, tentunya hal itu tidak dianggap serius oleh keduanya. "Rey, kau tidak ke Wizard Berta? Bukankah katamu kau akan menanyakan sesuatu?" tanya Axele yang ikut duduk di samping Reynart. Sepertinya pemuda ini sudah lelah berlatih. Axele mengusap keringat yang membasahi tubuhnya yang polos itu. Setiap gadis yang melihat pemuda ini dalam keadaan seperti ini pastinya akan sangat kelaparan untuk memegang perut kotak-kotak milik Axele. "Ck, pakailah bajumu, Axele. Apakah kau ingin pamer kepadaku? Ck, badanku juga tidak kalah bagusnya dengan dirimu," ketus Luc. Reynart yang mendengarnya pun hanya mampu menggelengkan kepala. Axele tidak membalasnya, akan tetapi dia segera memakai baju miliknya. Axele akan sangat malas sekali jika berhadapan dengan gadis-gadis yang melihatnya dengan tatapan lapar itu. "Sore nanti aku akan menemui Berta," kata Reynart menjawab pertanyaan Axele tadi. Axele mengangguk mengerti, kemudian dia berdiri dari duduknya menghadap kedua temannya itu. "Ayo kita masuk. Aku lapar sekali," ujar Axele. Terlalu banyak berlatih membuatnya kelaparan. Axele tidak melihat kedua temanya bergerak dari tempat mereka. "Luc, ibuku membuat puding hari ini. Apakah kau yakin ingin melewatkan hal itu?" ucap Axele yang mengundang perhatian bangsa werewolf itu. "Benarkah? Ayo kita masuk, aku sudah tidak sabar makan puding buatan Bibi Felis," ucap Luc yang cepat berdiri. Axele hanya menahan tawanya karena kegilaan Luc yang sangat menyukai puding buatan ibunya. "Bagaimana denganmu, Rey? Kau ikut atau tidak?" tanya Axele kepada Reynart yang masih saja duduk dengan buku-bukunya. Menurut Axele yang paling sulit dibujuk adalah Reynart, bahkan meskipun mereka sudah berteman lama, Reynart penuh dengan banyak rahasia yang tentu saja sulit untuk Axele ungkap. Reynart dengan sigap menutup bukunya dan segera berdiri dari duduknya tadi. "Ayo, memakan puding sepertinya bukanlah hal buruk," papar pemuda itu yang kemudian berjalan lebih dulu. "Heh? Apa itu barusan? Dia menyukai puding buatan Bibi?" celetuk Luc membuat Axele hanya mengangkat bahunya. Reynart benar-benar meninggalkan kedua temannya ini. "Oh tidak! Jangan-jangan dia akan menghabiskan semua puding. Sial! Axele, aku pergi dulu. Bye!" pekik Luc yang langsung berlari menyusul Reynart. Axele yang melihat temannya itu hanya bisa menahan tawanya. Dia tidak bisa tertawa dengan bebas karena kerajaan ini banyak sekali prajurit yang berlalu lalang. Akan jatuh harga dirinya jika mereka mendengar dirinya tertawa. Axele akan terus mempertahankan gelarnya sebagai calon raja yang dingin dan tak berperasaan. Jika ditanya tentang gadis-gadis, jujur Axele tidak berminat sama sekali. Bahkan Axele mencoba meyakinkan dirinya bahwa dia tidak butuh pendamping, karena semuanya bisa dia lakukan sendiri. Padahal kita semua tahu bahwa semua makhluk tidak bisa hidup tanpa pendamping, tetapi bagaimana dengan Axele? Semoga suka. Jangan lupa komen dan love ❤
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN