irina
pekerjaan yang melelahkan yang selalu di lewati setiap hari,memungut rongsokan sudah menjadi rutinitas bapakku yang terkadang tergantikan olehku karna bapak yang sedang sakit dan ibuku hanya seorang penjual gorengan yang menjajakan dagangannya dari kampoeng ke kampoeng dengan keuntungan tidak besar, bahkan untuk makan kami sehari hari pun terkadang kami berhutang di warung tetanggaku,itupun sudah terlalu menggunung jika kami kembali berhutang.
seolah dunia tak pernah memihak kebahagiaan kepadaku,beruntung aku adalah gadis desa yang memiliki paras cantik dan putih, rumah kami berada di kaki gunung salak,terlampau jauh jika kalian fikir rumahku indah di tengah rindangnya hutan, rumah ini sudah terlalu rapuh dan reot,di terpa angin pun rasanya akan runtuh miris satu kata yang dapat mewakili kekacauan hidupku yang tinggal di perkampoengan jauh dari pemukiman warga,jarak rumah warga di sini memang sedikit berjauhan,dimana masih bnyak pepohonan rindang memberi jarak antar rumah warga.
untuk pergi ke sekolahku pun dulu,aku harus menempuk jarak yang cukup jauh,
ya...
aku hanya seorang gadis lulusan smp saja,sempat dulu aku tidak ingin bersekolah sampai menengah pertama,namun bapak berkata
'sahenteuna neng, pendidikan neng kudu jauh leuwih ti bapak jeung ibu"
( setidaknya nak, pendidikan kamu harus jauh lebih baik dari bapak dan ibu)
aku hanya mencerna kata kata bapa yang mementingkan pendidikanku dengan alasan agar kelak hidupku lebih baik dan layak,tidak seperti mereka mungkin,fikiran ku melayang mengamati gubuk derita kami,memang sangat layak dikatakan gubuk.
aku yang sekarang sudah tamat bersekolah smp, usiaku sudah menginjak 15 tahun,aku yang bertekad ingin pergi ke kota demi mengadu nasib dan mencoba peruntungan di ibu kota.
ingatan buruk beberapa minggu yang lalu membuatku depresi tanpa orangtuaku ketahui,aku gelisah menjelang setiap tidurku,tidur... bahkan aku tidak pernah ingin tidur, amarah menggebu membuatku selalu pergi ke tengah hutan kala malam larut tak membawa kantuk sama sekali dalam diriku,ingin memaki namun aku hanya bisa terdiam di temani suara suara jangkring yang menggema di tengah sunyinya hutan belantara,bahkan mungkin binatang buas pun enggan mengahampiriku karna aku yang sudah terbiasa berada dalam habitat mereka.
sampai tekad ingin membawaku pergi ke kota..
flashback
"ih amit amit,ngahutang wae keluarga si irsad mah ! "
perkataan seorang tetangga sangat memekik di telingaku ketika aku berjalan melewati rumah warga, dia pemilik warung rumahnya terlampau jauh dari rumah kami yang berada di ujung,rumah bu marni tepat berada di depan jalan besar,satu satunya akses jalan ke kampoeng kami yang bisa di lewati mobil,namun sangat lumayan jauh menuju jalan raya yang biasa di lewati banyak kendaraan umum.
aku hanya terdiam ketika mendengar celotehan tetanggaku ini,sampai suara nyaring terdengar dan menghentikan langkahku,bukan sekali dua kali, bahkan kami hampir setiap hari mendengar cacian n makian tetangga kami karna hutang kami yang menumpuk.
"heh rina...!! " teriak bu marni
aku menoleh ke belakang, mendapatu bu marni mendekat dan meninggalkan warungnya sejenak yang sedang di kerumuni ibu ibu yang sama julidnya.
"iraha bapak maneh arek mayar hutang hah !"
( kapan bapakmu akan membayar hutang)
aku menunduk tak menjawab,sampai suara dari ibu ibu lain terdengar.
" geulis geulis balangsak,jadi p***n weh ditu kos si kokom maneh!"
(cantik cantik susah,jadi p*****r ajah kaya si kokom kamu)
kali ini aku menoleh kepada sumber suara,aku tersenyum miris,sebegitu rendah aku di mata semua orang,hingga aku di sarankan untuk menjadi seorang p*****r seperti tetanggaku,kenapa Tuhan sangat tidak adil untukku,untuk keluargaku,bahkan hinaan ini sudah melampaui batas, aku yang di suruh mereka untuk menjual tubuhku,aku menahan amarah yang akan meluap,hatiku perih bak tertusuk samurai dengan kata kata mereka,memang lidah tidak bertulang,namun ketika aku ingin membalas perkataan mereka
"tos bu,irina teu salah, abdi nu salah gaduh hutang,hampura abdi janji bakalan ngalunasan"
(sudah bu, irina tidak salah,saya yang salah karna mempunyai hutang,maaf saya janji akan melunasi)
"bapak" lirihku,aku menitikan air mata
CUUIIHH
" alaaahh loba omong maneh,mayar henteu maneh,janji janji weh hungkul !"
(alaah banyak bicara kamu,bayar tidak,hanya janji belaka)
dengan angkuhnya bu marni berkacak pinggang,
air liur yang keluar dari mulutnya membuatku geram,
bapaku meminta maaf sambil mencium tangan bu marni,bapak rela merendahkan dirinya demi hutang kami,hatiku sangat teriris melihat bapakku sangat rendah di mata semua warga,ketika aku ingin membalas perkataan bu marni,bapak mencengkram tanganku erat,aku melihat sayu mata bapak seolah berkata 'jangan',
kulangkahkan kaki, berlari sekuat tenaga menuju hutan seperti biasa,kutinggalkan semua rongsokan hasil pungutanku hari ini PERSETAN dengan uang yang akan di dapat hari ini,karna amarah melandaku hingga pening otakku serasa ingin pecah
FLashback Off
kemiskinan membuat kami sangat rendah, uang bisa menjanjikan segalanya,
di sini di bawah aliran sungai yang sangat deras,di bawah gelapnya rembulan,di tengah sunyinya alam semesta menemaniku sendiri terisak dalam tangis yang pilu,setanpun enggan mengganggu kesakitanku.
esook akan aku pastikan aku akan pergi ke jakarta dengan hasil uang simpananku,ku harap bapak dan ibu merestuiku.
maaf kalau bahasanya kasar, percakapan ini sunda kasar, tapi aku translate juga kok, karna memang di kampoeng ini semuanya menggunakan bahasa sunda dan cenderung sunda kasar.
semoga kalian suka,,
asli ini aku otodidak nulis, ga ada pengalaman, ga nyontek atau plagiat karya orang, aku cuma berhayal ajah,maaf kalo banyak typo,aku harap ada yang mampir dan suka,
karna...
kelanjutannya akan seru
semua sudah terangkum dalam otakku yang bodoh ini
follow
IG @ayusnickyberry
fb @ayu's nickyberry
❤️❤️❤️❤️❤️
salam sayang
SOE