Pagi itu, kabut belum sepenuhnya mengangkat tirainya dari bukit-bukit kecil di belakang Rumah Cinta Tanpa Sekat. Embun masih menggantung manja di pucuk-pucuk daun, sementara aroma kayu basah dan wangi jahe dari dapur mulai berbaur membentuk pagi yang hangat dan menyenangkan. Suasana masih tenang, sampai— "Mas Yul..." suara Miura lirih namun manja terdengar dari dapur. Ia mengenakan daster bermotif semangka dengan rambut dicepol asal-asalan. Senyumnya terbit lebih pagi daripada matahari. Yulianto, yang sedang duduk di beranda sambil menyapu daun kering, menoleh dengan senyum yang langsung mengembang. "Ya, sayang?" Miura muncul sambil membawa dua gelas s**u jahe yang asapnya melingkar seperti doa. "Kalau aku ini teh, kamu itu gula batu. Sama-sama tua, tapi bikin manis." Yulianto tertawa

