Chapter 2 : Pemaksaan

996 Kata
Pagi telah menjelma dengan kicauan burung yang telah bertengger di pohon dekat jendela kamar. Udara dingin pagi memenuhi rongga d**a, mengganti kepengapan menjadi kesegaran yang dapat merubah sedikit suasana hati. Aku masih di sini, di kamarku dan memeluk guling kesayangan dengan nyaman. Hari ini adalah hari libur dan aku tidak akan menyia-nyiakan untuk bangun, yang penting aku sudah melakukan kewajibanku untuk sholat subuh. Setelah itu, barulah aku bisa bersantai dengan meringkuk dibawa selimut. Ah nyaman sekali.  Tok  Tok  Tok  "Eh kebo bangun!" Kak Bintang! Tu orang bener-bener ya!  "Berisik lo kak!" teriak ku.  "Bikinin nasi goreng dunk, gue kangen nasi goreng bikinan lo."  Memang sih dari kecil kita memang sering masak-masak sendiri saat dirumah cuma ada aku sama kak Bintang, sementara bibi sibuk sama pekerjaan lainnya. Aku sama kak Bintang juga merasa kasihan sama bibi kalau terus kita repotin.  "Tangan lo masih utuh kan? Bikin aja sendiri!" Sebenarnya kak Bintang itu bisa bikin sendiri tapi herannya dari kecil itu dia suka merintah-merintah. Aku kan lagi fokus sama kenyamanan jadi biarkan saja itu orang masak sendiri.  "Gue masih harus bahas tugas sama anak-anak. Gue pulang bukan buat seneng-seneng ya dek."  Siapa juga yang bilang mau seneng-seneng? Itu kan? Sudah parnoan, suka maksa lagi. Dari dulu, kak Bintang memang seperti itu, sama seperti bunda tuh. Mereka paket lengkap dan aku lebih santai seperti Ayah yang tak suka berisik, apa lagi berdebat untuk hal yang tak penting.  "Seneng nggak seneng emang apa urusannya sama Lintang sih kak?" Tapi kalau kalian berfikir aku akan menyerah begitu saja? Jawabannya adalah tidak!  "Ya uda gua dobrak pintunya!" Dan dia lagi-lagi maksa.  "Serah!" Aku juga tak akan menyerah. Ini itu hari libur dan kak Bintang sudah merusak kebahagianku dengan menyuruhku membuat nasi goreng.  Brug  Sialan! Ini orang serius mau ngedobrak pintu? Sepertinya dia dalam mode gilanya. Ini tidak bisa di biarkan, ngeselin kak Bintang tuh. Baik, kali ini aku mengalah, sebab aku tidak mau boros uang bulanan hanya untuk memperbaiki pintu yang diakibatkan dari kesenewenan kak Bintang. Manusia paling menyebalkan sedunia.  "Ngeselin banget lo kak! Iya ini aku buka!" Aku juga malas ribut sama kak Bintang disaat teman-temannya ada di sini. Ah, menyusahkan saja!  Krek  Aku pun dengan sangat terpaksa membuka pintu dan mendapati sosok kak Bintang yang kata orang-orang cakep. Cakep? Dari Hongkong? Nggak banget! Menyebelin ya!  "Cuci muka dan buruan bikinin kita nasi goreng!"  Tuhan, kenapa kau ciptakan sosok menyebalkan seperti kak Bintang? Ironisnya ini cowok saudara kandungku.  "Uda sono! Cerewet amat lo kak, kek emak-emak aja!" omelku, aku pun mendorong tubuh kak Bintang untuk segera enyah dari hadapanku. Bisa-bisa aku kena stroke kalau kak Bintang terus berada di sekeliling ku.  Sebenarnya hanya butuh waktu 10 menit untuk cuci muka dan beres-beres tempat tidur, sampai aku turun dengan wajah fresh, tapi badan ... Aku tidak dapat menjaminnya. Bodohlah ya, yang penting nasi goreng yang dipesan kak Bintang itu cepat selesai.  Sebenarnya tidak butuh waktu lama untuk membuat nasi goreng. Apa lagi bumbu yang aku halusin beberapa waktu lalu sudah tersedia dalam lemari es. Hanya butuh nasi sebagai bahan utama dan alat untuk menjadikannya nasi goreng. Dalam waktu 15 menit nasi goreng ala aku sudah siap, lengkap dengan minuman dingin dan beberapa camilan.  Dengan sangat berhati-hati aku membawanya menuju ruang tengah. Di sana aku melihat kak Bintang mengotak-atik sebuah alat bersama kak Saga, sementara kak Barra dan kak Tiffany sedang main laptop.  "Ini kak nasi gorengnya." Aku menatanya di meja.  "Duh, kok repot-repot sih Tang."  Kak Tiffany bangun, segera membantuku menatanya di meja tamu. Kebetulan kak Bintang bilang, maunya makan di ruang tamu bukan di meja makan. Mungkin kali ini mereka mengerjakan sesuatu yang membuat mereka harus tetap fokus.  "Enak nggak ini nasi gorengnya?" tanya kak Saga yang menunjukkan wajah kurang yakin memandang nasi goreng buatanku.  Wah, kak Saga ini memang pantas menjadi teman kak Bintang ya. Sama-sama nyebelin! Aku hanya bisa tersenyum untuk membalas pertanyaannya yang terkesan meremehkanku itu.  "Di bikinin untung, biasanya juga lo beli nasi kucing pinggir jalan yang rasanya kacau," sahut kak Barra.  Boleh tidak aku tertawa? Ini kak Barra savage banget, terkadang memang persahabatan itu saling melengkapi ya. Ada karakter seperti kak Bintang dan kak Saga yang nyebelin tingkat langit ke tujuh. Ada karakter seperti kak Barra yang bisa menjadi pengontrol, agar kedua cowok itu tidak terlalu jauh untuk menjadi menyebalkan dan kak Tiffany yang lebih fleksibel dalam suasana dan dengan siapapun orangnya.  "Buka rahasia aja lo Bar. Ngomong-ngomong makasih ya Tang," ungkapnya yang jelas bikin aku kesel. Kalau saja kak Barra tidak berbicara seperti itu, mana mau kak Saga bilang terima kasih.  "Uda siap kan berangkat entar, habis magrib? Ini gue uda dapet sewa mobil sama boking hotelnya."  Aku masih berdiri dan memperhatikan kak Bintang yang sedang sibuk dengan handphonenya. Aku melihat kak Saga menyenggol-nyenggol kak Bintang sembari melirikku beberapa kali. Kemudian, kak Bintang mendongak dan menatapku.  "Apa? Uda balik ke kamar sono. Kalau lo di sini, gue nggak bisa konsentrasi," perintah kak Bintang. Itu kan, aku hanya bisa memutar bola mataku dan segera pergi meninggalkan mereka. Namun, sejujurnya aku tidak pergi dan bersembunyi di balik tempok, untuk mendengarkan apa yang mereka bicarakan.  Entah mengapa, aku tidak bisa mengabaikan ide gila mereka ini. Dari semua hobi yang dapat di tekuni, kenapa mereka memilih hobi yang aneh seperti ini sih? Bukan aneh tapi penuh delusional. Lama-lama aku juga akan terseret dalam lubang ke delusionalan ini.  Apa aku memohon ke kak Bintang agar bisa ikut? Tapi mana mungkin kak Bintang mau, saat ngobrol barusan saja aku disuruh pergi. Apa mungkin memang benar? Ah, nanti saja aku pikirkan. Aku lelah, mau mandi dan membaca beberapa novel series yang masih belum selesai k*****a.  Hanya butuh waktu beberapa menit untuk mandi. Jujur saja meskipun aku seorang gadis tapi aku tidak suka berlama-lama atau memanjakan diri sendiri di dalam kamar mandi. Setelah ganti baju, menyisir rambut, memakai sedikit pelembab dan bedak tipis aku pun merebahkan tubuhku kembali di atas kasur, meraih novel Tereliye yang berjudul Bintang.  Untuk beberapa saat aku mulai terlarut pada cerita dalam novel ini, tapi sisa kantuk itu rasanya masih menggelayut manja dipelupuk mata. Membuat mataku ingin menutup rasanya. Ini semua karena kak Bintang, jatah tidur diakhir pekan ku berkurang. Hampir saja aku tertidur, sampai aku mendengarkan suara gaduh di luar yang cukup familiar di telingaku.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN