Nia POV
Karena terlalu lelah menangis tak terasa terlelap sampai pukul 9 pagi. Kubuka handphone ternyata ada 20 panggilan tak terjawab dari kak Kei, mungkin dia khawatir. Semalam aku menelfonnya menangis seperti orang gila. 10 panggilan tak terjawab dari kak Olive dan Aileen, serta beberapa sms, line, dan BBM.
"Maaf telah membuat kalian khawatir" batinku.
Kuregangkan otot ku yang mulai kaku akibat kelelahan akhir-akhir ini. Meskipun cintaku tak terbalas bukan berarti duniaku hancur lebur seketika. Bagaimanapun life must go on, aku tidak akan terpuruk begitu lama. Siapa tahu suatu saat nanti, Tuhan akan mengirimkan lelaki yang baik seperti yang pernah Aileen ceritakan.
Aku harus bangkit dan tidak boleh menjadi lemah, aku sudah berjanji dengan Kak Kei apapun hasilnya, aku tetap menajdi diriku.
Setelah cukup lama berendam dan memakai pakaian yang nyaman serta menaburkan make up yang sederhana. Rasanya dandanan ini sudah pantas untuk menemuinya terakhir kalinya, setelah ini aku tidak akan menggangu hidupnya. Aku tidak akan mau menjadi penghancur hubungan orang lain. Aku sudah menyerah dan saatnya menyampaikan salam perpisahan buat dia, serta meminta maaf atas kelakuaan ke kanak-kanakanku selama ini, yang membuat dia tidak nyaman.
Baru membuka pintu rumah, sudah berdiri Aileen di depan pintu.
"Thank's God" sahutnya memeluku,"mau kemana, hm?" tanyanya melepaskan pelukan.
Dengan ragu ku menjawab " mau menghampiri kak Raka." lirihku.
"Noooooooo" potongya " jangan bilang kalau,-"
"Aileen dengarkan dulu" ptongku sebelum dia akan menceramahiku pagi ini.
"Aku bukan mengemis cinta lagi, sumpah! aku menemuinya hanya untuk minta maaf karena selama ini selalu menjadi penguntit" sahutku menjelaskan.
Aileen menatap intens kearahku.
"Kalau kamu nggak percaya. Oke, ikut aku" ptongku cepat.
Dia mengangguk, tanpa pikir panjang menarikku.
*****
Berdiri di depan gedung rumah sakit tempat kak Raka berkerja, rasanya tidak sanggup melangkahkan kaki menuju ruangannya. Aku harus kuat karena ini adalah hal yang terbaik sebelum kak Raka bertambah membenciku.
Kaki ini gemetaran karena semakin dekat dengan ruangannya.
" Nia kamu nggak perlu melakukan ini" kata Aileen
"Harus" potongkku
Aileen mengangkat bahu.
Ku gigit bibir bawah untuk menghilangkan kekhawatiran, apakah kak Raka mau bicara denganku.
"Nah kita udah sampai di ruangannya, kamu masuk aku akan tunggu disini" Aileen memberi semangat untukku.
Terdengar suara candaan mereka, ini seperti dejavu. Mengingat kembali hal beberapa waktu yang lalu. Dengan pelan ku buka pintu ruangan kak Raka.
Kak Raka menatapku sedikit kaget melihat keberanianku berada di tempat ini. Chelse dan teman-teman kak Raka yang lainnya juga ikut berdiri melihatku.
Aku menatap lama kearah matanya, menyugingkan sedikit senyuman terakirku untuknya, bibirku bergetar menahan tangis melihat orang yang paling kucintai sangat kucintai. Aku akan menatap lama wajahnya karena setelah ini kupastikan aku tidak akan melihatnya lagi.
Langkah kaki ini menuju kearahnya, dia masih membeku ditempat duduknya. Aku semakin mendekat.
"Ma..maafkan aku kak" suaraku bergetar
Dia tetap diam.
"Maaf telah menggangumu selama ini, aku berjanji ini yang terakhir kalinya" lanjutku.
Entah setan apa yang memasuki sampai aku berani mencium bibir kak Raka, kak Raka tidak membalasnya dia masih tetap diam menerima ciumanku. Aku tidak berhentinya menangis ketika mengecup bibir kak Raka.
"Salahkah aku kak? Karena mencintaimu." Aku mengakhiri ciumanku.
"Maaf"
Setelah itu aku keluar dari ruangannya, dan menarik Aileen ikut denganku.
*********
Aileen mengantarku kerumah, tidak satu katapun yang dia keluarkan selama perjalan dari kantor kak Raka. Mungkin dia marah, sungguh lanacang bibir ini menyentuh bibir kakaknya. Maafkan aku Aileen telah membuatmu kecewa.
"Makasih leen telah menemaniku" aku turun dari mobilnya, dia tidak menyahut lalu berlalu kerumahnya.
Aku kembali terpuruk di dalam kamar, padahal sudah berjanji tidak akan menangis. Lagi-lagi aku mengingkarinya. Kubenamkan kepala ke bantal meredakan isakan yang mulai terdengar keras.
"Nia" sahut mama Kak Raka lembut.
Ku balikan badan dan langsung memeluk wanita yang sudah seperti ibuku.
"Bolehkah mama bicara?"
Hanya anggukan dan sura tangisan yang terdengar.
"Mama tahu cintamu terhadap Raka, bukan maksud mama ikut campur, nak. Mama mohon biarkan Raka bahagia"
Aku sedikit terkejut dengan ucapan mama.
"Chelsea adalah wanita yang sangat ia cintai, maka dia begitu dingin terhadapmu. Sekarang, mama melihat kembali kebahagian di mata Raka."
Mama menghentikan ucapannya sejenak, kembali menatapku dengan air matanya.
"Mama mohon,Nia. Jangan menggangu dia lagi. Biarkan dia dengan wanita pilihannya dan kamu gapailah impianmu."
Aku mengerti kemana arah pembicaraan ini, mama ingin ku menjauh dari anaknya.
"Ma inilah yang akan kulakukan" batinku.
Mama mengelus lembut kepalaku. "Tapi mama mohon jangan karena masalah ini kamu merasa tidak mendapatkan tempat di rumah kami. Ingat nak, mama sudah menganggapmu anak kandung mama sendiri." lanjut mama.
Menganguk dan mengangguk itulah hal yang dapat kulakukan, melihat raut wajah memohon agar anak lelakinya bahagia. Aku merasa diri ini tidak pantas menjadi bagian keluarga mereka sebagai menantunya. Mama mungkin telah melihat semua ke agresifan ku untuk mendapatkan cinta dan tempat di hati anaknya. Apa boleh buat,mama merasa dengan diriku Raka tidak akan bahagia. Maka secara halus mama memintaku mundur.
Baik mama atau Aileen tidak ada yang menghampiriku setelah 1 minggu kejadian itu berlangsung. Aku sibuk dengan duniaku sendiri dan cenderung mengurung diri di dalam rumah.
Sebelum masuk ke kamar mandi, ku menatap wajah dan tubuh ini ke dalam cermin. Aku tidak hayal seperti zombie, wajahku yang chuby tersulap tyrus dalam kurun waktu 1 minggu. Bayangan gelap dibawah mataku, ini bukti nyata selama 1 minggu ini aku mengalami stress berat dan banyak pikiran. Berat badanku berkurang tidak seberisi dulu.
Pagi ini kami aku, mama,papa, aileen, Raka, chelse dan davian akan berangkat ke Bali. Aku sudah membereskan baju-baju dan keperluan ku kedalam koper yang cukup besar. Liburan kami di Bali cukup lama 2 minggu maka dari itu membutuhkan banyak baju.
Sebelum berangkat kupustuskan menghubungi Kak Kei.
Mama, papa dan yang lainnya sudah selesai menyusun keperluan mereaka, kami tinggal menunggu jemputan dari bandara. Seperti biasa Kak Raka semakin dingin terhadapku, begitu juga chelsea tidak enak melihat keikutsertaanku dalam liburan keluarga ini.
Kuperhatikan setiap wajah yang telah menjadi keluargaku selama 2 tahun ini, raut wajah papa dan mama, si lucu Dave, si sahabat gilaku Aileen serta pusat duniaku Raka. Kak Olive tidak ikut karena ada pertemuan di Belanda, tapi aku sudah menemui kak Olive di rumah sakit 2 hari yang lalu sebelum keberangkatannya.
"Ma, Pa," sahutku menghampiri kerumunan keluarga bahagia Aileen.
Mereka menoleh dan tidak lupa dengan senyuman lembut mereka. Ya, mama dan papa masih menyayangiku seperti biasa, terima kasih Tuhan.
"Nia nggak bisa ikut,maaf." kulirik wajah chelse menampakan wajah bahagia mendengar kabar ini.
"Loh kenapa? Kamu janji ikut kami" papa menyela.
"Aku tahu, cuman tadi kak Kei nelfon, dia meminta Nia pulang menemuinya karena kak Kei sakit. Papa dan mama tahukan hanya Nia yang dia punya. Jadi, maaf" lanjutku tenang menahan air mata.
Akhirnya mobil jemputan mereka datang.
"Yakin nggak ikut?" tanya mama pasti.
"hmmmm" aku mengangguk.
"ya sudah kami pergi,"
Mama dan papa memelukku serta tidak lupa nasehatiku agar berhati-hati selama berkunjung ke kampung. Sekarang Dave yang balas memeluku dan terakhir sahabat yang kucintai Aileen.
"Maaf Leen, mengecewakanmu" sahutku sebelum dia masuk ke mobil.
"Nanti kalau pengumuman kelulusan udah keluar, kita pergi bareng, awas kalu duluan." ancam Aileen
"Ok" mengedipkan mata
"Sampaikan salamku buat kak Kei ya, Nia" teriaknya melambaikan tangan.
"Beres" kutahan air mata.
"bye..bye.."
Kak Raka tidak sekalipun menoleh kearahku, setelah merasa mobil mereka menjauh air mataku jatuh. Inilah terakir aku akan melihat mereka, aku akan pergi mengunjungi kak Kei, tapi bukan ke kampung. Pergi menjauh dari tempat dimana tidak akan pernah bertemu dengannya. Tadi itu, adalah pelukan terakhir untuk orang-orang yang telah menjagaku selama 2 tahun ini. Membayangkan wajah lembut mama,papa, serta kak Olive, wajah lucunya Dave, tingkah laku Aileen serta wajah dingin Kak Raka. Aku pasti akan sangat merindukan mereka, akan tetapi aku tidak akan membuat mama kecewa, mama hanya ingin anaknya bahagia maka akupun begitu.
Sampai jumpa semuanya. Selamat tinggal, terima kasih untuk perhatian kalian semua.
Kak Raka aku memang akan pergi, pergi menjauh dari hidupmu, terima kasih telah memberikan separuh jiwamu kepadaku
*****
Aileen POV
"Bagus...bagus sekali anak papa yang satu itu" sunggutku kepada papa yang ada di sebelah kananku yang sibuk membolak balikan majalah, entah majalah apa.
Kami sedang menikmati indahnya sunset di pantai Bali, hati ini sudah tidak enak setelah Nia membatalkan kepergiannya dengan kami secara mendadak. Sudah 1 minggu lebih dia tidak menghubungiku, biasanya tangan Nia akan gatal kalau tidak mengangguku. Beberapa menit yang lalu aku mencoba menghubungi, namun selalu gagal. Handphoneya tidak aktif.
"Emangnya dikampung dia nggak ada signal apa?" teriakku kesal.
"Ya siapa tahu dia sibuk merawat kakaknya," tanpa aba-aba dan angin surga apa yang menghampiri si dingin kak Raka menimpali kekesalanku.
Aku menyipitkan mata menatapnya "Tumben nyahot...kemasukan nyo roro kidul ha"
Jangankan handphone Nia yang tidak aktif, aku juga heran semua akun sosial media Nia juga tidak ada yang aktif, f*******:, path, i********: bahkan twitter Nia sudah tidak ada lagi di daftar pertemananku. Line, bbm, wechat semuanya juga tidak berfungsi.
"Ada apa ini Nia? Kemana kamu?" lanjut ku
"Shabar aja kak , bental lagi kita bakal pulang. Dave juga kangen ma Kak Nia" suara lucu Dave membuyarkan lamunanku.
"Ada yang aneh, bagaimana ini?" Aku panik luar biasa, aku takut sesuatu terjadi padanya.
"Mama...papa, kita pulang yuk,please!" rengek ku
"Ada apa?" mama kali ini penasaran
"Nia nggak biasanya seperti ini. Semua akun sosial media yang dia punya telah dia tutup. Kita pulang ya, aku takut sesuatu terjadi pada Nia"
***
Atas bujuk rayuku mama mengabulkan permintaan untuk pulang cepat. Chelsea sedikit merajuk dan kesal karena kak Raka ikut-ikutan menyetujui saranku ( bodoh amat ama loe..weeee). Setelah sampai di depan rumah, aku berhamburan lari kerumah Nia. Kami sudah sampai di rumah menjelang malam. Aku perhatian rumahnya masih gelap.
"Apa dia belum balik dari kampung?" tanyaku dalam hati.
Tok tok tok
"Nia! kamu sudah pulang belum?" aku tetap berteriak, hati ini cemas serta memikirkan kemungkinan buruk.
"Aileen... Aillen" teriak kak Olive dari rumah.
Aku menatap kak Olive, ternyata dia sudah pulang dari Belanda. Aku berlari menghampiri kak Olive.
"Kak, Nia udah pulang belum? Katanya dia pergi ke kampung." aku benar- benar panik.
"Loh ! bukannya ikut ama kamu ke Bali? hmm kakak nggak tahu juga ,soalnya baru aja nyampe."
Dimana kamu Nia? Jangan buat aku gila seperti ini.
"Eh mbak Aileen dan ibuk, bapak, sudah pulang toh," sahut pembantu sebelah rumah Nia menyela.
"Cari mbak Nia?" lanjutnya
Aku mengangguk.
"Mbak Nia nya udah pindah, waktu kalian pergi ke Bali hari itu."
Kabar itu membuatku syok, tega-teganya dia berbuat seperti itu kepadaku.
"Pindah kemana, pak?" aku semakin panik memikirkan kemungkinan- kemungkinannya.
"Aduh. non, bapak kurang tahu juga. Bapak hanya lihat mbak Nia di jemput sama cowok tinggi dan wajahnya sedikit bule gitu mbak." lanjutnya
Siapa dia???
"Mbak Nia hanya nitip kunci dan menyampaikan maaf kalau ada salah sama keluarga, non"
Aku menatap kak Raka marah, kesal bercampur sedih. Air mataku akhirnya jatuh juga mendengar kenyataan sahabatku pergi meningalkanku tanpa kabar, hanya pesan yang menyakitkan itu yang dia ucapkan.
"Bapak tahu dia pergi kemana?" kak Raka meyela.
Buat apa dia iku- ikutan khawatir. Toh!!! Ini semua karena dia.
"Aduh den! Kan udah bapak bilang nggak tahu."
"Laki-laki yang membawa Nia itu gimana ciri-cirinya?" tanya mama penasaran dan bercampur khawatir.
"Kalau tidak salah, tingginya setinggi den Raka, ganteng loh " godanya " hidungnya mancung, matanya warna biru yang satunya lagi nggak kalah ganteng juga yang memeluk mbak Nia"
"Terima kasih, pak" mama mengakhiri.
Kutatap wajah kak Raka, aku benci entah kepada siapa? Kak Raka atau Nia.
Sebelum berlari ke dalam rumah.
"ini semua karena kakak!!!! Puas kakak!! Selamat tidak akan ada lagi wanita yang akan mengganggu kakak!!!!! Kakak telah membuatku kehilangan sahabatku" bentakku keawajah kak Raka.