Chapter 3 : Alasan Untuk Ikut

1110 Kata
"Lintang Haditya keluar!"  "Sampai kapan lo ngehindar dari gua?"  "Lo jahat banget nggak mau ketemu sama gua!"  Itu, bukannya suara Aji? Sialan tu anak! Jadi orang kok suka maksa sih? Aku pun menuju balkon dan melihatnya di depan pintu gerbang. Aji itu rumit, lebih rumit dari rumus kimia. Kenapa dia harus membuat keributan di pagi hari.  Apa kurang jelas kata-kataku selama ini? Aji ini cukup mengganggu, ia terus membuatku kesal dengan membuntutiku kemana pun, bilang pada teman-teman kalau aku ini gebetannya, sampai ke acara mukulin cowok-cowok yang berusaha mendekatiku.  Memang, beberapa hari ini aku menghindarinya karena aku sudah lelah dan kesabaranku telah habis. Bahkan aku merasa muak hanya dengan melihatnya.  "Kenapa lo teriak-teriak di sini?"  Aku melihat kak Bintang di halaman. Mampus lo Ji! Kak Bintang pasti nggak suka sama orang tipe Aji gini. Berlebihan dan selalu bikin gaduh.  "Lo siapa? Kenapa ada cowok di rumah Lintang, nggak cuman satu? Lintang lo mau selingkuhin gua ya?"  Sialan ini anak! Kapan kita pacarannya? Dibilang selingkuh? Dih amit-amit. Dia melihat ke arahku, kak Bintang, kak Saga dan kak Barra bergantian.  "Tang, dia pacar lo?" Kak Bintang berteriak kearahku. Enak saja mengaku-ngaku pacar, Sehun lebih pantas jadi pacarku.  Aku menggeleng cepat dari atas. "Nggak kak, dia aja yang radak sinting." tampikku yang sangat tidak menerima omong kosong itu dan aku dapat melihat kak Saga terbahak, bahkan kak Barra tertawa geli.  "Eh sini loh!" Kak Bintang memanggil Aji dan pak satpam langsung bukain pintu saat kak Bintang menyuruh Aji masuk. Duh, bagaimana ya … kak Bintang tidak akan setuju Aji deketin aku kan? Aku jadi radak khawatir.  "Bin kok dipanggil masuk sih? Entar kalau dia ngapa-ngapain Lintang gimana?" Suara kak Tiffany yang sepertinya ada di depan pintu. Dari suaranya kak Tiffany, kayaknya dia juga ngeri sama itu cowok.  Siapa yang tidak ngeri sama tipe-tipe cowok seperti Aji. Keras kepala dengan kepercayaan diri akutnya. Entah saat hamil Aji dulu, nyokapnya ngidam apa? Bisa keluar anak aneh bin ajaib sepertinya.  Aku masih memperhatikan, saat Aji sudah berada di halaman depan.  "Nama lo siapa?" Kak Bintang mulai mengintrograsi Aji tentunya dengan wajah seriusnya.  "Aji, lo siapanya Lintang? Naksir? Udah nggak usah, dia milik gua!"  Demi ketiak bang Rozak yang tidak pernah di cukur 10 tahun. Satpam depan komplek yang suka banget pamer ketiak, tapi tidak sesongong Aji. Songongnya Aji kebangetan sampai-sampai aku ingin sekali memukul wajahnya.  "Woi …." Kak Bintang langsung meraih kerah baju Aji. Kak Bintang jelas sekali tidak menyukai Aji dan aku dapat melihatnya.  "Lo siapa berani banget ngasarin adek gua! Sok-sok ngaku jadi cowoknya lagi!"  Yeah, kak Bintang sudah keluar sungutnya. Meskipun realitanya kami tidak tinggal bersama, tapi kak Bintang cukup tahu seperti apa adiknya ini. Aku memang suka berteman atau melakukan apapun yang mengasyikan tapi untuk menjalin hubungan sejenis pacaran? Entah mengapa, aku merasa semua itu merumitkan.  Lebih baik memiliki banyak teman dengan berbagai kalangan dan berbagi banyak hal, dari pada sibuk dengan hubungan yang tak menentu seperti pacaran? Banyak hal yang ku coba fikirkan, banyak hal menyenangkan ingin ku lakukan, pacaran adalah hal asyik lainnya yang menurutku belum perlu ku lakukan.  Aku melihat Aji tertunduk merasa bingung mungkin? "Denger ya, gua nggak suka lo dan Lintang akan lebih dengerin gua dari pada lo. Jadi dari pada lo bikin keributan di sini, mending pulang sono! Jangan sampai gua ancurin muke lo yang uda ancur!"  Wah kak Bintang, keren banget! Matanya berkilah-kilah menunjukkan keseriusannya. Aku ingin sekali memberikan penghargaan sejenis medali emas kepadanya.  Aku juga melihat kak Saga dan kak Barra tertawa, sementara kak Tiffany menggeleng sambil menggerutu. Mungkin ia sedikit protes dengan sikap kak Bintang yang kasar, tapi jujur saja Aji itu sangat pemaksa dan tak tau malu. Kurasa sikap kak Bintang itu tepat sih.  "Maaf ya kak, tapi aku cinta banget sama Lintang. Tolong jangan kyak gini donk kak. Aku nggak bisa hidup tanpa Lintang, dia belahan jiwaku. Lintang, I love you!" Aku menganga melihat Aji berteriak dengan pernyataan cinta konyolnya. Si bego itu! Kapan ia akan berhenti.  "b******k lo ya, Barra, Saga, bantu gua nyeret anak gila ini!" Aku yakin kak Bintang pasti marah dan aku juga semakin merasa tak nyaman dengan semua ini.  Kalau seandainya kak Bintang pergi ke Lombok dan Aji tiba-tiba kemari? Itu bukan perkara rumit, aku punya tetangga memiliki dua anjing pelacak dan hanya dengan mengechat kak Raka yang seorang polisi ini, ia akan dengan senang hati melepaskan anjingnya untuk menakut-nakuti Aji. Selama ini, ide itu cukup berhasil dan planning kedua, aku bisa memasang jebakan di gerbang dengan beberapa komponen seperti serbuk gatal atau duri, itu pun juga berhasil. Tidak ada yang sulit untuk ku lakukan tapi saat ini berpura-pura untuk menjadi kaum lemah tidak buruk juga kan? Lagi pula aku sudah sangat jenuh di rumah, belum lagi menghadapi Aji yang sepertinya memiliki cadangan tenaga dan rasa malu yang tak pernah habis.  Aku masih menyaksikan tim kak Bintang berusaha mengusir Aji sampai tiba-tiba dalam otak ku terlintas ide gila itu. Terserah setelah ini kalian menyebutku gila atau aku memang akan gila!  Dengarkan baik-baik ide gila ini. Bagaimana jika aku bilang ingin ikut mereka ke Lombok agar aku dapat menghindari Aji? Bukankah ini ide brilian dan cukup gila? Tapi aku juga punya misi dalam hal ini, yaitu mencegah kak Bintang dan teman-temannya melakukan hal konyol. Bukankah aku cukup baik? Ya, tidak ada ide secemerlang ini kan?  Baiklah, aku akan memulai misi ini mulai dari sekarang. Terima kasih Aji, meskipun aku tidak menyukaimu tapi kau cukup membantu ku menemukan ide untuk menghentikan aksi gila mereka.  Selagi aku sibuk dengan pemikiranku, kak Bintang dan teman-temannya telah berhasil mendepak Aji keluar rumah, bahkan aku tidak melihat lagi batang hidungnya. Mungkin sekarang waktu yang tepat untuk menjalankan misi.  Aku menuruni anak tangga, berjalan dengan wajah ketakutan dan sesedih mungkin. "Kak Bintang!" Seruku dan langsung memeluk kak Bintang saat kakakku yang tampan itu muncul dari balik pintu.  "Loh, kok nangis? Kan uda gua usir cowok gilanya?" tanya kak Bintang dan aku masih saja memeluknya.  "Mungkin Lintang ketakutan." Kak Barra pintar ya, acting ku terlihat seperti nyata ditambah dengan dugaannya.  "Wajar sih, gua rasa ini juga bukan pertama kalinya. Bin, aku khawatir saat kita pergi nanti cowok itu akan datang lagi." Yes! Kak Tiffany terima kasih untuk ke khawatirannya.  Aku dapat merasakan kak Bintang menghela nafas. "Kenapa lo nggak pernah bilang kalau dia suka gangguin lo selama ini?" Aku pun mendongak dan menggeleng, diam seolah berusaha menghentikan tangis penuh kepalsuan ini.  "Uda, kita bawa aja dia. Serius, gua nggak bisa bayangin adek lo di apa-apain sama curut itu!" eh, ini suara kak Saga? Benar, ini suara kak Saga! Sungguh mengejutkan kak Saga bisa memiliki pemikiran seperti ini dan terima kasih untuk itu.  "Tapi entar gua dimarahin bokap," ucap kak Bintang yang membuat ku melepaskan pelukannya. Aku mendongak, menatapnya penuh harap.  "Aku akan izin sendiri ke Ayah kak," kataku mencoba meyakinkan dan dengan berat hati, aku melihat kak Bintang mengangguk pelan.  Yeah! Akhirnya aku bisa ikut dengan mereka! Setidaknya aku bisa mencegah mereka melakukan hal-hal yang tak berguna.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN