BAB 3. BASTARD

1147 Kata
BAB 3. BASTARD Lelaki itu b******k! Lelaki itu m***m! Ayolah! No man in my live! Peringatku dalam hati begitu aku menyadari perasaan apa yang kini menggayuti hatiku. "Bel ... Bella!" sentak Gina menyadarkanku dari lamunanku. Aku menoleh ke arah Gina 'ada apa?'. "Liurmu menetes," bisiknya dengan senyuman jahilnya. Kontan kututup mulutku yang baru kusadari menganga. Memalukan!!! Tuhan, tolong beri aku pintu ke mana saja. Biar aku langsung kabur dari sini. Atau kalau boleh sedikit jahat, jatuhkan saja meteor tepat mengenaiku! Aku rela. Daripada aku berada di situasi yang memalukan begini. Sumpah!! "You're blushing! Are you virgin?" Kalimat paling kasar dan juga vulgar di saat bersamaan keluar dari mulut tajam lelaki adonis di depanku ini. Inginku mengumpat, tetapi aku juga ingin mencumbu mulut kasarnya tadi. Menghilangkan sumber kepahitan yang kudengar. Duh ... otak, ambil alih ketidakwarasanku. Kuingin akal sehatku tetap ada padaku. Kurasa aku sudah tak waras lagi. Logikaku entah terbang ke mana? Dia lelaki kasar! Tapi dia punya feromon yang berlebihan membuatku tak bisa berpaling. Dia lelaki m***m! Tapi itu sisi menariknya. Lelaki itu b******k! Tapi luar biasa Tampan Kudengar kekehan Gina menanggapi kalimat menghina lelaki b******k tetapi sangat lezat itu. Sialan wanita satu ini. Kurasa dia senang karena punya teman yang sudah dipermalukan lelaki adonis di depanku ini. Ya, Adonis. Tak berlebihan kurasa kalau aku menyamakannya dengan sosok pria yang mampu membuat dewi aprodit jatuh cinta. Karena aku yang titisan dewi aprodhite saja jatuh cinta padanya. Oh ayoolah jangan mencemoohku, aku memang titisan dewi aprodhite itu. Tak percaya??? Ya sudah nggak peduli juga aku. "Yeaah i'm still virgin," ucapku sarkas tak kalah dingin. Cukup lama aku akhirnya sanggup menjawab kalimat kurang ajarnya. Kulihat kilat jenaka dari sorot matanya kala mendengar jawabanku. Tetapi hanya sesaat bahkan kupikir itu hanya ilusiku saja. "Oh ya Al, ini pengarah gaya baru kita. Jangan membuatnya kabur seperti pengarah gaya terdahulu!" peringat Gina. Al?? Bukannya namanya Ducan Fox. Harusnya kan Gina memanggilnya mr. Fox? Gina bilang dia hanya menikmati satu malam dengan pria adonis itu. Tetapi kurasa mereka lebih dari teman satu malam. Mengingat panggilan Gina yang terdengar intens. Entahlah. "Stop call me Al!! I hate that nickname! Don't you dare call me like that againt. I warned you!" sentak lelaki itu, entah kenapa aura lelaki itu mendadak menggelap. Kulihat Gina berubah pias. Mungkin dia tidak menyangka sikap sok akrabnya malah membuat geram sang pujaan hati. Dengan tak tahu sopan santun si tuan b******k itu berlalu begitu saja setelah membuat suasana tak nyaman ini. Gina berusaha tenang dan menyembunyikan rasa sakit hatinya. Aku salut padanya yang masih mencoba menyunggingkan senyum canggungnya. Aku tahu dia merasa dipermalukan di depan kami semua. Apalagi ada model cantik yang merupakan saingan Gina. I know what she feels. Karena aku pernah berada di posisi Gina. Ya saat, mantan suamiku dan sekretarisnya terpergok olehku. "Kau tahu bell, aku menyesal pernah menikahi wanita mandul sepertimu," sentaknya saat aku menanyakan kenapa dia berselingkuh? Kalimat busuk mantan suamiku kembali terngiang dan terdengar di telingaku. Mandul??? Yang benar saja? I'm totally fertile. Aku malah curiga anak yang dikandung sekretarisnya itu bukan anak mantan suamiku. Aku akan bersorak gembira jika itu yang terjadi. Dari semua orang akulah yang akan bertepuk tangan pertama kalinya. Yeaah, aku sejahat itu. Kurasa siapapun yang berada di posisiku akan bertingkah sepertiku. Aku bahkan menantikan hal itu terjadi. Jahatkah? Karma exists?!! Itu yang selalu kuyakini. "Jangan mengasihaniku," bisik Gina di telingaku. Membuat lamunan masa laluku terputus begitu saja. "I don't," kataku pelan. "Hei!!! When do we start, if you just gossip?!" pertanyaan yang bernada sindiran menyebalkan. Kurasa lelaki itu memang terlahir dengan mulut tajamnya. Menyebalkan! Untung ganteng. Kalo enggak wes tak sleding wae cek mental nang kutub utara. Dengan senyum terpaksa aku mendekat ke arahnya. Ternyata dia sudah menyiapkan setting dan perlengkapan fotographinya. Begitupun model tadi sudah siap dengan sebuah pakaian minim. Aku memicing melihatnya. Kurasa saat ini temanya Summer Time. Tetapi nggak juga pake pakaian seminim itu. "Apa itu memang pakaian dari wadrobe?" tanyaku penasaran. Wanita itu menatapku tak suka. "Apa perusahaan tidak menyediakan pakaian yang sesuai dengan tema atau memang itu pakaian dari wadrobe? Karena kurasa kurang sesuai dengan tema kita kali ini. Apa aku yang salah?" "Aku tak pernah memakai pakaian dari wadrobe camkan itu orang baru," bentaknya tak suka. "Tema kita kali ini bukannya summer time? Aku tahu kalau summer memang cenderung memakai pakaian yang sedikit terbuka. Tetapi pakaian yang nona kenakan lebih mengarah ke pakaian dalam dari pada summer dress," kataku mencoba tenang. Aku memang masih baru di sini, tetapi hasil pemotretan kali ini adalah tanggung jawabku. Dan itu adalah bagian dari pekerjaanku memastikan semuanya sesuai tema. "Ck, tau apa kau tentang mode? Bukannya bikini juga merupakan pakaian untuk summer. Kau lihat di pantai semua orang menggunakan bikini." Wanita itu bahkan sudah berkacak pinggang. "Baik, saya akan tanyakan pada pihak redaksi. Apa mereka memang menyetujui usul Anda memakai bikini," kataku sambil mengeluarkan ponsel canggihku. Hadiah dari mantan suamiku, ya dia memang sudah menyakitiku. Tetapi menyimpan atau membuang barang pemberiannya untuk bisa cepat move on bukan gayaku. Lagi pula sayang banget ponsel sekeren ini kalau dibiarkan menua dalam 'box kenangan mantan'. "Gina, maaf mengganggu aku cuma mau memastikan sesuatu. Model kita memakai bikini untuk sesion pemotretan kali ini. Apa itu oke?" Aku sengaja me-loudspeaker pembicaraanku dengan Gina. Biar aku tak perlu mengulang hasil pembicaraan kami. "Wanita itu selalu saja semaunya. Kami sudah menyediakan gaun rancangan Alexander mcQueen untuk pemotretan kali ini. Bilang padanya kalau dia tidak mau mengikuti aturan kita sebaiknya dia bersiap mendapat penalty dari Style." Kulihat wanita di depanku mengumpati Gina dan diriku. Tetapi apa peduliku. Ini memang sudah tugasku. Tak peduli aku masih baru tapi ruler remain ruler. "Untuk ukuran orang baru kau keren juga." Suara sexy si pria b******k menggelitik telingaku. Oh bukan cuma suaranya, tapi bibirnya juga sudah menjilati telingaku. Aku spontan menghindar dari kungkungannya. Tetapi tenagaku tak sebesar dirinya. Entah sejak kapan kami sedekat ini? Aku tak menyadari langkah kakinya. Entahlah .... Dia mendongakkan wajahku dengan tangan kekarnya. Mata kami bertubrukan. Netra hitam itu sekelam malam. Entah rahasia apa yang terkandung di dalamnya? Dan aku tak berniat mengetahuinya. "Bisa kau lepaskan aku? Aku tidak peduli bagaimana kau menjalani hidupmu. Tapi aku tidak berniat menjadi salah satu wanita penghangat malammu," desisku mengalihkan tatapanku. Aku tak mau tenggelam dalam kegelapan matanya. "Benarkah? Kau bahkan belum mencoba ciumanku," bisiknya di telingaku dan menjilati cuping telingaku mengirimkan gelenyar aneh ke sekujur tubuhku. Kugigit bibir bawahku menahan erangan yang nyaris keluar dari mulut laknatku. Oh tak akan kubiarkan kau mengkhianatiku mulut! Aku mencoba memikirkan hal tragis dalam hidupku supaya pikiranku teralihkan dari sengatan gairah yang coba disulut lelaki b******k yang sayangnya sangat menarik gairah primitifku itu. Hal yang sangat jarang terjadi padaku. Ya, selama aku menikah dengan suamiku, eh mantan suami maksudku. Mas Ben, sangat jarang bisa menyulut gairahku. Entah dia yang tidak mengetahui bagian sensitifku atau aku penderita Anorgasmia? Entahlah. Yang jelas aku jarang sekali bisa menikmati percintaan kami. Apa aku aneh? >>Bersambung>>
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN