Enam

1124 Kata
    “Kamu benar-benar menjadi pengusaha, Jihan?” tanya Tita ketika ia dan kedua sahabatnya serta Balqis tengah berkumpul di salah satu restoran.Tita benar-benar terkejut ketika Yuyun datang menjemputnya bersama Jihan. Sahabatnya itu benar-benar berbeda. Jihan yang ia ingat gadis tomboy berambut pendek, namun sekarang Jihan begitu cantik dengan rambut panjang bergelombang, kulit yang putih dan glowing, dress berwarna pink yang begitu cantik dan harum.     “Suami aku yang pengusaha Ta, aku cuma bantuin mengelola aja.” Jawab Jihan dengan suara yang lembut atau dilembut-lembutkan? Entahlah, Tita merasa ingin mengorek telinganya.     “Jadi, suami kamu jualan apa?”     “Cuma bisnis kecil-kecilan, kami punya beberapa cabang restoran baso aci, frenchise ayam geprek, yah itu aja.”     “Dan jangan lupakan dua hotel bintang lima serta sekolah standar internasional,” tambah Yuyun.     “Waw.. luar biasa! Tapi.. apaan itu ayam geprek? Baso aci? Ya ampun, aku benar-benar merasa kelempar ke masa depan tahu enggak? Bahkan tadi di sekolah Aqis, ada yang kasih aku makanan seblak,”     “Itu kesukaan kamu,” ujar Jihan.     “Geprek?”     “Seblak,” Jihan menghela napas. “Aku baru tau ada kejadian seseorang yang lupa ingatannya dan kembali ke masa lalu. Aku pikir itu cuma di film-film, tapi ternyata sahabat aku yang ngalaminnya.”     Tita menghela napas dan menyandarkan tubuhnya merasa lelah. Pandangannya menatap Balqis yang asyik memakan es krim di atas pangkuan Jihan. Hatinya terasa menghangat menatap gadis kecil yang sangat mirip Angkasa itu.     Ah mengingat Angkasa membuat Tita merasa rindu dan.. Tita menepuk pahanya, ia baru mengingat sesuatu. “Aku baru inget, Orangtuaku.. kalian tahu mereka di mana? Aku tadinya mau ke rumah lamaku, tapi aku bingung dengan jalanan sekarang,” Yuyun dan Jihan saling berpandangan, wajah mereka terlihat khawatir dan. Tidak nyaman?     “Hei, kenapa kalian diem aja? Ada apa?”     “Hmmm... itu..” ucap Jihan terbata-bata.     “Opa Oma udah meninggal, Mama..” sela Balqis dengan nada polos.   Mama Amnesia       Angkasa mengernyitkan alis begitu sampai di dalam rumah. Ia menatap heran ke arah putrinya yang tengah menonton TV sendirian.     “Mama ke mana?” tanya Angkasa mengecup kening Balqis.     “Di kamar, Mama nangis Pa.”     “Kenapa?”     “Nanya Oma Opa,”     “Papa bawain ayam goreng, Aqis makan duluan aja ya, Papa mau susul Mama dulu,”     Balqis mengangguk dan Angkasa segera berjalan menuju kamarnya. Jantungnya berdegup kencang, ia tahu bagaimana Tita begitu terpuruk setelah mengetahui kedua orangtuanya mengalami kecelakaan pesawat beberapa hari setelah mereka resmi berpacaran. Ia kembali mengingat Tita yang hampir seminggu tidak mau keluar kamar hingga akhirnya ia ditemukan pingsan karena dehidrasi.     Angkasa takut jika ia menemukan Titanya yang depresi kembali. Sungguh sulit mengembalikan wanitanya itu kembali ternyesum.     Dengan pelan, Angkasa membuka pintu dan menemukan Tita tengah meringkuk di sudut kamar dengan mata yang bengkak. Pria itu melepaskan jas dan kancing tangan kemejanya, melonggarkan dasi dan meraih sang istri ke pelukannya. Tita tersedu di dadanya, bahunya bergetar.     Satu jam akhirnya Tita bisa menenangkan diri, kini mereka tengah berbaring dengan posisi saling berpelukan.     “Apakah jenazah Mama dan Papa enggak ditemukan?”     Angkasa menggeleng. “Tidak ada satu pun korban yang di temukan, termasuk pilot berserta awak kapal,”     “Lalu, setelahnya? Aku tinggal hanya berdua dengan Bi Ica?”     Angkasa terdiam, membuat Tita menatapnya dengan pandangan menuntut jawaban.     Ragu-ragu Angkasa menjawab. “Kamu tinggal bersamaku, Tita..”     “Maksud kamu?” Tita merubah posisinya menjadi duduk begitu pun dengan Angkasa.     “Mama Papa meninggalkan hutang besar, sehingga semua harta, rumah, kendaraan di sita oleh bank. Bi Ica dan Pak Ajat kembali ke kampung dan kamu tinggal bersamaku.”     “Enggak mungkin...” bisik Tita lirih. “Mama dan Papa punya banyak sekali simpenan, beliau selalu menginvestasi penghasilannya,”     “Aku tahu ini sulit dipercaya, tetapi Papa.. Papa .. mengalami kasus pengkorupsia batu bara dan dituntut denda 477 milyar,”     “Enggak mungkin,”     Angkasa meraih Tita kembali ke pelukannya, wanita itu mulai terisak. Kepalanya terasa sakit, ia merasa sangat terkejut dengan fakta yang tidak pernah ia bayangkan.     Mengapa masa depannya begitu memilukan?     Bisakah ia kembali ke masa lalu dan merubah masa depan?  ....     Setelah menangis, Tita dan Angkasa keluar dari kamar dan melihat Balqis yang tengah bermain lego seorang diri. Gadis mungil itu tersenyum lebar mendapati Mama Papanya yang kini duduk di hadapannya dengan tangan saling menggenggam.     “Sudah makan?” tanya Tita mengelus rambut Balqis.     “Tadi makan ayam yang Papa bawa,”     Tita melirik Angkasa dan kembali menatap putrinya. Matanya berjelajah mengitari sekelilingnya. Banyak sekali pertanyaan di kepalanya, ada kejanggalan yang ia rasakan, ia seperti kehilangan jati diri. Ia tidak mengerti, bagaimanakah dirinya yang dulu.     “Angkasa..”     “Hmm?”     “Kamu bilang aku tinggal bareng kamu, setelah orangtua aku meninggal. Apa maksud kamu kita menikah setelah lulus SMA?”     “Kita menikah setelah aku lulus kuliah. Kamu tinggal bareng keluarga aku dan aku tinggal di kosan,”     “Aku... enggak kuliah?”     Angkasa tersenyum sendu menatap istrinya. “Setelah lulus SMA kamu memutuskan untuk bekerja di toko kue,”     Tita menghela napas dan menutup matanya. Kini semua jelas, yatim piatu, jatuh miskin, menumpang tinggal, menjadi pelayan toko dan menikah. Pantas saja wajahnya kusam, rambut tidak terurus, pakaian yang berwarna gelap. Mungkin itu adalah ekspresi jika dirinya merasa pesimis dengan jalan hidupnya.     Tetapi.. ia yang sekarang memiliki jiwa 17 tahun. Apakah ia masih memiliki kesempatan untuk berusaha memperbaiki hidupnya? Apakah ia bisa meraih cinta-cita di usia 30 tahun ini?     “Mama, wajah Mama nyeremin!” komentar Balqis mengamati wajah Tita yang mengerut.     Tita tersenyum dan mencubit pipi Balqis dengan lembut. “Aqis, Mama cantik enggak?”     “Kata Papa, Mama wanita paling cantik!”     “Kalau kata Aqis?”     “Hmm.. Tante Jihan,” jawab Balqis nyengir.     Tita mendecih sementara suami di sampingnya terkekeh. “Mama ini waktu sekolah perempuan paling cantik lho! Sampai-sampai Mama punya fans!”     “Fans itu apa Mama?”     “Hmm.. Fans itu orang-orang yang suka dan kagum sama kita,”     Balqis mengedip, bibirnya mengerucut seraya berpikir. “Kayak Aqis yang suka blackpink ya Mama?”     “Apaan Blackpink?”     “Itu kesukaan Aqis! Yang padam-padam,” ucap Balqis gemas.     “Apaan padam-padam? Lagu kebakaran?”     Angkasa tertawa keras, ia mengambil Hpnya di atas meja. “Ini blackpink sayang,” tunjuk Angkasa pada Tita.     “Mama lupa ya? Kan Mama juga suka lagunya,”     Tita mengembalikan HP kepada Angkasa dengan dagu terangkat bak ratu yang angkuh dia berkata, “Enggak ngerti Mama mereka ngomong apa. Nanti Mama kasih tau grup-grup yang lebih keren. Ada ratu. Be three, warna, kahitna.. itu keren-keren.”     Angkasa terpana menatap ekspresi istrinya. Setelah sekian lama, ia baru melihat lagi ekspresi angkuh primadona sekolah, sang ratu Tita.     “Aku cinta kamu,” bisik Angkasa dengan nada yang lembut.     “Aku tau,” balas Tita dengan senyum lebar.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN