Pagi itu, cahaya matahari masuk perlahan lewat jendela besar ruang makan kediaman keluarga Wiratama. Tirai tipis berwarna krem bergoyang pelan diterpa angin, membuat suasana terasa damai meski ada ketegangan yang tak terlihat. Di meja makan panjang berlapis kain putih, tiga orang duduk dalam diam. Banyu, Bening, dan Wiratama sama-sama menunduk ke piring masing-masing. Suara gesekan sendok dan garpu dengan piring terdengar begitu jelas, menggantikan percakapan yang seharusnya ada di antara mereka. Sesekali terdengar detik jam dinding yang menggema, mempertegas keheningan yang menggantung. Bening menunduk, menyendok nasi dengan gerakan hati-hati, seakan tidak ingin mengeluarkan bunyi berlebihan. Rambutnya dibiarkan tergerai, menutupi sebagian wajah, dan matanya terus menatap piring tanpa s

