Nadia berjalan terburu-buru ketika mobil yang dikendarai Slava berhenti di garasi. Ia biasanya selalu bersikap santai dan ramah kepada orang-orang Bratva dan beberapa orang-orang Liu Jia Li. Langkahnya benar-benar terburu-buru, dan raut wajah Nadia benar-benar menunjukkan bahwa ia tidak dalam kondisi mood yang baik. Nadia mengabaikan seluruh sapaan yang diterima para Bratva, bahkan mengabaikan Tao yang melambai-lambai kepadanya padahal ia bisanya begitu perhatian dengan bocah sepuluh tahun itu. Nadia langsung masuk ke kamarnya, membanting pintu dan melempar tas sekolahnya ke sembarang arah. Suara vas pecah terdengar nyaring. Nadia tidak berniat memecahkan benda itu. Vas bunga itu pecah hanya karena tas yang Nadia lempar tak sengaja menyenggolnya sampai jatuh. Nadia duduk di pinggiran ranjang dengan napas memburu. Bahunya naik turun, deru napasnya cepat, dan ia merasa benar-benar pusing karena hal itu. Tangan kanannya menyangga dahi, dan telapak tangan kirinya meremat seprei kasurnya.
"ARRRGHHHHH!" Teriak Nadia penuh amarah. Ia tidak peduli jika suaranya didengar oleh orang-orang Bratva. Ia juga tidak peduli jika mereka kebingungan dengan tingkah Nadia yang benar-benar tidak seperti biasanya. Nadia kesal, marah, dan malu secara bersamaan. Ia dipermalukan di depan teman-teman sekelasnya. Apa yang dilakukan Akiyama Tenzo benar-benar melukai harga dirinya.
Nadia menggertakkan giginya, berkali-kali pula ia menggigit bibirnya dan memukul dinding kamarnya dengan keras. Mengapa pula ada seorang Akiyama lainnya yang datang secara khusus mengincarnya? Apakah satu monster Akiyama belum cukup untuk mengganggunya? Nadia benar-benar tidak mengerti. Ochi dan Dragon's Claws yang dipimpin Liu Yantsui sama sekali tidak berani mendekati markas Bratva, tetapi secara khusus mereka mengincar Nadia yang selalu dan selalu dianggap sebagai pihak paling lemah di organisasi. Apa karena ia seorang gadis? Apakah karena mereka laki-laki sehingga dalam pikiran mereka, kekuasaan hanya berada di pijakan kaum mereka? Nadia benar-benar muak dengan hal itu. Berkali-kali, dari hari ke hari, bulan, tahun, sampai ia berusia delapan belas tahun, musuh selalu secara khusus mengawasinya dan menargetkan dirinya sebagai sandera, jaminan, atau semacamnya. Nadia seperti diinjak-injak secara konotatif. Harga dirinya seolah tidak ada sama sekali.
Nadia menatap sengit kepada Nikolai ketika pintu kamarnya dibuka secara paksa.
"Keluar dari kamarku!" Seru Nadia tajam.
Nikolai tahu jika Nadia dalam mode sangat marah seperti ini, berarti ada sesuatu yang benar-benar genting di sekitarnya. Adik perempuannya itu tidak mudah marah dan cenderung santai dalam menghadapi berbagai hal. Sangat terbukti dari betapa santainya dia menghadapi Yao Wang padahal jika Nadia adalah kebanyakan perempuan, mungkin ia sudah menyerah di hari-hari awal Yao Wang secara terang-terangan menolak dan mengabaikannya. Nyatanya, Nadia tidak menyerah hingga lebih dari setahun berlalu.
Nikolai duduk di samping Nadia dan menepuk pelan kepala gadis itu. "Apa yang terjadi?"
Nadia segera menepis telapak tangan Nikolai yang bertengger di kepalanya. "Bukan apa-apa."
Nikolai tertawa. "Bukan apa-apa? Halo Nadia...? Kau pikir aku tidak mengenalmu dengan baik? Nadezhda Grigorev yang selalu ceria dan konyol sepanjang waktu hanya bisa marah jika keadaan benar-benar tidak baik-baik saja. Jadi, kau mau bilang tidak ada masalah?"
Nikolai yang paling tahu bagaimana Nadia. Lagipula mereka adalah keluarga. Nadia terkadang menyesal tidak bisa menahan emosi membludak di hatinya dalam keadaan seperti ini. Ia seolah mengekspos dirinya sendiri yang sedang mengalami masalah. Semua itu tidak sengaja. Nadia benar-benar tidak berniat menunjukkan sisi lain dirinya yang ia sendiri benci.
Nadia menjilat bibirnya sendiri. Ia secara penuh menghindari kontak mata dengan Kakaknya. Nikolai menghela napas dan merangkul bahu Nadia dengan lembut.
"Katakan, apa yang sebenarnya terjadi? Kau satu-satunya keluargaku, aku satu-satunya keluargamu. Kita harus saling menjaga untuk hidup dengan tenang."
Nadia memejamkan matanya kemudian menggeleng. "Bukan apa-apa, hanya sedikit masalah di sekolah."
Nikolai memutar bola matanya bosan. Nadia sangka kukuh untuk tidak mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Nikolai benar-benar tak habis pikir. Apakah Nadia berpikir alasannya itu cukup untuk membuat Nikolai percaya? Nadia sama sekali tidak pernah mengeluhkan apapun tentang sekolah. Bahkan, sekolah adalah satu-satunya tempat di mana ia bisa bersikap bebas sebagai gadis biasa. Mana mungkin masalah di sekolah bisa membuatnya sampai dikuasai amarah sebesar itu.
"Okay, aku tidak akan memaksamu bicara lagi." Nikolai berdiri sembari berkacak pinggang, menatap sengit kepada Adiknya. "Tapi aku bisa mencari tahu sendiri." Lanjutnya tajam dan segera keluar dari kamar Nadia.
Nadia menatap kepergian Nikolai dengan helaan napas berat. Ia tahu Nikolai tidak akan semudah itu diam hanya dengan alasan seperti itu. Bagaimana caranya menjelaskan kepada Nikolai bahwa masalah di sekolahnya berasal dari Akiyama? Nadia benar-benar bingung. Cepat atau lambat, dengan atau tanpa Nadia menjelaskan, Nikolai akan segera tahu apa yang terjadi di sekolah.
Nadia benar-benar ingin mengatakan yang sebenarnya kepada Nikolai. Tentang kedatangan Akiyama lainnya yang tidak pernah mereka ketahui sebelumnya, tentang seorang pemuda menyeramkan yang bersembunyi di balik wajah rupawan dan sikap manis kepada orang lain. Berbeda dengan Nadia yang hanya memakai ekspresi ceria untuk menutupi seluruh emosinya, Akiyama memiliki karisma yang berbeda. Bagaimana menjelaskannya ya? Seolah, ia menuntun orang-orang untuk percaya bahwa ia adalah sosok baik-baik yang tidak akan melakukan kesalahan apapun.
Nikolai belum benar-benar memikirkan rencana merebut kembali Dragon's Claws pasca penyembuhannya. Ia masih harus mengurus beberapa bisnisnya sendiri, juga berpikir matang-matang mengenai tindakan selanjutnya. Kesalahan yang sama seperti sebelumnya tidak boleh terjadi. Maka dari itulah Nadia enggan memberitahu yang sebenarnya kepada Nikolai sebelum Kakaknya itu memikirkan langkah selanjutnya dengan pasti dan tepat. Nikolai tidak jauh berbeda dengan Nadia. Di saat gusar, ia tidak akan berpikir jernih. Nadia tidak ingin Nikolai bernasib serupa seperti sebelumnya. Bahkan meski lawannya hanya seorang pemuda SMA.
Nadia menuju ke toilet dan membasuh mukanya berkali-kali. Rasa dingin air kran berangsur-angsur membuat amarahnya sedikit mereda. Napasnya tak lagi sulit, jantungnya tak lagi berdetak dengan kuat, dan Nadia merasa cukup bisa mengendalikan dirinya.
Nadia keluar dari ruangannya setelah berkali-kali menarik dan membuang napas. Seolah, keluar dari kamarnya adalah hal yang sangat menakutkan. Ketika kaki Nadia benar-benar sudah keluar dari ambang pintu, Slava, Liu Jia Li, Liu Tao, dan bahkan Yao Wang berdiri di hadapannya dengan wajah khawatir.
Nadia memiringkan kepalanya bingung. "Apa yang... Kalian lakukan?" Tanya Nadia.
Liu Jia Li yang pertama maju dan menepuk pelan kepala Nadia diikuti Liu Tao yang menggenggam telapak tangannya. Nadia berusaha keras untuk tersenyum ceria sebagaimana dirinya yang biasa. Dua orang di hadapannya tidak boleh melihat bagaimana gusarnya Nadia tentang kedatangan sosok murid baru yang mengincarnya dengan cara licik.
"Kau baik-baik saja?" Tanya Liu Jia Li sembari menepuk pelan bahu Nadia.
Nadia mengangguk singkat. "Ya. Permisi, aku ingin ke halaman belakang."
Liu Tao menahan pergelangan tangan Nadia, membuat gadis itu berhenti melangkah dan menoleh ke belakang.
"Nona Nadia, anda baik-baik saja?"
Nadia tersenyum. "Ya, tidak ada masalah." Dan ia segera melepaskan genggaman Liu Tao di pergelangan tangannya secara halus.
Nadia tidak bisa berinteraksi dengan baik ketika hatinya gusar, dan Nadia juga tidak ingin membuat orang lain yang kebetulan berdekatan dengannya itu secara tidak sengaja menjadi media pelampiasan amarahnya. Nadia lebih memilih menyendiri, memikirkan segala hal dengan kepalanya dan tidak berinteraksi dengan orang lain. Siapapun, bahkan jika itu Yao Wang yang sangat ia cintai sejak dulu.
***