Bab 9. (Done)

2057 Kata
Ternyata benar, menunda-nunda sesuatu hanya akan merugikan diri sendiri. ___________________________________________ Setelah melaksanakan sholat subuh,Romi berniat menemui Alina. Hari ini,dia dan Azka telat bangun, alhasil sholat subuh terlaksana sudah hampir  jam enam pagi. Buru-buru dia menuju vila yang Azka sebut sebagai tempat pria itu melihat Alina,Romi yakin  itu memang benar Alina.       "Selamat pagi,ada yang bisa kami bantu,Pak?" Tanya pria berpakaian hitam putih, siapapun tak akan menanyakan siapa mereka karena akan terjawab hanya dari pakaian yang mereka kenakan. Mereka menghampiri Romi yang terlihat celingukan di depan vila yang pintunya tertutup rapat. "Maaf,saya ingin mencari teman saya yang  tinggal di vila ini,tapi kok sepi sekali ya," ujar Romi menuturkan keheranannya. "Owh,vila ini. Tadi subuh mereka sudah pulang,Pak," jelas salah satunya. "Pulang?? Kemana?" jelas terpatri wajah kecewa Romi mendengar kabar itu. "Mereka yang tinggal di sini, adalah rombongan dari pemilik vila-vila di sini,Bapak kan temannya,apa Bapak salah satu dari mereka yang tertinggal?"    Romi berusaha mencerna kalimat-kalimat itu.  "Oh tidak,saya bukan rombongan mereka. Tapi,salah satu dari mereka adalah teman saya, kira-kira mereka pulang ke mana ya,Pak? Saya sudah lama tidak bertemu teman saya dan saya sangat merindukannya. Kemarin saya melihat dia di sini," terang Romi panjang lebar."Maaf Pak,kami tidak bisa memberikan informasi apapun. Itu bukan kapasitas kami," ujar salah satunya, membuat Romi kehilangan harapan bertemu Alina. "Tapi Pak,saya butuh teman saya. Saya harus mencarinya." "Maafkan kami Pak,mereka sudah pulang,dan kami harus lanjut bekerja. Permisi." Dua satpam itu meninggalkan Romi yang masih menatap kecewa pada vila di depannya,kesal,iya dia pasti kesal pada dirinya sendiri yang tak langsung mencari Alina kemarin. "Ternyata benar kata pepatah,jangan suka menunda-nunda sesuatu karena akan merugikan diri sendiri," lirihnya pelan. Harapannya bertemu Alina sudah tak ada lagi,jika satpam saja menolak untuk memberi tahu kemana mereka pulang, bagaimana dengan resepsionis dan staf lainnya. Mereka juga pasti menyembunyikan hal itu, terlebih mengenai pemilik perusahaan atau tempat mereka bekerja,itu termasuk identitas pribadi. Bisa-bisa mereka akan mengira Romi akan berbuat sesuatu pada bos mereka jika mereka mengatakan keberadaannya. Pria itu menghela napas dalam-dalam,di raihnya ponselnya untuk menghubungi nomor yang diberikan Alina kemarin, berharap nomor tersebut aktif. Sayangnya,semua masih sama seperti kemarin.    "Arg!!! Alina lo kenapa sih malah bohong sama gue,kenapa lo menghindar dari gue!!" pekiknya kesal. Pria itu berjalan menuju restoran 24 jam  di mana dia bertemu Alina kemarin, dinginnya puncak membuat perutnya lebih mudah lapar. Tapi,tak mungkin dia sarapan lebih dulu sementara tuan dan nyonyanya belum. Tadi dia meninggalkan Azka yang sedang mandi,Nara belum keluar dari kamarnya,entah masih tidur atau apa Romi tak tau itu. Dia menuju restoran hanya untuk memesan minuman hangat untuk sedikit menghangatkan badannya. Ini masih terlalu pagi,Romi melihat salah satu dari mereka sedang menyapu lantai,jadi pria itu menunggu di pintu masuk sebentar. Keputusannya menunggu di sana sampai waiters itu selesai menyapu malah berhasil membuat dirinya tersenyum. Bukan karena melihat waiters cantik yang menyapu membuat dirinya tersenyum,tapi karena tatapnya tertuju pada sesuatu yang akan membawa dia bertemu dengan sahabatnya. Pria itu menunduk untuk memungut barang yang dia anggap sebagai emas,sekarang. "Lo emang bisa pergi hari ini, tapi sayangnya,alam masih mendukung gue,Lin. Kita pasti ketemu lagi dan kali ini gue ga akan tunda-tunda lagi." Romi tersenyum manis,sebuah kertas kecil telah berada di tangannya,dia menemukan kartu nama yang terjatuh,kartu nama milik Alina yang di berikan oleh perusahaan Sanjaya group. Dengan tenang, dia masuk ke restoran dan memesan teh hangat. Pria itu menyeruputnya dengan pikiran masih traveling ke mana-mana, tentunya masih tentang kehamilan sahabatnya yang membuat dia sempat tak bisa tidur kemarin. Cukup lama dia di sana hingga telepon dari Azka membuat lamunannya rusak.    "Halo Tuan,saya akan segera kembali." "Kamu  di mana?" "Di restoran samping vila kita,Tuan." "Tunggu saya di sana,ada yang ingin saya bicarakan." "Baiklah." Romi mengehela napas panjang,pria itu memasukkan kartu nama Alina ke dalam dompetnya. "Tuan tak boleh tau di mana Alin berada untuk saat ini, sampai gue tau siapa Ayah dari bayi yang Alin kandung. Bagaimanapun gue harus bisa jaga perasaan keduanya," gumam pria itu dan kembali menyeruput teh hangat miliknya. Tak lama,dia melihat Azka masuk ke sana dan menuju arahnya. Wajah Azka jelas menggambarkan kekesalan. Romi berdiri dan menarik kursi untuk tuannya. "Rom,kita telat. Alina tak ada di sana,vila itu sepi tak berpenghuni. Saya sudah tanyakan pada penjaga vila dan beberapa staf,tapi mereka tak memberi jawaban memuaskan. Mereka bilang itu rombongan bos dari vila ini,saya sudah cari nama-nama dari mereka dan...." Azka terdiam, sementara Romi sudah berdebar. Pria itu berdo'a supaya Azka tak menemukan Alina. "Dan apa ,Tuan?" tanyanya antusias. "Tak ada nama Alina di sana." Azka mengehela napas berat, sementara Romi menghela napas lega. "Maafkan saya, Tuan. Tadi saya juga sudah mencari Nyonya Alina, sayangnya memang tak ada di sini. Maafkan saya kalau saya berpendapat bahwa yang Tuan lihat kemarin bukan Nyonya Alina," ucapnya menyakinkan. Azka kembali menghela napas berat, "mungkin kamu benar Rom,saya salah lihat karena pikiran saya terus terpenuhi sahabat kamu itu," ucapnya kemudian. Romi tersenyum,"maafkan saya,Tuan Azka. Untuk saat ini saya lebih memilih berbohong kepada Anda tentang Alin." Romi membatin.    Seseorang dengan kasar menarik kursi di tengah-tengah mereka, membuat keduanya menatap siapa gerangan yang berani-beraninya seperti itu. "Nara!!" "Mas,kamu kepana ninggalin aku sendiri di sana, sih. Aku kan takut.." mengerucutkan bibirnya kesal pada Azka,Romi menunduk menahan kesalnya. "Kamu kenapa takut,hantu mana berani sama kamu,mereka ngira kamu lebih menyeramkan dari mereka!" ujar Azka bercanda,Romi menahan tawanya. "Mas!! Kamu kok jahat banget ngomong gitu sama aku!!!" "Aku bercanda Nara,ya udah sekarang kan kamu udah ada di sini,ayo pesan makanan,kita sarapan bersama."   Romi bangun dan memanggil salah satu pelayan,berdiri sejenak di samping Azka. Azka dan Nara memilih beberapa menu sarapan mereka."Rom,kamu ga sarapan?" tanya Azka kala Romi masih diam tanpa ikut memesan. "Eh,nanti saja Tuan. Saya tak mungkin sarapan bareng kalian di sini." "Kenapa tidak? Ayo duduk,pesan makanan kamu dan kita sarapan bareng," perintah Azka. Romi yakin Azka tak mau makan hanya berdua dengan istrinya itu,dia tersenyum dan menuruti permintaan tuan mudanya. Sementara Nara memasang wajah kesal.Romi memesan beberapa menu dan melempar senyuman pada Nara yang menatapnya tajam dengan tatapan tak suka. "Perlu kau tau,hanya ada Alin dalam hati Tuan Azka," batinnya,ya tentu saja hanya membatin. __________      Selesai sholat subuh,Alvaro menerima telpon dari adiknya bahwa maminya masuk rumah sakit,hal itu membuat pria yang akrab di panggil Vero itu buru-buru meminta staf-stafnya beres-beres dan pulang ke Bandung. "Maafkan saya semuanya,kita harus pulang sekarang karena Mami saya sedang sakit." "Tak apa,Pak. Kamu paham apa yang Bapak rasakan," ucap salah satu stafnya. Alina,tentu saja gadis itu senang karena bisa secepatnya pergi dan jauh dari Azka. Kalaupun Alvaro tak mengajak pulang pagi-pagi,dia sendiri yang akan meminta izin untuk pulang lebih awal dengan alasan-alasan yang masuk akal, yang sebenarnya hanya untuk menghindari pertemuannya dengan Azka dan Nara.   Mereka kembali ke Bandung, Alvaro ke sana bersama lima stafnya  dan dengan dua mobil. Artinya,dia dengan Alina sementara Tania bersama tiga staf lainnya berada di mobil yang berbeda. Sepanjang perjalanan, Alina terus terdiam. Pikirannya tak bisa di alihkan dari pria yang sudah bertahun-tahun menjadi pemilik hatinya.    'Kalau Aka sudah bisa liburan bareng dengan Nara, artinya,dia sudah mulai terima Nara sebagai istrinya. Tuhan... harusnya hamba bahagia dengan semua ini,tapi kenapa hati hamba  hancur hanya dengan membayangkan mereka bersama, kapankah hamba bisa ikhlaskan pria yang hamba cintai bersama dengan Adik hamba.' Ralina terus membatin. Dia tak menyadari tatapan Alvaro yang beberapa kali menatapnya dan kembali menatap Jalan. "Lin!" Tak ada sahutan,yang dipanggil masih tenggelam dalam lamunannya. "Ralin!!!" panggil Alvaro lagi seraya menghentikan mobilnya.    "Eh,kenapa Al,ada yang ketinggalan ya?" tanyanya heran, berharap tak ada agar mereka tak kembali ke sana. "Iya,ada." "Hah? Jadi kita mau balik ke sana lagi?" muka Alina seketika pucat, 'bagaimana jika Azka melihat ku,' batinya. "Pikiran kamu,jiwa kamu ketinggalan di sana,raga kamu di sini tapi jiwa kami ada di sana. Ada apa sebenarnya?"  Deg!!Alina menatap manik mata pria yang menatapnya lekat,begitu intens sehingga dia tak bisa mengalihkan pandangannya. "Maksud kamu ..?" "Ralin,aku perhatiin semenjak kamu ketemu pria kemarin,sikap kamu jadi berubah. Siapa dia?" tanya Alvaro dengan nada cemas dan khawatir.  Alina menunduk,dia sudah yakin kalau Alvaro pasti akan menanyakan tentang Romi padanya. Dia dan Alvaro sudah sebulan lamanya menjadi partner kerja dan juga teman,dia tau Alvaro begitu perhatian pada dirinya."Ralin!! Jangan bilang kalau dia..." tatapan Alvaro turun ke bagian perut Alina yang masih rata, "dia Ayah dari bayi kamu,kan?"   "Eh,Bu..bukan Al,bukan. Dia bukan Ayah dari bayiku ini,dia temanku!!" "Terus kenapa kamu jadi banyak diam setelah ketemu dia kemarin?" Nada suara Alvaro seperti di tahan-tahan.     "Alvaro pliss,jangan urusin hidup aku dan bayiku lagi!! Ini urusanku,jangan tambah beban pikiranku!!!!" suara Alina meninggi dan bergetar. Mata gadis itu mulai berkaca-kaca, Alvaro sedikit kaget melihat perubahan sikap Alina,tapi Alina juga benar,dan pria itu sadar dia terlalu ikut campur.    Alina mengalihkan pandangannya,tak mau menatap Alvaro lagi.  "Maafin aku Ralin,aku tau aku terlalu ikut campur. Tapi,aku cuma mau bilang kalau aku peduli sama kamu," ucap pria itu pelan seraya menjalankan mobilnya kembali. Alina terisak,dia mulai merasa bersalah pada Alvaro karena tadi membentaknya. Gadis itu tak mampu menahan air matanya untuk tidak keluar, pikirannya berkecamuk, bayang-bayang Azka kembali membuat hatinya hancur. Alvaro hanya diam,membiarkan sekretarisnya itu menangis, hingga cukup jauh dari sana dan sudah mulai memasuki perkotaan,pria itu menghentikan kembali mobilnya. Dia turun, sementara Alina masih terus menangis. Tak lama,pria itu kembali lagi. "Minum dulu,kamu pasti haus," ujarnya seraya menyodorkan sebotol air mineral pada Alina. Alina menggeleng,gadis itu menghapus air matanya,tangan Alvaro kembali terulur,mengusap lembut wajah Alina yang di penuhi air mata. "Maafin aku,karena aku,kamu  jadi nangis gini,maafin aku ya," ujarnya dengan tangan masih mengusap lembut wajah gadis itu. "Kamu ga salah kok,aku yang seharusnya ga seperti tadi,maafin aku Al." Alina menahan tangan Alvaro,memaksa dirinya untuk menampilkan senyum sebagai tanda dia sudah baik-baik saja.    "Jangan nangis lagi,aku ga suka liat air mata kamu!" "Iyah," jawab Alina kembali tersenyum. "Minum?" Kembali menyodorkan air minum. "Hu'um." Alvaro terkekeh,dia membukakan tutup botol botol untuk Alina, membiarkan gadis itu meneguk air di dalamnya untuk sejenak meredakan dahaga, pastinya haus karena dari tadi dia menangis. "Terima kasih." Alvaro tak menjawab, dia hanya tersenyum dan kembali menjalankan mobilnya, mengantarkan Alina menuju kontraknya.      Dua jam kemudian, mereka sudah sampai di depan kontrakan Alina,tampak Nadia keluar begitu mendengar suara mobil datang. "Makasi ya Al." "Sama-sama Lin,kamu jangan nangis lagi ya." Alina tersenyum dan turun dari mobil,tadi dia menawarkan Alvaro untuk mampir,tapi pria itu harus segera menemui ibunya di rumah sakit.     "Selamat datang Beby....gue kangen banget sama lo!!!" serbu Nadia langsung memeluk sahabatnya,dia tak perhatian kalau wajah sahabatnya masih sembab. "Gue juga kangen sama lo," ucap Alina setelah melepaskan pelukannya," ya udah,ayo masuk kita makan bareng,gue bawa makanan buat lo." Alina menarik tangan Nadia masuk ke kontrakan. Namun... "Ets... tunggu dulu!!" ujar gadis itu membuat Alina berhenti. Ditelitinya wajah sahabatnya dengan tatapan intens, "lo abisa nangis ya Lin, kenapa? Alvaro ngapain lo??" pekiknya geram. Alina menghela napas berat,menarik tangan Nadia masuk dan mereka duduk di sofa. "Alina jawab gue,elo kenapa nangis???" "Gue..gue ketemu Romi di puncak." "Apa!!! Romi? Jangan bilang kalau elo ketemu Azka juga di sana? Terus-terus gimana,Lin???"    Alina tersenyum melihat kepanikan sahabatnya yang melemparkan pertanyaan beruntun. "Enggak,gue ga ketemu Aka,cuma Romi doang. Tapi...." Alina menghela napas berat, "Aka juga di sana,Nad. Gue cuma liat dia sekilas,dan Romi bilang mereka sedang liburan di sana."   "Lo ngobrol sama Romi? Apa dia tau lo hamil?" Nadia begitu khawatir. "Iya,dia tau." "Hah? Gimana kalau Romi kasih tau Azka kalau lo lagi hamil anaknya,Lin?" "Entahlah Nad, gue udah mohon sama Romi supaya dia ga ngasih tau siapapun tentang pertemuan kita yang tanpa sengaja,gue harap Romi tepatin janjinya kalau dia ga akan kasih tau siapapun, termasuk Azka. Romi emang tau gue hamil,tapi dia ga tau ini anak siapa," ujar Alina kembali menghela napas berat.   Nadia mengusap bahu sahabatnya pelan,"Lo yang sabar ya,gue ga mau lo ketemu Azka saat-saat ini,karena gue tau nyokap tiri lo pasti bakalan punya seribu cara buat jauhin elo dari Azka." "Iya,lo bener.Tapi,yang paling gue takutkan adalah Papa,gue takut Mama Niken berbuat yang enggak-enggak ke Papa,jadi sekarang lebih baik gue yang bener-bener harus jauh dari hidup Aka,demi Papa," ujarnya lirih,mengusap perut ratanya,"kamu jangan benci sama mama ya,Nak. Mama ga bermaksud jauhin kamu dari Papa kamu,tapi memang ini yang terbaik buat kita."   Nadia tak mampu menahan air matanya mendengar ucapan terakhir Alina,gadis itu memeluk sahabatnya dan sama-sama terisak, sama-sama memikul beban berat dalam kehidupan. "Lo tenang aja,gue akan selalu ada buat lo,buat anak lo nantinya." "Makasi Nadiaku..."     "Ya udah,lo istirahat gih. Lo pasti capek,gue buatin s**u dulu ya." Alina mengangguk,dia menuruti ucapan sahabatnya yang lebih pantas dia sebut saudara dari pada Nara. _______________ Gengs...kalau ada typo tolong bisikin ya!!!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN