Bab 3

1326 Kata
Rumah Sakit Umum South Center. Seorang pria tampan bertubuh tinggi dengan bercak darah di wajahnya berlari dengan nafas tersengal-sengal sambil menggendong tubuh seorang gadis cantik yang terkulai lemas berlumuran darah. Suara pria itu membahana di lorong rumah sakit tersebut. Ia terus berteriak memanggil tim medis untuk segera memberikan bantuan kepada gadis itu. Raut wajahnya terlihat panik dan takut. Peluh bercampur darah mengalir di pelipisnya. Para perawat dan dokter segera membantu pria itu dan meletakkan tubuh gadis yang penuh luka itu ke atas brankar dan mendorongnya masuk ke Emergency Room. Alexander Matthew Kim, nama pria tampan itu, ia membawa tubuh gadis yang telah menyelamatkannya dari kecelakaan dan sekarang mengalami kritis. Tangan Alex gemetar dan tubuhnya terkulai lemas duduk di kursi tunggu depan Emergency Room. Wajah dan tangannya penuh dengan bercak darah dari si gadis, begitu juga dengan kemeja putih yang dipakainya. Terdapat beberapa luka gores di sekitar siku tangannya karena tergesek dengan aspal sewaktu gadis itu mendorongnya. Bagi Alex itu hanyalah luka kecil jika dibandingkan dengan luka yang dialami oleh gadis itu. Seorang perawat keluar dari Emergency Room dan menyapa Alex, "Tuan? Apa Anda keluarga dari nona yang sedang kritis itu?" tanya perawat itu yang membuat Alex terdiam. "Tuan?" panggil perawat itu lagi karena Alex masih tidak menjawabnya. "Ah, bukan. Dia adalah korban kecelakaan tadi. Saya tidak mengenalnya, tapi untuk biaya perawatan saya akan menanggung semuanya, Sus. Tolong usahakan yang terbaik untuknya! Selamatkan dia!" seru Alex memohon, mencengkram lengan perawat itu dengan tangan gemetar. "Tenanglah, Tuan. Dokter sedang mengusahakan yang terbaik. Silahkan Anda ke bagian pendaftaran nanti. Mari saya obati luka Anda dulu," bujuk perawat itu dan Alex pun menuruti perkataannya. Suasana di dalam ruangan Emergency Room begitu mencekam. Beberapa perawat sedang membantu seorang dokter pria yang sedang mengobati luka di bagian kepala gadis itu. Ia menjahit luka yang terbuka di bagian pelipis pasien korban kecelakaan itu. Gadis cantik berkulit putih itu terbujur tak berdaya di atas meja operasi. Di hidungnya terpasang selang ventilator yang membantunya bernafas dan terdapat beberapa kabel yang dipasang di d**a gadis itu yang terhubung ke monitor di sampingnya. Monitor itu menampilkan grafis dan memantau detak jantung, tekanan darah, suhu tubuh dan kadar oksigen dari si pasien. Seorang perawat melihat tangan gadis yang sedang ditangani oleh dokter sedang menggenggam sesuatu. Ia pun mencoba membuka genggaman tangan gadis itu, tetapi sayangnya tidak berhasil karena genggamannya begitu kuat. Gadis itu memegang liontin giok berukiran kepala naga di tangannya. Ia menggenggamnya begitu erat. "Ada apa?" tanya rekan perawat itu melihat temannya yang sedang memegang tangan si pasien. "Tidak apa-apa. Nona ini sedang menggenggam sesuatu. Saya mau mencoba mengeluarkannya, tetapi tidak bisa," jawab perawat itu. "Sudahlah. Biarkan saja, asal tidak mengganggu tidak apa-apa," balas rekan perawat itu. Tidak berapa lama, monitor di samping pasien menunjukkan grafis irama detak jantung sang gadis yang begitu cepat dan bergerak abnormal. Dokter dengan cepat meminta perawat di sampingnya menyiapkan alat pacu jantung (defibrilator). Dokter itu menggosok kedua lead yang berbentuk seperti setrika di tangannya dan menempelkan sekejap lead tersebut di d**a gadis itu sehingga membuat tubuh gadis itu sedikit terangkat akibat arus listrik yang mengalir di tubuhnya. Dokter melihat kembali layar monitor di sampingnya, masih tidak ada perubahan grafis pada layar monitor grafis detak jantung pasien. Ia menaikkan sedikit arus listrik pada defibrilator dan menempelkan lead itu kembali ke d**a gadis itu dan membuat tubuh gadis itu terguncang kembali karena aliran listrik yang mengalir. Peluh mengalir di pelipis para perawat dan dokter saat itu. Beberapa detik kemudian, monitor di samping menunjukkan garis datar di layarnya dan menimbulkan bunyi yang begitu nyaring. Dokter dan para perawat menundukkan kepalanya seolah mengantarkan kepergian si pasien dari dunia itu. "Waktu kematian pukul 21.10 waktu setempat," ucap dokter itu melihat ke arah jam dinding di ruang operasi itu. Dokter tersebut menghela nafas dan menggeleng pelan. Ia begitu menyayangkan usia gadis itu yang masih terbilang muda harus mengalami kematian seperti ini. Salah satu perawat menarik kain putih untuk menutupi tubuh gadis itu. Namun, liontin giok di tangan gadis itu mengeluarkan cahaya putih sekilas. Tidak ada yang melihat hal itu karena tangan gadis itu tertutup kain putih itu. Ketika dokter tersebut akan berjalan keluar, perawat yang menutup tubuh gadis itu melihat layar monitor yang mulai menunjukkan grafis detak jantung pasien semakin naik dan mulai bergerak teratur. Seakan tak percaya dengan penglihatannya, perawat itu menggosok kedua matanya berulang kali. "DOK! DOKTER ... Di-dia ... masih hidup!" teriak perawat itu membuat dokter dan rekan perawatnya yang lain beralih ke arahnya dan menatap monitor grafis itu dengan tatapan yang sama, kaget dan tak percaya. "Suatu keajaiban telah terjadi …." gumam dokter itu pelan dan segera melanjutkan pertolongan terhadap pasiennya. Ruang Rawat VIP, pukul 04.25 dini hari. Alex memandangi gadis di depannya sembari mengerutkan keningnya. Ia merasa sudah mengenal gadis itu sejak lama, padahal ia yakin belum pernah bertemu dengannya sama sekali sebelumnya. Gadis itu masih belum sadar dari komanya. Kepalanya yang terluka telah dijahit rapi dan dibalut perban kasa di sekelilingnya. Di tangannya terdapat beberapa luka gores dan kaki sebelah kanannya dipasang gips karena terdapat pergeseran tulang. Dokter mengatakan sungguh suatu mukjizat bahwa ia masih dapat bertahan hidup. Alex menatapnya dengan iba. Ia merasa bersalah telah membuat gadis secantik ini mengalami hal yang begitu mengenaskan. Pria itu menatap genggaman tangan gadis itu yang sedang memegang liontin giok miliknya yang ia menangkan di pelelangan semalam. Ia menghela nafas pelan karena gadis itu menggenggamnya begitu erat. Alex sudah berusaha membuka genggamannya, tetapi tidak berhasil hingga akhirnya ia pasrah dan membiarkan gadis itu memegangnya saja. Mungkin saja bisa membawa keberuntungan untuk gadis itu agar segera sadar dari komanya, begitu pikiran Alex. Ponsel di dalam saku mantel Alex berdering. Ia merogohnya dan menatap nama yang tertera di layar, Mark Zhou, asisten pribadinya menghubunginya. "Halo," jawab Alex datar. "Pak Alex, saya sudah menemukan identitas gadis itu. Ia bernama Sierra Wang," lapor Mark. Alex meminta asistennya untuk mencari tahu identitas gadis itu karena ia tidak menemukan kartu identitas dan telepon genggam di tubuh gadis itu setelah kecelakaan terjadi. Alex menebak sepertinya gadis itu tidak membawanya ketika keluar rumah. "Apa kamu sudah menghubungi keluarganya?" tanya Alex. "Sudah Pak. Mungkin sebentar lagi beliau sampai di rumah sakit dan satu lagi Pak, mengenai mobil yang menabrak Nona Sierra, saya sudah menyelidikinya. Ternyata pengendara mobil itu suruhan Pak Gavin," lapor Mark lagi. "Gavin?" Kedua alis Alex bertaut mendengar nama itu. Matanya menyala dan amarahnya memuncak. "Iya Pak, tetapi karena tidak ada bukti yang kuat, kita tidak bisa menangkapnya jika hanya berdasarkan laporan dari supir itu. Supir itu bersikeras kalau dirinya bukan diperintah oleh Gavin," jawab Mark. "Baiklah. Terima kasih, Mark," ucap Alex dan menutup teleponnya. 'Gavin Kim! Kamu benar-benar keterlaluan!' batin Alex kesal dan meremas ponselnya erat. Gavin Matteo Kim adalah saudara kandung sedarah satu ayah dengannya. Ibu Alex adalah istri kedua ayahnya. Sejak kecil Gavin dan Alex memang sudah tidak akur. Alex selalu menjadi kebanggaan ayahnya dan kakeknya karena memiliki otak yang encer dalam hal prestasi dan akademi, berbeda dengan Gavin yang selalu membawa masalah di dalam keluarganya. Perusahaan Diamond Kim yang sebelumnya berada di bawah naungan kakeknya dan ayahnya juga diserahkan kepada Alex karena mereka merasa Alex lebih pantas dan perusahaan dapat berkembang di bawah kepemimpinan Alex, sedangkan Gavin sebagai anak pertama hanya menjadi Wakil Presdir saja di bawah Alex. Gavin yang sudah tidak suka dengan Alex, semakin membenci saudaranya itu karena dirinya merasa tidak dihargai dan dianggap oleh ayahnya dan kakeknya sendiri. Gavin tidak menerima keputusan mereka begitu saja, ia ingin merebut semua hal yang dimiliki oleh Alex bahkan bertekad menghabisinya. Alex menatap gadis di depannya yang ia ketahui bernama Sierra Wang. "Semoga kamu segera sadar, Sierra," gumamnya pelan dan mengusap wajah gadis itu dengan punggung tangannya dengan hati-hati. Jari gadis itu merespon sentuhan Alex membuat pria itu kaget dan senang. Ia menatap wajah gadis itu yang menunjukkan tanda-tanda kesadarannya. Bola matanya yang terpejam terlihat bergerak-gerak dan gadis itu membuka matanya dengan perlahan, menyipitkan sedikit netranya dan menatap Alex. 'Matanya begitu indah dan berkilau seperti permata', batin Alex kagum ketika pertama kali melihat mata gadis itu dari dekat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN