Bab 3 (done)

2712 Kata
"Karena hatiku hanya untukmu,tak pernah bisa tergantikan oleh siapapun,kamu kekuatan ku,kamu tak bersamaku,aku hancur!!" ______________________________________Romi lagi-lagi menyaksikan barang-barang yang malang itu berserakan di depannya,ini untuk yang kesekian kalinya. "Kamu di mana Lin? Kenapa kamu tega tinggalin aku setelah aku turutin semua kemauan kamu!!" teriak seseorang, litu sudah biasa dia dengar setiap hari di kantor.  Pria yang terkenal dengan sikap tenangnya itu seketika berubah menjadi pria menyeramkan karena putus asa dengan kisah cintanya yang tak berakhir sesuai harapan. "Tuan,saya pikir saat ini Alina hanya butuh waktu untuk menenangkan diri,saya sangat tau dia begitu mencintai,Tuan Azka. Saran saya, biarkan Alina tenang dulu,nanti dia pasti kembali," ucap Romi dengan pelan dan sangat hati-hati,takut menyinggung perasaan tuan muda itu. Namun... "Kamu bisa ngomong begitu karena kamu bukan saya! Kamu tau,saya hancur sekarang!!" Azka berteriak,"atau jangan-jangan kamu tau di mana dia berada,makanya kamu enteng banget ngomong begini,Rom?"  "Maaf tuan,saya hanya menyampaikan pendapat dan saya tak tau  di mana Alina berada. Saya sudah lama mengenal Alina dan tuan dengan  kisah cinta yang indah,terus terang saya juga merasa hancur melihat akhir kisah sahabat saya ini," ucap Romi seraya membungkukkan badannya memberi hormat pada Azka. Azka menghela napas berat. Romi benar,pria itu tak mungkin menghianatinya dengan menyembunyikan keberadaan Alina,sementara dia juga begitu panik karena hilangnya gadis itu.   "Maafin saya,Rom. Harusnya saya tidak menuduh kamu yang tidak-tidak,kamu tak akan mungkin melakukan itu," ujarnya begitu tulus seraya memegangi kepalanya yang pening.    "Tak apa tuan,saya janji akan mencari informasi tentang Alina di berbagai daerah di sini. Saya yakin Alina tidak pergi jauh. Azka kembali menghela napas berat dan menghempaskan bokongnya di kursi kerjanya,pria itu menutup wajahnya dengan kedua tangan. Segala pikiran buruk datang menghampirinya,dia benar-benar frustasi karena kehilangan gadis yang sangat dicintai.   "Kerahkan anak buah kamu untuk cari sampai ketemu,saya tidak ingin terjadi sesuatu pada Alina." "Baik tuan, saya juga akan mencarinya sekarang." "Pergilah." "Permisi." Romi kembali membungkukkan tubuhnya dan langsung ngacir menuju pintu, meninggalkan ruangan tuan mudanya. Dia sendiri tak tenang memikirkan sahabatnya yang tiba-tiba kabur dari rumah dan ini sudah seminggu dia meninggalkan kediaman keluarganya.   "Lin,lo kenapa pergi ga bilang gue dulu,sih. Seenggaknya gue bisa jamin keselamatan elo. Tapi,gue paham posisi lo dan gue yakin Nadia pasti menjaga lo dengan baik. Semoga keputusan lo ini yang terbaik ya," Romi mengehela napas panjang, bagaimanapun Alina adalah orang yang sudah berjasa dalam hidupnya hingga dia bisa bekerja sebagai orang kepercayaan seorang Azka Pramudra. Anak buahnya sudah menyebar dengan membawa foto Alina,dia juga sangat menghawatirkan tuan mudanya yang sekarang sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja.     *****      Di sisi lain,Nara sedang berbahagia di rumah besar Azka. Gadis itu sedang  dipijit manja oleh beberapa pelayan yang bekerja di rumah mereka. Meskipun tidak mencintai gadis itu,tapi Azka memenuhi kewajibannya untuk menafkahi Nara secara lahirnya, terlebih dengan kondisi Nara yang sedang mengidap leo kimia sesuai yang dokter katakan pada keluarga besar Alina. Selain itu,Azka juga sudah berjanji  pada Alinanya untuk memperdulikan keadaan Nara.    Dering ponsel miliknya membuat Nara menatap salah satu asisten yang berada di dekat ponsel itu,gadis yang jauh lebih tua umurnya dari Nara itu langsung menyerahkan benda pipih itu pada nyonya. "Mama." Nara menjentikkan jarinya agar ketiga pelayan itu meninggalkannya untuk berbicara dengan mamanya. Mereka semua bergeser menjauh dari kamar nyonya muda yang angkuh itu.   "Dasar sombong, berbeda sekali dengan Nyonya Alina." "Iya,padahal mereka itu saudara." "Aneh ya,kenapa Tuan malah menikahi Mak lampir seperti itu,kemana Nyonya Alina?"    "Shutt.. sudahlah,nanti dia dengar. Apa kalian mau dipecat," ucap yang tertua di antara mereka. "Enggak!" "Ngebayangin aja ngeri." Mereka bertiga menuju belakang dan membagi tugas,ada  yang ke dapur,ada yang ruang setrika dan juga mengepel lantai. Mereka bertiga sudah sejak lama bekerja pada keluarga Azka dan sudah menjadwalkan diri mereka untuk membagi tugas.     *** "Apa Mamaku tersayang...kenapa Mama telpon saat bidadari Mama ini sedang asiknya menikmati pijitan para asisten." "Aduh sayang,berarti kamu betah dong di sana,enak ya jadi nyonya Pramudra?" "Enak banget lah,tapi Mah.." "Tapi apa sayang? Apa Azka nyakitin kamu saat berhubungan?" tanyanya antusias. "Nggak sama sekali,Mah. Azka malah pisah kamar dari Nara,Nara kesel banget," mencebikkan bibirnya kesal seolah ada lawan bicaranya di depan. "Apa!!! Berani sekali dia melakukan itu pada Bidadari mama,mama akan bicara padanya nanti." "Eh,jangan dong Mah, Nara lagi berusaha rebut hatinya, jangan sampai Mama malah buat semua hancur. Pokonya serahin semuanya pada Nara." "Tapi sayang,kalau gini caranya kamu kapan punya anak dari Azka,anak adalah satu-satunya yang bisa merebut warisan keluarga Pramudra yang kaya raya itu,sayang." "Mamah tenang aja, pelan-pelan tapi pasti. Ya udah ya,Mah. Nara mau mandi dulu. Sebentar lagi Suami Nara yang tajir melintir itu akan pulang,jadi Nara harus cantik dulu dong." "Oke sayang,jangan lupa kabarin mama kalau ada apa-apa!" "Iya,bye Mama." "Bye."     Nara melemparkan ponselnya ke kasur,dia tersenyum penuh kemenangan. "Alina,Alina. Dasar begok lo ya, bisa-bisanya lo ketipu sama gue dan ninggalin istana ini. Yah..emang harusnya elo di jalanan sih,karena elo itu cuma sampah yang ga berguna dalam keluarga," Nara tertawa lepas dan langsung melangkahkan kakinya menuju kamar mandi yang sungguh mewah bak hotel pribadi. Gadis itu merendam dirinya dalam air hangat di bathtub.    Seorang pria di luar ruangan yang tak sengaja lewat dari area kamarnya menggelengkan kepalanya mendengar ucapan Nara tadi. Pria itu mengepalkan tangannya kuat. "Dasar,Ibu dan anak sama saja jahatnya. Alina lo juga kenapa bego banget ninggalin Tuan demi adik lo yang jahat ini," pria itu menghela napas panjang,"tapi gue yakin,Lin. Sekuat apapun mereka memisahkan elo dan Tuan,kalau jodoh ga akan kemana." Pria yang tak lain adalah Romi lagi-lagi menghela napas panjang dan menghembuskanya dengan kasar. Dia sudah tau bagaimana kekejaman ibu tiri sahabatnya itu,dan dia yakin Alina melakukan ini semua pasti sudah berpikir dengan matang. Karena gadis itu tak pernah gegabah dalam menentukan pilihan. Diraihnya ponselnya dan berusaha menghubungi seseorang di seberang sana, bagaimanapun dia harus tetap berusaha mencari Alina serta mencari cara mengembalikan hubungan kedua kekasih yang sama-sama saling menyakiti dengan cara mereka sendiri. Romi yakin Alina tak baik-baik saja jika berjauhan dengan tuanya seperti ini,dia juga yakin Alina merasakan hal yang sama dengan Azka sekarang. Sama-sama hancur. ****** Azka masih belum bisa fokus pada pekerjaannya,sudah seminggu lamanya pria itu merasa menjadi orang paling hancur di dunia ini. Bagaimana tidak? Persiapan dia untuk menikahi Alina sudah sangat matang, tapi, semua harus hancur karena pernikahan yang tak pernah sama sekali dia inginkan. Pernikahan yang terjadi hanya karena bukti cintanya untuk gadis yang dia cintai. Diraihnya bingkai foto berukuran sedang yang terletak di atas meja kerjanya,di sana terpampang senyum manis dari wajah cantik kekasihnya. Setiap merasa lelah dengan urusan kantor,Azka menyemangati dirinya dengan senyuman itu,tapi, untuk hari ini,ketika melihat senyum itu,air matanya tak bisa ditahan lagi. "Kamu Kenapa tega banget sama aku sih,Lin? Salah aku apa ke kamu? Kalau karena pernikahanku dengan Nara yang membuat kamu pergi,aku sangat menyesali kebodohanku yang menuruti permintaan konyol kamu itu." Azka menghela napas panjang seraya mencium wajah dalam bingkai foto tersebut.     Tok-tok-tok!! "Masuk!" perintahnya pada siapapun yang mengetuk pintu ruangannya dari luar. "Maaf,Pak Azka. Anda sudah ditunggu di ruang meeting,pihak dari Sanjaya group sudah datang," ucap gadis dengan pakaian rapi,yang tak lain adalah sekertarisnya. "Terima kasih,Sandra. Saya ke sana sekarang. Apa dokumennya sudah kamu siapkan?" "Sudah,Pak." "Bagus, pergilah duluan,saya akan menyusul." "Baik,Pak. Permisi," ucap gadis cantik itu. Dia melihat raut kesedihan di wajah bosnya itu.    Azka meletakkan kembali foto Alina di mejanya dan langsung menyiapkan diri menuju ruang meeting,hari ini dia akan meeting dengan perusahaan Sanjaya group yang tak lain milik sahabatnya. *** Azka sudah berada di ruang rapat,mereka semua membahas beberapa hal mengenai kontrak kerjasama yang akan terjalin di antara mereka. Sanjaya group adalah salah satu perusahaan besar yang bergerak di bidang penyediaan barang dan bahan baku untuk perhotelan,di bawah pimpinan Sanjaya dan keluarganya secara turun-temurun.    Mereka sama-sama telitinya dengan Pramudra corp group yang bergerak di bidang perhotelan,di bawah pimpinan Azka Pramudra, satu-satunya pewaris dari keluarga itu. Sekitar satu jam lamanya bernegosiasi, akhirnya, kontrak kerjasama disepakati dan sudah ditandatangani kedua belah pihak. "Terima kasih sudah memberikan kesempatan untuk bergabung dengan perusahaan Anda,Pak Azka." CEO dari Sanjaya group menjabat tangan Azka. "Sama-sama,saya berharap kerjasama kita ini bisa membawa perusahaan kita menjadi lebih maju ke depannya." "Aamiin."    Berkas sudah di bereskan,Azka memberikan pada sekretarisnya untuk diletakkan di atas meja kerjanya, sementara dia dan CEO Sanjaya group berjalan beriringan keluar ruang meeting. "Lo sendirian ke sini?" tanya Azka menatap pria itu,bahasa mereka sudah tak formal lagi setelah hanya tinggal berdua saja. "Eh,iya. Gue sendirian," jawab pria itu seraya tersenyum. "Sekretaris lo kenapa ga ikut?" "Sekretaris lama gue resign,yang baru belum masuk kerja. Harusnya hari ini udah masuk sih,tapi gue yang larang karena dia baru keluar dari rumah sakit." "Bos muda yang baik." Azka menepuk bahu partner bisnis yang tak lain adalah sahabatnya. "Gimana ga baik,orang kemarin gue yang tabrak dia." "What!! Seriusan? Terus orangnya gimana?" Azka sedikit kaget mendengarnya. Pria yang ditanya hanya tersenyum tipis, mengingat senyum manis gadis yang dia tabrak dan dijadikan sekretarisnya. "Dia cantik," jawabnya sekenanya. Azka terkekeh mendengar ucapan sahabatnya itu,ini kali pertama dia mendengar pria itu memuji seseorangbegitu tulus.   "Lo kok senyum-senyum gitu bahas sekertaris lo? Gue jadi curiga sama lo, jangan-jangan..." "Iya, sepertinya gue emang suka sama dia." "Astaga!! Gue baru pertama kali denger lo jatuh cinta sama cewek,pasti cewek itu hebat banget ngerayu,sampe lo langsung jadiin sekretaris." "Enak aja,dia berbeda dengan yang lain, cantik,manis,dan..agak pemalu si orangnya," pria itu tersenyum membayangkan wajah sekretarisnya. "Dasar lo Ver,ya udah lo masih punya banyak waktu,kan, di sini?" Pria yang dipanggil Ver tadi melirik arlojinya sejenak dan menganggukkan kepalanya atas pertanyaan Azka tadi. "Kalau gitu,kita makan siang dulu yok,di cafe depan." "Baiklah,jika anda memaksa saya Tuan Azka," godanya pada sahabatnya yang sering ia dengar dipanggil tuan oleh para bodyguardnya.   Tak butuh waktu lama,keduanya sudah ada di salah satu meja dalam cafe,dengan minuman dan makanan yang mereka pesan."Eh,Ka. Lo kan katanya udah nikah,kok ga ngundang gue sih lo?" cecar Vero seraya menyantap makanannya. Senyum Azka seketika hilang, wajahnya berubah lagi menjadi sendu. "Sorry ya,gue ga ngasih undangan ke siapapun,karena bukan gue yang atur pernikahan itu." "Hah! Maksudnya gimana? Gue ga ngerti." "Gue nikah bukan dengan gadis yang gue cinta,jadi gue rasa gue ga perlu ngundang temen-temen gue." "Lah,kalo lo ga cinta kenapa lo nikahin,Bro?" Vero masih terlihat bingung. "Gue terpaksa,ini permintaan pacar gue,dan sekarang dia malah ninggalin gue,Ver. Lo tau,apa yang gue rasain sekarang? Gue hancur," ucapnya pelan seraya menghela napas berat. Vero menjadi kebingungan dengan cerita sahabatnya itu. Melihat itu,Azka mencoba menarik ujung bibirnya untuk tersenyum. Seperti mengerti,dia langsung bicara tanpa diminta.   "Gue nikah sama Adiknya,namanya Nara,Nara sakit dan memohon agar gue nikah sama dia. Pacar gue orangnya baik banget,dia rela berkorban demi Adiknya." "Terus lo sanggupin gitu aja? Gila! Gue jadi lo ga bakal mau." "Gue ga bisa nolak dia,Ver. Akhirnya dengan  beberapa kesepakatan yang gua buat denganya,gue menikah dengan Nara,tapi semuanya di luar rencana gue. Alina pergi dan gue ga tau dia di mana sekarang." Azka mengusap rambutnya kasar.   "Alina? Jadi cewe lo namanya Alina,hmm mirip dikit ama sekretaris gue." "Emang sekretaris lo namanya siapa?" "Ralin, bisa-bisanya kita jatuh cinta pada gadis yang namanya mirip,ya." "Ahh,semoga lo bisa dapetin sekertaris lo itu,Bro. Biar kisah lo ga sedramatis hidup gue." Vero terkekeh kecil dan kembali menyantap makanannya,dia berharap do'a Azka tadi terkabul untuk dirinya. Ralin yang cantik terbayang di depan wajahnya. "Semoga," ucapnya dengan senyuman manis. *******         Ralina Natasya Lestari. Hari ini dia harusnya masuk kerja, semuanya sudah disiapkannya untuk berangkat. Tapi, sebuah mobil terparkir di depan kontrakannya. "Alvaro?" Seorang pria keluar dari badan mobil dan tersenyum padanya seraya membawa kacamata hitam yang dia pakai. "Selamat pagi,Ralin." Vero menyunggingkan senyum manisnya untuk Alin. "Eh,Pak,kok ada di sini? Saya telat banget ya? Atau..ada berkas saya yang salah?" serbunya dengan pertanyaan,Alina benar-benar bingung kenapa Alvaro datang mencarinya,ada rasa takut tidak jadi diterima di perusahaan mereka. "Kok kaget gitu? Saya ke sini cuma mau jenguk kamu,kamu udah enakan belum?" 'Huhhhh...ku kira mau di tolak tadi, hampir saja aku  nangis.' batin gadis itu.   "Ralin!"  "Eh,iya Pak. Saya sudah enakan,ini udah siap berangkat kerja ke kantor Bapak," jawab Alina sekenanya. "Tapi saya mau kamu hari ini jangan masuk dulu,kamu bisa bekerja mulai besok saya." "Hah? Kenapa Pak? Saya sudah baik-baik aja, sekarang." Alvaro tersenyum melihat semangat 45 yang Alina miliki dalam bekerja. Kalau Alina sudah masuk ke kantornya,dia yakin,dirinya juga akan semangat lebih dari Alina,karena gadis itu akan selalu ada bersamanya setiap hari. "Pak?" Alina keheranan melihat Alvaro yang tersenyum padanya. "Eh,saya mau ke Jakarta,ada meeting dengan salah satu perusahaan di sana. Kamu..mau ikut atau tidak?" "Tidak!!!" jawabnya sedikit berteriak, membuat Alvaro menatapnya heran. "Maksud saya,saya tak bisa ikut ke Jakarta,Pak." cepat-cepat dia memperbaiki sikapnya. "Kalau begitu,kamu jangan ke kantor sekarang,saya kembali nanti malem, jadi kamu bisa bekerja mulai besok." "Baik,Pak. Terima kasih," ucapnya dengan lega. "Kalau begitu saya permisi dulu." "Iya, silahkan Pak." Alvaro melempar senyum lagi pada Alina,tapi detik selanjutnya tatapannya tak suka. "Kenapa Pak? Apa saya ada salah?" tanyanya takut-takut melihat tatapan Alvaro. "Kamu lupa syarat yang saya kasih kemarin apa? Saya terima kamu,asal kamu jangan panggil saya pak lagi. Panggil saya Alvaro." Alina menutup mulutnya yang dari tadi memanggil Alvaro dengan sebutan pak, sementara kemarin dia sudah sepakat dengan panggilan biasa saja pada pria itu asal di terima bekerja. "Maafkan saya,saya tidak terbiasa." "Biasakan dari sekarang!" "I-iya, Alvaro."  "Nah, gitu. Baiklah,saya permisi." "Iya." Alvaro tersenyum ketika berjalan ke mobilnya,dia senang melihat Alina seperti tadi. "Gadis itu polos,tapi...ahh,sudahlah, siapapun pria yang sudah menyia-nyiakan dia,akan menyesal oleh ku. Alvaro meninggalkan Alina yang masih mengelus dadanya dengan lega,lega karena Alvaro tak memintanya ikut ke Jakarta. Dia takut ,di sana banyak anak buah Azka dan untuk saat ini Alina tak ingin bertemu siapapun yang berkaitan dengan Azka.  Tanpa dia tahu,bosnya sekarang adalah sahabat baik dari mantan kekasihnya itu. Ya,Alvaro akan menemui Azka di Jakarta,dia sudah membicarakan tentang kerjasama dengan perusahaan itu, Alvaro ingin perusahaan Paramuda corp menjadi salah satu perusahaan yang manjadi partner bisnisnya.  Sejak pria itu yang memegang perusahaan Sanjaya group milik keluarganya,Sanjaya group banyak mengalami kenaikan laba dan juga banyak bergabung dengan perusahaan-perusahaan besar dari dalam dan luar kota. Pria itu sangat pandai bergaul dan menarik perhatian orang, sehingga banyak yang ingin bekerjasama dengan perusahaannya.  Alvaro ingin membuktikan pada orangtuanya,bahwa dia bisa berdiri sendiri karena Edo Sanjaya, ayahnya,telah menyerahkan perusahaan itu padanya. Alvaro adalah putra sulung dari pasangan Edo Sanjaya dengan Afrita ataya. Dia memiliki seorang adik perempuan yang masih duduk di bangku SMA,usianya baru 28 tahun tapi ayahnya sudah mempercayakan perusahaan padanya dan dia tak akan sia-siakan kesempatan itu, terlebih sekarang ada Alina yang dia percayai bisa membantunya untuk memajukan Sanjaya group. **** "Kenapa lo? Kok belum berangkat" tanya Nadia yang baru keluar dari rumah. "Gue ga jadi berangkat kerja hari ini,tadi bos gue ke sini dan dia mau ke Jakarta,jadi gue masuknya besok pagi." "Ohh,gitu. Ya udah,lo sekarang istirahat ya,gue mau kerja dulu." "Iya, hati-hati Beib."    Nadia menunduk, mengelus perut sahabatnya, "jagain Mama kamu ya! Jangan bandel,tante mau kerja dulu biar bisa beli rumah yang layak untuk kita bertiga," ucapnya pelan. Alina hanya tersenyum, setelahnya,Nadia sudah bergabung dengan orang-orang di jalan raya untuk menuju tempat pengabdiannya sekarang.       Alina kembali meletakkan tasnya dan berganti pakaian. Dia melihat ponselnya,ada sebuah pesan masuk yang belum di baca.[Non,apa kabar? Non sehat,kan? Mbok kangen sama Non,Papa Non juga kangen sama Non.]  "Huhh.. Mbok,Alina juga kangen banget sama kalian. Tapi,maafin Alina ya,Alina harus pergi dan ini semua juga demo Papa." Gadis itu memutuskan untuk membalas pesan dari asisten rumah tangganya itu. [Alina baik Mbok,Mbok tolong jaga Papa ya sampai Alina kembali, setelah semuanya aman,Alina pasti akan cari Papa dan Mbok. Sekarang jagain Papa,jangan lupa obat Papa harus di mimum pagi dan sore supaya Papa cepet sembuh dan bisa berakting lagi.]   Pesan sudah di kirimnya,gadis itu membaringkan tubuhnya kembali ke kasur, pikirannya traveling ke Jakarta. Saat ini ayahnya sedang sakit,pria itu sering lemas dan pingsan. Entahlah,sejak kapan dia mulai begitu,yang Alina tau Papanya tak memiliki riwayat penyakit apapun selama ini. Tapi,dia tak mau menduga-duga seperti mbok nya yang menduga kalau itu adalah perbuatan Niken.  "Maafin Alina ya,Pa. Alina harus ninggalin Papa agar Papa selamat dari Mama Niken,Alina ga mau Papa kenapa-napa hanya karena Alina masih ada di sana." Ya,Niken pernah mengancamnya dan memintanya untuk pergi jauh dari Azka dan Nara,kalau tidak, Nugroho akan mati di tangan Niken. Alina sangat tau bagaimana nekatnya wanita itu,apalagi untuk soal harta,dia ingin memusnahkan Alina karena Alina juga salah satu pewaris harta kekayaan Nugroho. Padahal,Alina tak sama sekali menginginkan harta itu,yang dia inginkan hanya hidup bahagia dengan ayahnya. Alina menarik selimut dan memejamkan matanya, beberapa saat kemudian dia sudah terbawa ke alam mimpi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN