Sore di Stadion Mugas mendung seperti menyembunyikan matahari yang tahu terlalu banyak rahasia. Sementara para pelari mulai menyelesaikan sesi latihan, Malda duduk di atas matras, membenahi sepatu spike-nya sambil melirik ke arah pria yang tengah berbincang akrab dengan pelatih nasional. Yulianto, dengan kemeja flanel dan sepatu lari yang entah kenapa tetap kelihatan cocok, tertawa bersama sang pelatih. Tawa ringan, ramah, penuh semangat. Tapi dari tempat duduknya, Malda melihat sorot mata yang berbeda. Mata yang menyimpan awan, bukan matahari. Setelah semua bubar, Malda berjalan pelan ke arah pria itu. Kali ini ia tidak memanggilnya "Lao Gong", tidak juga "Mas Yuli" seperti biasanya. Ia duduk diam di sampingnya, hanya membiarkan jeda mengisi ruang. "Kamu tahu... aku bisa catat waktu te

