Tina menjalani hari-harinya dengan bekerja dan bekerja. Pulang kerja, dia masak dan menonton televisi ataupun menelepon adiknya di kampung. Hampir setiap bulan dia mengirimkan sejumlah uang untuk kedua orangtuanya, mencicil untuk membangun sebuah kamar. Ani juga terkadang mentransfer sejumlah uang untuk tambahan membuat kamar. Setahun sudah Tina bekerja di pabrik yang sama dengan Ani. Dia betah kerja di sana, bosnya baik, teman-temannya juga. Ada sih beberapa yang sinis dan judes, mungkin karena wajah Tina cantik dan bodinya juga bahenol. Ada beberapa yang merasa iri padanya. Tapi Tina ga pernah menanggapi mereka yang bersikap jahat padanya.
"Tina, bibi ada perlu dulu pulang kerja. Kamu duluan aza ya ke kosan." Kata Ani. Mereka sudah memiliki kunci masing-masing sehingga ga perlu saling menunggu satu sama lain.
"Baik bi. Hati-hati ya." Kata Tina. Dia pun pulang ke kosan sendiri. Setelah sampai, gegas dia mandi dan berpakaian. Lalu solat ashar dan mulai memasak. Tina ga pernah memasak yang ribet. Cukup yang simpel dan gampang dibuat. Dia akan membuat ikan pindang bumbu merah. Setelah selesai memasak, abis magrib, dia langsung makan. Dia tidak menunggu Ani karena Ani mengatakan akan pulang jam 9 malam. Tina tidak pernah ikut campur masalah Ani. Tina berpikir mungkin Ani ada urusan dengan temannya. Satu tahun ini, baru kali ini Ani keluar kosan ampe jam 9 malam. Jadi Tina berpikir mungkin Ani ada urusan. Saat Ani pulang, Tina sudah terlelap, dengan masakan yang sudah ada di atas meja di tudung saji di meja belakang. Ani pun ikut tertidur. Keesokan harinya, Ani bilang ada perlu lagi. Hampir seminggu ini Ani pulang jam 9 malam. Dan Tina tidak pernah mempermasalahkan hal itu. Malam itu, ternyata Tina belum tidur.
"Kirain udah tidur. Hampir tiap hari bibi pulang, kamu udah tidur." Kata Ani.
"Baru beres teleponan ama Marni. Alhamdulillah kata Marni, pembangunan kamar baru udah dimulai. Setahun ini uangnya dikumpul dulu. Ayah cuma nambahin sedikit. Makasih ya udah ikut bantu bi." Kata Tina.
"Sama-sama. Bibi juga senang bisa ikut bantu. Na, ada yang mau bibi obrolin." Kata Ani.
"Kenapa bi?" Tanya Tina.
"Ada yang melamar bibi. Temen di kantor. Kamu juga pasti kenal. Beda bagian. Dia bagian keuangan." Kata Ani.
"Alhamdulillah. Bibi pacaran dulu ama dia?" Tanya Tina.
"Ga. Kita mau langsung nikah. Katanya secepatnya dia mau ke kampung melamar. Jadi kemarin-kemarin bibi pulang malam terus, nyiapin ini itu buat lamaran. Beli seserahan dan yang lainnya. Kita kenal udah lama dari semenjak bibi kerja di sana. Tapi dia menunggu dulu sampai waktunya pas." Kata Ani.
"Bagus dong. Ga usah pacaran tapi langsung nikah." Kata Tina.
"Kamu juga harus langsung nikah kaya bibi. Jangan mau diajak pacaran. Buang waktu. Kadang pacaran itu suka mengarah ke arah zina. Bahaya kan." Ani menyarankan pada keponakannya.
"Nasihat bibi akan Tina ingat." Kata Tina.
"Dan nanti, bibi akan tinggal di rumah Mas Budi. Kamu ga apa tinggal sendiri di sini?" Tanya Ani.
"Ga apa bi. Biar mandiri. Aku bisa jaga diri." Jawab Tina.
"Baik. Kontrakan bibi juga ga akan jauh dari sini. Bibi udah minta yang deket dari sini ama calon suami bibi." Kata Ani.
Keesokan harinya, kebetulan Sabtu hanya setengah hari, Ani dan calon suaminya, Budi, akan pulang ke kampung halaman mereka. Ani mengajak Tina ikut. Baru hari ini Tina dikenalkan kepada Budi oleh Ani, saat mereka akan pulang kampung. Mereka bertiga naik angkot menuju bundaran kota lalu naik angkatan yang langsung menuju ke sana. Sampai di sana, mereka disambut dengan baik oleh Rosad dan Siti serta kedua adik Tina.
Budi pun mengutarakan niatnya untuk meminang Ani. Siti dan Rosad tentu saja menerima lamaran itu. Mereka memikirkan usia Ani yang terus bertambah, sekarang saja sudah 23. Apalagi saat mengetahui bahwa Budi dan Ani satu kantor beda divisi, Budi bagian keuangan. Membuat Rosad dan Ani lega karena setidaknya Budi memiliki pekerjaan tetap. Walaupun nantinya mereka akan mengontrak, menunggu rumah cicilan Budi rampung, setidaknya itu cukup.
"Jadi, kalian akan mencari kontrakan di dekat kosan Tina?" Tanya Siti.
"Iya teh. Kasihan juga Tina." Jawab Ani.
"Padahal aku mah ga apa-apa sendiri juga bi. Aku sudah bisa memasak, mencuci, dan menyetrika sendiri. Aku juga bisa jaga diri. Bibi tahu sendiri setahun ini, pulang kerja aku ke kosan. Nonton tv, masak. Udah deh. Ga pernah ke mana-mana." Kata Tina.
"Bibi tahu. Bibi hanya khawatir." Kata Ani.
"Ga apa nak. Biar bibimu tinggal ga jauh dari kamu. Biar kami juga lega karena ada yang menjaga kamu di sana." Kata Rosad.
"Baik ayah." Kata Tina.
"Kamar barunya udah jadi ayah?" Tanya Tina.
"Sudah. Sana lihat ke dalam." Kata Rosad. Kebetulan kamar barunya udah jadi dan baru ada ranjang dan kasurnya saja. Adiknya Marni, belum pindah ke sana. Nanti kalo sudah santai katanya. Jadilah Budi menginap di kamar baru itu. Ani tidur di kamar Tina. Marni dan Santi tidur satu kamar sementara.
Keesokan harinya Budi pamit duluan. Dia akan ke rumah orangtuanya dan mempersiapkan semuanya. Rumah kedua orangtua Budi kebetulan ga jauh dari pabrik, membutuhkan waktu sekitar setengah jam untuk sampai di sana dari pabrik. Jadilah Budi sejak jam 6 pagi udah pamit pulang duluan ke Kota B.
Sedangkan Ani dan Tina, masih belum pulang. Mungkin nanti sore setelah ashar. Agar sampai di Kota B pas magrib dan ga terlalu panas di jalan.
"Tina, tuh bibi kamu udah mau menikah. Kamu kapan nikahnya?" Tanya Siti.
"Belum ada jodohnya bu. makanya ibu doainTina terus ya." Jawab Tina.
"Padahal banyak yang deketin orang kantor bu. Tinanya aza yang ga mau." Kekeh Ani.
"Beneran itu Tina?" Tanya Siti. Rosad kebetulan langsung ke sawah saat Budi pulang dan kedua adik Tina sedang belajar di kamar. Jadilah mereka bertiga yang bercakap.
"Bener bu. Tapi Tina belum merasa sreg. Mereka cuma godain aza. Ga ada yang serius. Kalo ada yang serius, Tina juga mau." Jawab Tina.
"Jangan kelamaan. Keburu tua." Kata Siti.
"Iya bu. Kalo ada yang serius, Tina akan bawa langsung ke sini." Jawab Tina.
"Terus kamu Ani. Kapan rencana menikahnya? Ibu harus kasih tahu sodara semua." Kata Siti. Ada beberapa kerabat mereka yang tinggal di kampung yang sama. Kerabat jauh tepatnya.
"Bulan depan teh. Kang Budi ga mau berlama-lama. Biar ga digunjing di kantor katanya." Jawab Ani.
"Soalnya banyak yang naksir bibi di kantor bu." Kekeh Tina.
Semuanya tersenyum mendengar obrolan Tina. Siti, dia hanya berharap, sebelum dia tutup usia, semua anaknya sudah menikah. Berharap dia berumur panjang dan sempat menimang cucu.