07

994 Kata
Aya melirik jam dinding yang menunjukkan pukul sepuluh malam di mana Rafa belum juga pulang. Aya duduk di kursi santai yang ada di dekat kamar nya bersama dengan Al yang sedang asyik bermain mobil-mobilan. "Mami nunggu Papi ya?"  Aya hanya tersenyum seraya mengelus kepala Al yang masih terlihat asyik dengan mainannya.  "Papi kenapa sih gak pelnah main sama Al lagi? Kan Al mainnya jadi sendili telus," Mata Aya berkaca-kaca mendengar ucapan Al. "Nanti kalo Papi pulang mau Al malahin bial besok-besok main lagi sama Al lagi," Aya tersenyum ketika Al menatapnya. "Kita bobok yuk," ajak Al sambil melingkarkan tangannya di leher Aya. "Tapi Mami belum ngantuk, Al udah ngantuk ya?" "Emm... Gak tau." "Loh, kok gak tau? Kalo ngantuk bobok di sini dulu nanti biar Mami gendong ke kamar," "Kita di sini nunggu Papi ya?" Aya mengangguk, tujuan Aya duduk di luar kamar memang untuk menunggu Rafa pulang walaupun sebenarnya rasa sakit hatinya masih terus membekas. "Kata opa Al mau punya adek, benel gak?" Aya mengangguk. Al tersenyum, "mana? Kok gak ada? Al mau ajak main adek nya." "Adek nya masih di sini, di perut Mami, masih lama keluar nya." "Kelual dali pelut Mami?" "Iya," "Selem dong kalo kelual dali pelut Mami," Aya tertawa, beruntunglah Aya masih memiliki Al yang mampu menghibur nya. Al tertawa karena pipinya diciumi oleh Aya, tawa Al terhenti saat melihat Rafa tiba di rumah dan itu membuat Aya menoleh. Mulut Aya terkatup rapat melihat tampilan Rafa yang terlihat berantakan, kancing bagian atas terbuka dengan dasi yang sudah longgar. Jas yang sebelumnya dipakai dengan rapi kini hanya menggantung di lengannya. "Papi gila pulang," Rafa berhenti melangkah sambil menatap Al. "Iya Papi gila, gak seharusnya kamu punya Papi gila kayak gini."  Jantung Aya berdetak kencang mendengar ucapan Rafa yang terdengar kasar di telinganya. "Papi kok malah sih, Al gak suka!"  Aya menutup mulut Al walaupun Rafa sudah masuk ke dalam kamar. "Al gak boleh ngomong kayak gitu ke Papi, gak baik, jangan ya." Aya masuk ke kamar di mana hanya ada Al sementara Rafa tidak Aya ketahui di mana keberadaannya, kadang Aya takut untuk bertemu dengan suaminya sendiri, takut sakit juga luka pada hati nya semakin bertambah. Walaupun sudah mengantuk, Aya tidak langsung naik ke tempat tidur. Aya mengambil tas kerja Rafa yang terletak sembarangan dan menaruhnya di tempat biasa, lalu Aya juga mengambil jas Rafa yang tergeletak di pinggir tempat tidur. Aya diam seraya menatap jas Rafa kala aroma dari jas tersebut berbeda, tidak seperti biasanya. Aya tahu betul bagaimana parfum Rafa dan saat ini yang Aya rasakan ada bau parfum lain yang menempel di jas suaminya. Aya tertawa kecil, "beneran udah kayak orang selingkuh. Atau jangan-jangan ada bekas lipstik di sini." Aya memeriksa jas hitam Rafa secara mendetail dan tidak ia temukan bekas lipstik yang Aya maksud tadi. Aya berjalan menuju kamar mandi untuk menaruh jas Rafa di tempat pakaian kotor, ketika ingin berbalik keluar dari kamar mandi Aya terkejut saat Rafa datang dan langsung memeluknya. Aya terdiam dengan badan yang sedikit menegang, Rafa juga diam seraya memeluk Aya. Perasaan senang sempat muncul di hati Aya namun itu hanya beberapa detik sebelum ia mencium bau alkohol pada tubuh Rafa. Ingin rasanya Aya mendorong Rafa untuk menjauh tapi di satu sisi Aya sangat merindukan pelukan Rafa. Rafa memeluk Aya dalam diam dan itu terjadi cukup lama, tidak ada kata yang keluar dari mulut Rafa. Dan Aya sendiri tahu jika Rafa sedang mabuk. Aya sedikit meringis saat pelukan Rafa kian mengerat membuatnya sulit untuk bergerak juga bernapas. Aya meremas baju Rafa ketika bibir Rafa mendekati lehernya. "Percaya sama aku, aku gak akan ninggalin kamu, Jasmin..." Detik itu juga Aya mendorong Rafa hingga tubuh Rafa membentur pintu kamar mandi. Mata Rafa terlihat sayu sembari menatap Aya. "Aku istri kamu, istri kamu itu aku, punya salah apa aku sampe kamu tega giniin aku? Bilang kalo aku emang ada salah sama kamu, bilang kalo kamu udah bosen sama aku, jangan kayak gini."  Aya menunjuk ke arah tempat tidur di mana Al sedang terlelap. "Inget Al, inget anak kita. Di perut aku juga ada anak kamu, aku hamil, hamil!" Aya memukul d**a Rafa dengan air mata yang berlinang.  Seperti biasa, Rafa hanya diam tanpa berbicara apapun. "Mami sama Papi udah cerita soal masalah kalian berdua," Aya berhenti makan seraya menatap Nia. "Jadi kamu diem aja?" "Gak tau kak Rafa beneran selingkuh atau enggak," "Gak tau gimana, udah jelas itu dia selingkuh." "Tapi Rafa bilang enggak," "Omong kosong Aya, jangan percaya sama omongan laki-laki. Kakak yakin dia ada main di belakang, mereka berdua itu udah gila tau gak, penghianat." Aya diam kembali lanjut makan. "Pisah aja udah sama Rafa," Aya menggeleng, "gak bisa. Aya masih mikirin Al, Aya juga lagi hamil." Nia menyandarkan tubuhnya sambil menatap Aya dengan perasaan kesal yang mendalam pada Rafa. Semakin lama memperhatikan Aya semakin kesal pula Nia pada Rafa. "Kak Nia," Aya bingung ketika Nia beranjak dari kursi dengan langkah yang lebar. Kedua mata Aya sedikit membulat melihat Nia menghampiri Rafa yang tengah berdiri memesan makanan bersama dengan Jasmin. Aya langsung bangkit berdiri dan berlari mengejar Nia. Plakk!! Tamparan keras mendarat di pipi Jasmin di mana perempuan itu terlihat sangat syok karena mendapatkan tamparan secara tiba-tiba, Rafa juga terkejut. Pengunjung yang sedang makan langsung memperhatikan dan menghentikan acara makan mereka. "Gue gak ngerti apa yang ada di otak lo berdua, atau udah gak punya otak?" Tanya Nia dengan nada yang masih dapat di kontrol. "Lo, udah nikah, udah punya istri, udah punya anak." Ucap Nia penuh penekanan seraya menekankan telunjuknya di d**a Rafa. "Lo, murahan, bayangin kalo lo di posisi adek gue! Suami lo selingkuh padahal lo udah punya anak, bahkan lo lagi hamil, bayangin!" Nia mendorong-dorong Jasmin seraya berseru karena ia sudah tak dapat menahan emosi nya lagi. "Kak udah, udah, ayo pulang." Ujar Aya seraya menahan tangis. "Udah dua kali, udah dua kali lo nyakitin adek gue, itu udah cukup buktiin kalo lo itu emang laki-laki b*****t!" Nia mendorong sekali Rafa lalu pergi bersama Aya dengan emosi yang masih tersulut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN