Bab 4 (done)

1302 Kata
Di manapun kamu berpijak,kuncinya hanya jujur dan percaya diri. Dan ingat,tak semua orang akan menyukaimu,jadi cukup percaya diri. ___________________________________________ Alina sesekali menatap wajahnya di cermin, memoleskan bedak dan lipstik dengan tidak terlalu tebal di wajahnya. "Lin,nih sarapan dulu,gue bawain roti sama s**u lo ke sini," ujar Nadia dengan riangnya,gadis itu setiap hari harus memastikan Alina minum s**u dulu sebelum dia berangkat kerja, terlebih hari ini adalah hari pertama untuk sahabatnya itu masuk kerja.   "Ya ampun,Nad. Harusnya lo ga perlu bawa ke sini segala,gue kan bisa makan di meja kek biasanya." Alina membalikan tubuhnya dan menatap sahabatnya yang tersenyum manis padanya. "Ini kan hari pertama untuk bumil masuk kerja,jadi biar gue siapin semuanya," ucapnya seraya meletakkan nampan di atas nakas dan duduk di sisi ranjang. "Makasi ya,Nad," ujar Alina,namun sejenak kemudian dia menghela napas berat.    "Lo kenapa?" tanya Nadia bingung karena Alina terlihat begitu sendu dengan tatapan kosong. "Gue kangen Papa,gue..pengen peluk Papa,Nad."  Gadis itu menghela napas berat,Nadia langsung menghampiri sahabatnya dan memeluknya.   "Lin...jangan sedih dong,gue ikutan sedih,nih." Nadia sangat tau apa yang sekarang sahabatnya rasakan. Tapi,apa yang bisa dia lakukan untuk membantu Alina, sementara gadis itu sendiri yang tak ingin pulang. "Maafin gue ya,Nad. Gue..terus ngerepotin elo selama ini. Lo jadi ikutan masuk dalam masalah gue seperti ini."   "Hey,jangan ngomong gitu dong,elo sahabat gue dan emang seharusnya gue selalu ada buat lo,Lin. Gue ga mau lo ngerasain ini semua sendiri,gue cuma punya lo,dan lo berarti banget buat gue," ucapnya panjang lebar.   "Makasi ya,gue juga yakin ga akan bisa lewatin ini semua kalau elo ga ada sama gue," Alina kembali memeluk sahabatnya,sejenak kemudian saling melepaskan.  Nadia mengusap air mata di pipi sahabat,dia berjanji akan menjadi penguat untuk Alina. "Ya udah, sekarang lo minum s**u dan makan rotinya dulu,abis itu kita berangkat bareng." "Oke,bos," balas Alina seraya menampilkan senyum manisnya. Aina berpindah ke sisi ranjang dan meraih roti yang di bawakan Nadia untuknya,sejak kehamilannya,gadis itu tak bisa sarapan selain dengan roti,karena jika makan nasi dia akan langsung mual dan mengeluarkannya lagi. Segelas s**u untuk ibu hamil selalu disiapkam Naida untuknya,kadang dia merasa lucu dengan sikap protektif Nadia pada dirinya,gadis itu memperlakukannya begitu istimewa. Tit...tit..... Suara klakson mobil di depan kontrakan membuat mereka saling tatap. "Siapa ya?" tanya Nadia dan langsung berdiri. "Biar gue aja yang buka,lo tunggu sini." "Enggak,lo habisin susunya biar gue aja," ujar gadis itu dan langsung ngacir,tapi tak lupa sebelum membuka pintu,Nadia menyingkap sedikit tirai di jendela dekat pintu untuk melihat siapa yang datang,takutnya itu adalah Azka atau anak buahnya yang tau keberadaan mereka,karena Nadia yakin kalau Azka tak akan tinggal diam atas hilangnya Alina  "What!!! Itu cowok bukannya...." "Assalamualaikum.. permisi..." suara pria itu sudah ada di depan pintu, membuat Nadia tersadar dari lamunannya dan langsung membuka pintu untuknya. "Wa'alakumsalam..."   Seorang pria tersenyum ramah padanya,stelan kemeja dan jas hitam yang dia gunakan cukup untuk tau dia seorang pekerja kantoran,yang artinya pasti mencari... " Maaf,saya temannya Ralin,apa dia ada di sini?" tanyanya. "Eh,iya ada. Bapak duduk dulu di situ ya,saya panggilkan Alin dulu." "Iya, terima kasih." Pria itu duduk di kursi yang terletak di teras depan kontrakan,matanya menyapu ke sekeliling, kontrakan itu memang cukup besar. Tapi,baginya,ini tidak pantas di tempati oleh Ralin.     "Lin,ada temen lo tuh di depan." "Hah? Temen gue? Siapa?" tanya Alina keheranan, pasalnya dia belum memiliki teman di sana selain sahabatnya. "Ga tau,tapi rapi banget,kayanya dari kantor tempat lo kerja deh." "Jangan-jangan..." "Jangan-jangan siapa?" Alina langsung bangun dan dan keluar dari kamarnya, begitu sampai di depan dan melihat mobilnya saja dia sudah tau itu siapa. Gadis itu langsung menghampiri tamunya. "Selamat pagi,Pak," sapanya ramah. "Pagi Ralin,kok manggil pak lagi?" "Eh iya, selamat pagi.. Alvaro." Alina memelankan suaranya saat menyebut nama  pria itu, pasalnya dia masih tak enak memanggil pria itu tanpa embel-embel pak. "Hahahah,kamu sepertinya ga ikhlas manggil nama saya,nama saya jelek ya?" "Bukan,bukan seperti itu. Tapi..." "Biasakan,kan kesepakatannya kamu hanya panggil pak jika berada di area perusahaan." "I-iya Alvaro. Oh iya, kamu..kenapa ada di sini?" "Mau jemput kamu,kita ke kantor barengan." "Hah?" "Kenapa? Apa ada masalah." Pria itu takut kalau kekasih Alina sudah kembali dan Alina akan menolak tawarannya,dia berusaha terlihat setenang mungkin meskipun hatinya benar-benar jauh dari kata tenang. "Ini kan hari pertama saya kerja,saya jadi ga enak kalau di jemput langsung sama CEO nya seperti ini." Alvaro terdiam sejenak,detik berikutnya dia menarik ujung bibirnya untuk tersenyum. "Ga pa-pa,lagipula kamu kan sekretaris saya,jadi untuk pembiasaan diri karena kamu akan ketemu saya setiap hari." Nadia hanya menggeleng  dan tersenyum di dalam rumah,dia mendengar percakapan mereka. Gadis itu yakin kalau pria yang bersama sahabatnya itu memiliki perasaan lebih untuk Alinanya. "Lin,gue berangkat dulu ya," ujarnya dengan riang. "Mbak mau ke mana?" tanya Alvaro segera,ada ide di otaknya yang akan dia lancarkan. "Kerja." "Di mana?" "Salon Edelweiss," jawabnya.   "Owh,masih satu arah sama kantor saya,ayo barengan sama kita," ajaknya. Nadia ingin menolak agar mereka bisa berdua saja,tapi.. "Ayo,Nad. Kita jalan barengan," ucap Alina yang terdengar memohon pada sahabatnya. "Oke deh,kalau dipaksa gini  ga ada  celah buat nolak, hehehe."   Ralina masuk sebentar mengambil tasnya,Nadia bisa melihat senyum tulus dari pria di depannya. 'Gue yakin,dia pasti ada rasa sama Alin. Semoga aja Ralin bisa lupain Azka, aamiin."    "Ayo," ucap Alina menyadarkan keduanya. Mereka masuk ke mobil tapi.. "Ets,Ralin. Kamu duduk di depan." "Saya di belakang aja sama temen saya." "Ga,ntar dikira saya sopirnya kalian," ujar Alvaro seraya terkekeh. "Iya,Lin. Dia bos lo,lo ga mau kan image lo  Jelek depan dia," bisik Nadia, membuat Alina tersenyum tipis dan mengangguk. "Nah gitu,ayo masuk." Alina duduk di samping Alvaro,dan mobil Avanza hitam itu membawa mereka berbaur dengan kendaraan lain di jalan raya. Sepanjang perjalanan,hanya ocehan Nadia yang membuat mereka tertawa. **** "Mbak lucu banget sih, ada-ada aja," puji Alvaro setelah mendengar cerita lucu dari gadis itu. "Eh,berasa tua banget sih gue kalau di panggil mbak,gini. Panggil Nadia aja,jangan formal-formal banget kenapa sih,gue kan bukan karyawan lo," ujar Nadia sementara Alina hanya menggeleng dibuatnya."Owh oke,Nadia." Alvaro tersenyum, sepertinya Nadia asik juga dan dia yakin Nadia akan mendukungnya mendekati Alina.      Sepuluh menit kemudian,Nadia sudah turun karena mobil berhenti di depan Salon tempatnya bekerja. "Gue kerja dulu ya,Lin. Alvaro,gue titip temen gue ya,jagain,jangan kasih kerjaan yang berat-berat." "Apaan sih,Nad. Sana masuk gih." Alina menggelengkan kepala dengan sikap protektif Nadia. Alvaro sendiri salut karena Nadia begitu menyayangi Alina,dia mengangguki permintaan Nadia tadi sebelum dia benar-benar pergi. ***   "Lin,kamu ga mau pake bahasa biasa aja gitu sama saya?" "Hah? Maksudnya gimana?" Alina menatap bosnya sejenak, sementara pria itu masih fokus ke jalanan. "Ya...pake bahasa biasa aja gitu,kaya temen, misal aku-kamu gitu,jangan saya-saya'an,biar ga formal-formal amat." Alina menganga,dia benar-benar tak mengerti jalan pikiran bosnya ini "Panggil aja,Al,atau Alvaro,terus ngomongnya aku kamu gitu,kan lebih enak."  "Tapi kan..." "Tapi aku bos kamu? Kamu mah,aku mau kita temenan. Kamu mau ga temenan sama aku?"    Alina menatap Alvaro tak percaya,sampe mobil berhenti dia masih belum memberikan jawabannya. "Ya udah,kalau kamu emang kamu ga mau,ga pa-pa,kok." Alvaro memasang wajah lesunya,pria itu merasa kecewa karena Alina sepertinya masih memberi jarak untuknya. "Siapa bilang,aku mau kok jadi temen kamu." Pria itu langsung menoleh mendengar ucapan Alina, perlahan ujung bibirnya naik dan menyunggingkan senyum manis. "Makasi Ralin." "Sama-sama Pak," ujar Alina membalas senyuman Alvaro. "Kok pak lagi??"  "Ini area kantor,jadi saya akan memanggil anda pak Alvaro," ucap Alina pelan, membuat Alvaro terkekeh. "Dasar! Ya udah ayo turun." Keduanya keluar dari mobil, beberapa pasang mata tertuju pada mereka,bukan,bukan mereka,tapi pada Alina yang bisa-bisanya datang bersama CEO muda mereka. Pasalnya,di sana para karyawati berebut untuk mendapatkan perhatian Alvaro,tapi pria itu cukup cuek pada wanita manapun. "Eh siapa tuh, cewek yang jalan sama Pak Alvaro?" "Jangan-jangan pacarnya?" "Wah,hilang deh kesempatan kita untuk caper ke dia." "Husttt ayo kerja,nanti dia liat kita,malah kena masalah." "Ancur mimpi gue jadi Nyonya Sanjaya,huhu..."   Beberapa Karyawati saling berbisik atas kedatangan Alina dan CEO mereka, Alvaro mengajak gadis itu masuk ke ruangannya,hal itu membuat beberapa karyawannya kebingungan sementara Alvaro tersenyum senang karena hari ini dia akan lebih semangat bekerja.    
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN