BAB 1
PROLOG
"Gue sudah bilang. Hati gue udah nggak tersedia buat siapapun." Nada menatap lekat cowok berambut sedikit gondrong di hadapannya.
Hyunjin Adinata. Anak psikologi yang merasa dirinya tersesat karena seharusnya berada di jurusan seni.
"Sepahit apa sih, kisah cinta yang lo hadapi sebelumnya?"
Nada menelan ludah. Ia benar-benar tidak ingin melanjutkan percakapan ini. Laptop di hadapannya sudah ia tutup rapat, bersiap memasukkan ke dalam totebag dan beranjak dari sana.
Dari kafe langganannya untuk menulis sendirian. Tapi hari ini ada Hyunjin di hadapannya.
"When life gives you lemon, make lemonade, Na! Kalau yang asem aja bisa jadi manis, kenapa yang pahit enggak? Hidup memang perlu asem atau pahit duluan, Na." Hyunjin mengeluarkan rokok dari sakunya.
"Lo tau banget kan kalau gue nggak bisa sehari tanpa ngerokok? Tapi demi lo, gue bisa ninggalin rokok ini," tambah Hyunjin seraya tersenyum kaku.
Nada tetap pada pendiriannya. "Nggak bisa, Jin."
Hyunjin tersenyum miris. "Karena Jaehyun?" tanyanya yang entah tepat sasaran atau tidak. Tapi yang pasti, air muka Nada berhasil berubah ketika nama Jaehyun disebut.
Nada Navya. Anak sastra semester empat ini tidak bisa membuka hatinya untuk siapapun sekarang. Hatinya terlalu pahit lantaran harus menelan rasa kecewa pada dua laki-laki andalannya selama ini. Papa dan Jaehyun.
"Gue akan tetap nunggu lo, Na. Sampai hati lo siap membukakan pintu."
Dan kini, cowok urak-urakan yang hobi tidur di gudang belakang kelas itu sedang mengusik hidup Nada. Cowok yang akan berada di garda terdepan kalau masalah Nada itu tidak akan mau lambat selangkah dari Jaehyun.
Dan Jaehyun, sedang berdiri di luar kafe. Menatap Nada, sahabatnya sejak SD bersama Hyunjin yang mulai hari ini akan menjadi rivalnya untuk mendapatkan Nada.
***
BAB 1
Kafe, cappucino, laptop, choco lava cake, perpaduan yang sangat komplit untuk gadis melankolis serta penuh drama seperti Nada. Hanya kurang hujan yang biasanya semakin membuat Nada terhanyut dalam khayalan dramanya.
Anak sastra yang bercita-cita menjadi penulis ini selalu suka nongkrong di kafe sendirian. Bahkan dirinya sampai berteman akrab dengan barista di kafe tersebut.
Violeta Cake and Coffee, kafe dekat kampus yang menjadi saksi betapa melankolisnya hidup Nada.
Na, sorry, gue masih rapat ngurus pencalonan ketua BEM, nih. Kayaknya nggak bisa jemput lo deh.
Whatsapp dari Jaehyun itu membuat Nada mengerucutkan bibirnya. Tahu gini, dia akan bawa motor sendiri tadi, tidak akan bergantung pada Jaehyun yang suka ingkar janji.
Ok.
Nada membalas pesan dari Jaehyun sangat singkat lalu mematikan layar ponselnya dengan kesal.
"Nada! Hobi banget sih duduk sendiri di sini!" seru gadis berambut pendek pemilik nama Sandra, teman sekelas Nada yang sangat ceria itu.
Jarak kafe dengan kampus mereka memang sangat dekat hingga sangat mudah mereka bertemu tanpa sengaja seperti ini.
Nada yang biasanya tidak ingin diganggu ini hampir saja memekik kegirangan dengan kehadiran Sandra, lantaran rasa sebalnya pada Jaehyun tadi, lumayan, Sandra bisa ia jadikan tempat berkeluh kesah pasal Jaehyun yang menyebalkan.
"Nggak sama Jaehyun?" tanya Sandra lagi sambil menyeruput es kopi yang ia bawa.
Nada menghela napas, "Biasa, Jaehyun sibuk rapat."
Sandra mengangguk, "Oh ... pasti lo lagi bete, ya?!"
Nada mengangguk berkali-kali, "Banget! Tahu gitu gue tadi bawa motor sendiri, kalau sudah gini kan males! Mana dia udah janji nemenin gue ke bazar buku lagi! Ah, kayaknya dia lupa deh. Nyebelin, San!"
Sandra tertawa puas, sangat senang melihat temannya itu menderita. "Biar nasib lo sama kayak gue! Jomblo ngenes!"
"Kan gue emang jomblo, San! Apa sih!"
"Jomblo tapi terikat sama Jaehyun, haha! Semua orang juga tahu kali, kalau kalian berdua lebih dari sekedar teman." Sandra memicingkan matanya, menembak Nada tepat sasaran.
Nada terkekeh, "Semua orang juga tahu kali, kalau hubungan kami cuman teman!"
"Teman tapi rasa pacar?"
"Apa sih, San! Nggak jelas juga."
"Ciye ... pengen kejelasan."
"Tau ah!"
Sandra tiba-tiba tersedak. Matanya melotot mengarah pintu kaca yang baru saja dibuka oleh cowok yang penampilannya membuat mata Nada sakit. "Na, itu Hyunjin bukan sih? Gila! Ganteng banget dilihat dari dekat gini! Gue fans berat Hyunjin!"
Nada mengerutkan alisnya, heran melihat tingkah temannya yang seperti baru pertama kali melihat cowok ganteng. Padahal, yang dilihat Nada, cowok dengan dengan hoodie hitamnya itu menenteng gitarnya dengan aroma rokok yang menyeruak dari tubuhnya. Sangat membuat Nada risih. Tampang-tampang badboy terlihat jelas dari wajah cowok itu.
Nada dapat mencium aroma rokok tadi lantaran tempat duduk mereka sangat dekat dengan pintu masuk.
"Siapa sih?" Nada bertanya karena benar-benar tidak tahu dengan cowok yang ditunjuk Sandra tadi.
Sandra sangat antusias. "Hyunjin! Anak psikologi yang terkenal itu! Tapi sikapnya bukan kayak anak psikologi deh haha."
"Terkenal? Kok gue nggak kenal?"
Sandra menghela napas. "Nggak kaget sih kalau lo nggak tahu. Lo terlalu asyik sama dunia lo sih!"
Nada terkekeh. Menatap Sandra yang masih asyik memperhatikan Hyunjin yang kini tengah mengobrol dengan Lucas, barista kafe ini sekaligus pemiliknya--masih muda, berbakat berbisnis pula.
"Dia keliatan jorok. Emang banyak yang suka?" Pertanyaan itu begitu mulus meluncur dari mulut Nada.
"Na, dia itu keren banget! Apalagi pas nyanyi pakai gitarnya, atau pas ikut demo, atau pas lagi ngerokok di bawah pohon beringin depan fakultas psikologi! Atau pas lagi live i********:!"
Nada kembali menatap aneh temannya. "Cowok yang kelihatan playboy begitu?"
"Astaga Nada ... Hyunjin bukan playboy, dia bahkan nggak punya cewek sejak semester satu. Padahal yang ngantri banyak. Rumornya ya dia diselingkuhin pas SMA, padahal dia udah setia banget sama ceweknya. Ditinggal pas lagi sayang-sayangnya! Kasian ...."
Nada kembali terkekeh, "Lo kok bisa tahu banyak sih. Ngorek-ngorek latar belakang orang, ya?!"
Sandra berdecak sebal, seraya menyeruput es kopinya sekali lagi. "Na, semua pengikut Hyunjin juga tahu kali. Rumor dengan mudah tersebar dengan tampang ganteng seperti itu."
Nada masih terkekeh lalu mengangguk-angguk. "Iya deh iya. Yaudah gue cabut duluan, ya! Mau nulis di rumah."
"Yah ... gue ditinggal nih?" Sandra mengerucutkan bibirnya.
"Yaudah pulang juga," celetuk Nada yang sudah menenteng totebagnya. Melihat keluar memastikan ojek online yang ia pesan sudah menunggu di depan.
Na, lo masih di kafe depan kampus kan? Jangan pulang dulu. Gue baru ingat, bazar buku, mau ke sana?
Nada menghentikan langkahnya. Membaca pesan masuk dari Jaehyun. Tak dipungkiri senyum gadis itu langsung mengembang.
"Pak, maaf ya. Nggak jadi ngojek. Ini, Pak saya bayar," ujar Nada pada bapak-bapak dengan jaket ojek online itu.
Nada kegirangan. Lalu menuju kampus. Menunggu Jaehyun selesai rapat yang katanya sebentar lagi. Walaupun Nada tahu, sebentarnya Jaehyun itu bisa berjam-jam.
Nada duduk di bawah pohon beringin depan fakultas psikologi. Pohon ini dikelilingi kursi kayu yang melingkar, sangat sejuk jika duduk di situ.
Nada jadi teringat kisah Sandra. Tentang Hyunjin yang suka ngerokok di bawah pohon ini. Seram juga jika membayangkan.
Ah, Nada terlalu menghayati kisah Sandra tadi hingga dirinya benar-benar mencium aroma asap rokok yang menyeruak.
Sudah kebiasaan gadis itu. Dia selalu menutup hidungnya jika mencium aroma rokok. Dia lalu terbatuk-batuk, berdecak sebal lantaran bisa terbayang aroma rokok seperti ini.
"Segitu bencinya sama tukang ngerokok?"
Nada terperanjat. Dia berbalik ke kanan. s**l. Ternyata benar-benar ada orang yang merokok di sana. Dia kira, itu hanya khayalannya saja.
Orang itu ... sangat mirip dengan yang katanya Hyunjin tadi.
Tidak salah. Setelah Nada melihat gitar di samping cowok itu dirinya berani menjamin bahwa cowok itu adalah Hyunjin.
Nada melepaskan tangan yang tadinya menekan hidung itu. Tidak nyaman karena sepertinya ada orang yang tersinggung.
"Iya." Nada sangat jujur. Dia baru saja mengangguk dan mengiyakan pertanyaan pemuda itu. Walaupun merasa tidak nyaman karena telah menyinggung, tetapi cewek itu selalu jujur ke semua orang tentang ketidaksukaannya terhadap rokok.
Hyunjin tertawa. "Baru kali ini, ada cewek yang jujur nggak suka sama rokok gue. Biasanya, cewek tergila-gila ngeliat gue ngerokok."
Nada tersenyum miris. Ingin segera lenyap dari sana. Berurusan dengan orang seperti Hyunjin sangat buang-buang waktu menurutnya. Tidak hanya tampang playboy, namun kata-katanya sangat narsis hingga membuat Nada istighfar dalam hati.
"Lo pacarnya Jaehyun, kan?"
Nada tidak menyangka. Pertanyaan itu yang keluar dari mulut Hyunjin.
"Teman."
"Oh ... cuman teman. Baguslah."
"Apanya yang bagus?"
"Bagus. Gue bisa maju."
Nada terkekeh. Lalu melihat ponselnya, dan mulai kesal lantaran Jaehyun yang tak kunjung datang.
"Nunggu Jaehyun?"
Nada mengumpat dalam hati. Cowok tampang playboy ini sangat kepo hingga membuatnya kembali beristighfar.
"Yaudah, selamat menunggu," ujar Hyunjin yang sudah berdiri, siap menjauh dari sana. Sepertinya cowok itu tahu diri, jika Nada benar-benar tidak nyaman dengan kehadirannya.
Akhirnya Nada bisa bernapas lega. Dirinya sudah merasa tenang tidak lagi diusik oleh cowok tampang playboy tadi.
Ponselnya bergetar, dengan semangat Nada membuka layar ponsel berharap w******p dari Jaehyun yang masuk.
Tidak seperti yang diharapkan. Ternyata getaran tadi berasal dari sebuah notifikasi i********:.
hyunjin.adinata telah mengikuti Anda.
Nada mengernyitkan dahinya. Perasaannya mengatakan tidak akan baik-baik saja setelah ini. Cowok tampang playboy itu pasti akan mengusik hidupnya.
***