Bab 2

1286 Kata
Seribu tahun kemudian. Gedung Mao Center, South City. Suara hiruk pikuk terdengar dari sebuah ballroom yang sedang melakukan pelelangan barang antik zaman kerajaan China. Barang antik tersebut dilelang secara gelap tanpa ada izin dari pemerintah setempat sehingga dilakukan secara tertutup. Para hadirin acara pelelangan tersebut berasal dari berbagai negara dengan berbagai latar belakang yang cukup menakjubkan tentunya. Pelelangan sudah berjalan kurang lebih satu jam dan barang antik yang terjual ada enam macam, tetapi barang antik terakhir kali ini benar-benar menyita perhatian semua pengunjung. "Para hadirin semua, ini adalah barang antik terakhir yang akan kita lelang malam ini," ucap pembawa acara lelang di atas panggung. Seorang wanita cantik mengenakan long dress biru dan anggun membawa sebuah kotak kaca berisi liontin giok setengah lingkaran berwarna hijau pekat dengan ukiran kepala naga melambangkan simbol seorang raja pada zaman dulu dan memamerkannya di depan publik. Semua mata menatap barang antik tersebut dengan takjub karena warna giok itu yang sangat menarik perhatian dan ukirannya yang sangat rumit dan indah. "Ini adalah barang peninggalan Kaisar Kerajaan Qi dan melambangkan kejayaannya pada masa itu. Barang siapa yang memilikinya dipercaya akan mendapatkan kekayaan dan kemakmuran," jelas pembawa acara itu. "Selain itu, liontin ini merupakan bukti cinta Sang Kaisar kepada Permaisurinya, sehingga liontin ini juga dipercaya membawa keberuntungan dalam hal percintaan juga," terangnya lagi. Semua hadirin mendengarkannya dan semakin tergiur untuk memilikinya. Ketika pembawa acara memulai pelelangan terakhir itu, semua berlomba-lomba mengangkat papan angka di tangannya menyebutkan nominal yang luar biasa fantastis. Semakin lama nominal yang diajukan semakin membuat keringat dingin bercucuran ketika menyebutkannya, hingga tersisa satu orang yang akan memenangkan pelelangan itu. "Dua juta Dolar pertama," ucap pembawa acara itu. Sekarang harga liontin giok itu senilai dua juta Dolar Amerika, dari harga awal seratus ribu Dolar Amerika. Seorang pria tua keturunan Eropa yang duduk di baris terdepan tersenyum penuh kemenangan ketika pembawa acara menyebutkan, "Dua juta Dolar kedua!" "Dua juta Dolar ketiga!" sahut pembawa acara itu ketika akan mengetukkan palunya ke atas meja, tetapi terhenti karena tiba-tiba terdengar suara pintu ballroom terbuka lebar. "TIGA JUTA DOLAR!" teriak suara seorang pria dari arah pintu ballroom. Mata semua orang tertuju ke arah sumber suara. Seorang pria muda tampan berperawakan tinggi keturunan Asia berdiri di depan pintu ballroom. Dari aura dan raut wajah pria itu terlihat jelas kehadirannya bagaikan seorang raja yang tidak dapat diabaikan. Pria muda itu berjalan menuju ke arah podium dan menyebutkan nominal yang baru saja ia katakan, "Tiga juta Dolar!" Pembawa acara itu mengusap peluh di keningnya, "Tiga juta Dolar! Ada yang lebih tinggi dari tiga juta Dolar?" Pria tua keturunan Eropa itu menatap pria muda di depannya dengan geram. "Tiga juta seratus!" teriaknya kesal. Pria muda Asia itu tersenyum menyeringai. "Lima juta Dolar!" ucapnya santai membuat para hadirin bersorak ria mendengarkan tuturan pria muda itu. *** "APA? KAMU SUDAH GILA!" teriak seseorang yang sedang menelpon pria muda yang baru saja memenangkan pelelangan beberapa menit yang lalu. Pria muda itu adalah Alexander Matthew Kim, seorang putra konglomerat pemilik perusahaan Kim Group yang salah satunya bergerak di bidang pembuatan perhiasan permata berharga, Diamond Kim. Pria itu selalu tertarik dengan hal-hal yang berbau permata. Ia sudah memburu liontin giok yang berada di tangannya sejak lama karena ia berniat menghadiahkannya kepada seseorang yang sangat ia cintai. Selain itu, liontin giok itu adalah milik kakeknya yang dulu pernah hilang dicuri. Pencuri itu menggadaikannya, hingga akhirnya masuk ke dalam pelelangan itu. "Alex! Apa kamu mendengarkanku?" tanya seseorang di telepon yang tidak lain adalah rekan kerja sekaligus sahabatnya, Rey Zhang. "Iya. Aku dengar dan aku tidak gila!" balas Alex santai. "Jadi kapan kamu mau melamar Angel?" tanya Rey. Ya, Alex ingin melamar kekasihnya Angel Mo, seorang selebritas papan atas yang sudah ia kencani selama satu tahun terakhir. Ia berencana memberikan liontin giok yang ia dapatkan hari ini sebagai tanda cinta mereka. "Hari ini," jawab Alex santai sambil berjalan keluar dari Gedung Mao Center. Rey tertawa mendengarkan jawaban Alex, "Di mana-mana juga orang ngelamar pakai cincin. Lah kamu pakai liontin giok! Hahaha … Alex, Alex … kamu sudah kayak kakek-kakek tau!" ledek Rey. Alex tersenyum kecut mendengarkan ledekan Rey dan segera menutup teleponnya. Ia tidak peduli sahabatnya itu akan menceramahi dirinya nanti. Ketika ia berjalan ke arah parkiran, Alex melihat seorang gadis cantik bertubuh mungil sedang berdiri di seberang jalan tidak jauh dari tempat dia berada. Cahaya rembulan malam itu menambah pesona si gadis, membuat Alex menatapnya tanpa mengedipkan matanya. "Sungguh wanita yang sangat menawan," gumamnya pelan. Tanpa ia sadari, liontin giok di tangannya mengeluarkan cahaya putih. Alex berjalan ke arah gadis itu yang juga tanpa sadar berbalik menatapnya. Tatapan mereka bertemu. Seperti sebuah magnet, mereka terus menatap tanpa berkedip. Alex berjalan mendekati gadis itu seolah-olah ada seseorang yang menarik tangannya hingga sekarang ia berdiri di tengah jalan raya. Ia tidak memperhatikan lampu lalu lintas yang berubah menjadi hijau dan sebuah mobil berkecepatan tinggi melaju ke arah Alex saat ini. Bunyi klakson panjang menyadarkan pikiran Alex ke dunia nyata. Ia berbalik dan melihat kerlipan cahaya lampu mobil yang mengarah kepadanya. 'Tamatlah sudah riwayatku hari ini!' batin Alex yang kakinya terasa kaku dan terpaku di aspal. Tanpa Alex sadari, gadis cantik di depannya melangkahkan kakinya dan mendorong Alex sehingga terhindar dari kecelakaan maut itu. Namun, tidak dengan gadis itu. Alex berteriak histeris melihat tubuh gadis yang menyelamatkannya terpental beberapa meter darinya saat ini. Naas bagi si gadis, ia tidak dapat menghindari nasib yang sudah digariskan sejak ia lahir. Sebelum menutup matanya, gadis itu melihat seberkas cahaya putih di depannya. Ia berusaha memfokuskan pandangannya, terlihat liontin giok berukiran kepala naga yang terdapat di genggaman tangannya saat ini. Perlahan pandangannya memudar dan menghilang …. *** "Gadis ini sudah ditakdirkan memiliki umur yang pendek," ucap seorang pria paruh baya yang berprofesi sebagai peramal kepada seorang wanita berusia sekitar empat puluhan yang menanyakan tentang jodoh putrinya. "Bicara apa kamu, Bapak Tua? Kamu mau menipuku, hah!" teriak wanita itu memarahi si peramal. "Ma, Sudah! Kan aku sudah bilang gak usah percaya dengan ramalan!" balas seorang gadis muda berparas cantik, putri dari wanita itu. Namanya Sierra Wang. Saat ini Sierra bersama ibunya, Anita Wu, sedang menemui seorang peramal tua yang katanya terkenal hebat di sebuah kuil tua yang ada di kaki bukit Gunung Mao Shan. Sebenarnya Sierra menolak ajakan ibunya itu, akan tetapi ibunya memaksanya karena ingin mengetahui tentang jodoh putrinya itu yang sudah berumur 24 tahun masih berstatus jomlo. Kekhawatiran ibunya bukan tanpa alasan, karena sudah beberapa pria yang menolak putrinya bahkan menghindar tanpa alasan yang jelas. Kalau dilihat dari paras, putrinya berwajah cantik secantik bidadari. Latar belakang keluarga mereka juga termasuk berkecukupan walau bukan termasuk kategori kaya dan pendidikan putrinya juga termasuk lulusan terbaik di bidangnya. Semua terlihat sempurna, tetapi hanya satu. Tidak ada pria yang berinisiatif mendekati putrinya itu. "Gadis ini akan segera menemukan jodohnya dalam waktu dekat, tetapi sebelumnya dia harus berhadapan dengan kematian terlebih dahulu," jelas peramal tua itu lagi. "Sudah kubilang tutup mulutmu! Dasar penipu!" teriak Anita Wu kesal karena peramal tua itu terus mengatakan umur putrinya yang akan menemui ajalnya. Sierra menepuk keningnya pelan. Di dalam hati dirinya juga kesal dengan peramal itu, tetapi ibunya juga membuat dirinya kesal karena tidak mau mendengarkan dirinya. "Gadis muda, kamu memiliki takdir bintang burung phoenix. Lambang naga adalah takdirmu. Ia lah yang akan menuntunmu untuk mencapai impianmu. Naga dan phoenix adalah pasangan abadi. Di dunia ini tidak ada lagi yang akan memisahkan kalian, tetapi akan banyak rintangan yang harus kalian lalui," pesan peramal itu sebelum kembali masuk ke dalam kuil. Peramal tua itu tidak merasa kesal ataupun marah terhadap Sierra dan ibunya, malah memberikan pesan aneh kepada Sierra. Sierra termenung mendengarkan petuah dari peramal itu. Di dalam hatinya ia tahu bahwa peramal itu berkata jujur kepada mereka. Gadis itu hanya bisa menghela nafas pelan dan mencoba berlapang d**a untuk menerima garis takdirnya itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN