Aku bergerak Canggung saat mata pria asing itu menatapku lekat, "Maaf, tuan ? anda belum mengatakan pesanan anda." kata ku menyadarkannya. Pria itu tersenyum tipis.
"Aku Tyson, siapa nama mu?" pria itu balik bertanya.
Aku menjawab, "Nama ku Zenna , tuan." Pria itu mengangguk, kemudian mengurulurkan tangannya. Aku menatap tangannya dengan bingung, untuk apa dia mengulurkan tangannya?
"Astaga, tangan ku mulai pegal." katanya dengan memalingkan wajah ke sisi lain. Aku tertawa kecil lalu membalas uluran tangannya.
"Senang bertemu denganmu. Tapi sekarang aku harus mencatat pesanan mu karena antrian sudah mulai panjang." Sindir ku, dia menolehkan kepalanya kebelakang, sudah terdapat 3 orang yang mengantri di belakangnya sambil berdecak kesal.
"Aku pesan waktu mu, setelah ini apa kamu bisa menemui ku di taman belakang cafe?" katanya dengan cengiran lebar. Anehnya senyumannya itu menular padaku.
"Tuan, itu tidak ada di menu." kata ku.
Pria bernama Tyson ini sangat aneh, namun kenapa membuat ku merasa nyaman? padahal dia hanya orang asing yang baru kutemui. "Baiklah, aku pesan 2 Greentea-Latte. Jangan lupa pesananku sebelumnya." kata pria itu, aku mengetik pesanannya dan memberinya bon untuk mengambil pesanannya.
Setelah pria itu menghilang dari pandanganku, aku kembali mencatat pesanan pelanggan selanjutnya. Tidak lama setelahnya Miley kembali, "Ah, terimakasih sudah menggantikan ku sebentar Zenna. Sekarang kamu boleh lanjutkan istirahat mu." kata Miley padaku.
Aku mengangguk, "Kalau begitu, aku pergi dulu Miley." Miley mengangguk.
Teringat dengan ucapan pria bernama Tyson, aku pun pergi ke taman belakang cafe. Mataku menjelajah mencari keberadaan pria itu, pandangan ku terkunci pada sebuah tempat duduk yang berada di ujung taman, untuk sesaat aku memaku di tempat. Pria bernama Tyson itu sangat tampan dan terlihat berasal dari keluarga terpandang dari pakaian yang ia kenakan.
Sedikit rasa tidak percaya diri menyergap diriku, aku berjalan kearahnya dengan perlahan, sampai ia merasakan kehadiran ku, dia menoleh kearahku dengan senyumannya yang lebar dan hangat, ia bangkit dari duduknya sambil melambaikan tangannya memberi isyarat.
Begitu aku berada di sampingnya, aku bertanya. "Sebenarnya ada apa, menyuruh ku untuk kesini?"
Ia menyengir lebar, menampakan wajah bodohnya lagi, itu membuatku hampir tidak bisa menahan tawa ku. "Duduklah dulu." kata nya, aku pun duduk di kursi di depannya.
"Apa nama marga mu?" ia bertanya, aku mengernyitkan keningku.
Itu pertanyaan yang aneh, aku ragu menjawabnya namun tetap saja aku menjawab,"Kami tidak memiliki nama keluarga." jawabku.
"Kami?"
"Ya, keluarga ku. Kami tidak memiliki nama keluarga, tapi adik ku memakai nama belakang ibu ku, Francess." aku menjelaskan, ia menatapku dengan tatapan yang sulit di mengerti, tiba-tiba wajahnya berubah serius.
"Apa aku bisa bertemu dengan ibumu?" katanya. Aku tertawa, kenapa ia ingin bertemu dengan ibuku? pria ini jadi terlihat mengerikan. Aku tidak tahu maksud sebenarnya pria ini tiba-tiba meminta waktu ku dan bertanya hal-hal yang aneh.
Walau begitu aku tetap tersenyum menanggapinya, aku takut menyinggungnya, dia terlihat memiliki banyak uang dan bisa berbuat sesukanya. Aku takut dia tidak menyukaiku dan berbuatu suatu hal yang merugikan ku dan Sarah. "Tuan, Ibu ku sudah meninggal 2 tahun yang lalu, kini aku hanya tinggal bersama adik ku." jawab ku.
Ia menatapku dengan simpati, "Ah, aku tidak tahu, Maaf." Katanya.
Aku menggeleng, "Kenapa kamu minta maaf? itu tidak perlu. Apa ada yang ingin kamu tanyakan lagi?" tanya ku.
Ia menggeleng, "Sebenarnya aku hanya ingin memastikan suatu hal, karena kamu sangat mirip dengan seseorang, aku jadi menyangka bahwa orang itu adalah kamu." katanya.
Ia menghela nafas, "Maaf, kamu pasti bingung ya? sepertinya aku sudah salah mengira."
Aku menganggukan kepala ku, "Tidak masalah, tuan. kalau begitu aku akan kembali masuk kedalam dan bekerja." kataku bangun dari tempat duduk.
Tangan Tyson mencegahku, "Karena kamu sudah disini, maka temani aku minum! aku sudah membeli 2 minuman, aku tidak mungkin meminum keduanya." Kata Tyson memberikan ku segelas minumannya di meja.
"Tuan, kamu tahu ini masih jam kerja ku, dan gaji ku bisa dipotong jika ketahuan bersantai." kataku, dia masih saja tersenyum seakan dirinya tidak memiliki masalah apapun, seakan dia adalah orang yang paling bahagia di dunia.
"Tidak masalah, mereka tidak akan memotong gaji mu. Karena aku adalah pemilik Cafe ini." katanya. Aku salah ti ngkah dan gugup. Astaga, apa dia anak keluarga Adam yang itu?
Aku memang sudah mengira kalau dia adalah anak orang kaya, tapi tidak sampai berpikir jika dia adalah tuan muda dari keluarga Adam. Aku kembali duduk di tempat dengan canggung. "Ada apa?" tanya nya, mungkin ia menyadari jika aku mendadak kaku di depannya.
Aku tersenyum melas, "Tuan, aku tidak tahu kamu adalah tuan muda dari keluarga Adam, aku jadi merasa tidak pantas duduk bersama mu disini." kataku dengan jujur.
Ia menatapku, seketika hening. hembusan angin yang menerpa wajahku sangat terasa. Udara mulai dingin dan jaket ku tidak setebal itu untuk mengatasi cuaca dingin.
Tubuhku mulai gemetar, "Memangnya kenapa kalau aku tuan muda dari keluarga Adam? Apa itu membuatku berbeda dengan orang lain?" katanya, Astaga, memang dia berbeda dengan orang lain. Kenapa pria itu bicara seperti ia tidak tahu jika keluarga Adam terkenal dengan kesempuranaannya.
Wajah yang rupawan, mata hijau yang indah, mata itu saja sudah menunjukan jika dia istimewa. dari ujung rambut hingga ujung kaki, Keluarga Adam seakan di berkahi tuhan dengan segala kesempurnaan fisik-nya. Belum lagi dengan kecerdasan otak dan kelebihan finansial, alias kaya raya.
"Hei, kamu berkata jika kelebihan yang ada padamu itu hal yang biasa." kataku spontan. Setelah mengatakan kata hati ku, aku langsung membungkam mulutku dengan kedua tangan ku.
Alih-alih tersinggung dengan ucapanku, dia malah tertawa. "Kamu juga tidak menyadarinya kan? Kamu juga tidak biasa, kamu istimewa." kata Tyson, aku mengernyit tidak mengerti.
"Katakan apa kelebihan diriku?"
"Kau sangat tampan, pintar? dan sangat kaya, sifat mu juga sangat ramah, pasti sangat disenangi banyak orang." kata ku.
Dia tersenyum, "Kau juga sangat cantik, kamu pintar?" Aku menggeleng cepat. "Tidak, aku tidak pintar. Nilai ku biasa-biasa saja."
"Yah, itu mungkin karena kamu terlalu sering menghabiskan waktumu untuk bekerja dan tidak belajar, apa aku benar?" katanya, wajah ku memerah, aku mengangguk.
Tyson kembali menatapku, "Kamu kedinginan? apa kamu ingin ikut aku kesuatu tempat?" ia menawarkan. Aku ragu menjawabnya, "Tenang saja, seperti kata ku gaji mu tidak akan dipotong." katanya meyakinkan ku. Aku mengangguk menerima ajakannya.
Ia mengulurkan tangannya dan aku menerima uluran tangan itu, jantung ku berdegup dengan keras, tangannya sangat hangat. Tyson menarik tanganku dan membawaku ke parkiran mobil, lalu ia menyuruhku masuk kedalam mobilnya.
Setelah berada di dalam mobil, "Panggil aku, Tyson. Jangan terus memanggil ku dengan kata'Tuan' terdengar tidak nyaman di telinga ku." katanya, aku mengangguk mengiyakan.
"Kamu mau membawa ku kemana?" tanyaku setelah beberapa menit mobil melaju, aku tidak tahu kemana Tyson akan membawaku, sebenarnya aku tidak terlalu mengkhawatirkan itu karena aku yakin Tyson adalah pria baik.
Aku tidak tahu atas dasar apa aku berpikir seperti itu, tapi entah mengapa aku merasa sangat yakin. Tyson melirik ku lalu tersenyum, dari sana aku yakin jika Tyson memang pria yang ceria dan murah senyum. "Sebenarnya aku memiliki dua ekor hewan peliharaan. Aku ingin membawa mu melihat mereka."
"Hewan?" aku mengernyit, kenapa tiba-tiba membawaku bertemu dengan hewan peliharaannya? Tidak lama mobil Tyson berhenti di halaman sebuah rumah yang sangat besar. Anehnya ruah itu terlihat begitu sepi.
Tyson turun dari mobil dan menyuruhku mengikutinya, aku diam sesaat di dalam mobil, mataku menjelajah rumah besar di depan ku. Aku dengan cepat turun menyusul Tyson saat pria itu menunggu ku di depan pintu rumah.
Aku berlari kecil kearahnya, "Sebenarnya kamu mau apa?" tanya ku. Ia hanya tersenyum miring lalu membuka pintu rumah. Aku membelalakan mataku, rumah yang sangat mewah dan besar. Tidak berhenti disana, Tyson mengajak ku ke sebuah ruangan. Begitu ia membuka ruangan itu, aku merasa bahwa aku berada di sebuah hutan padang rumput dengan beberapa pohon berukuran sedang, ruangan itu sungguh besar.
Mataku menjelajah, sampai aku menemukan sesuatu yang bergerak di rerumputan. Seekor kucing sedang bersembunyi disana. Tyson berjalan menghampiri kucing itu lalu menambilnya, "Dia adalah Rhett." kata Tyson, Rhett adalah seekor kucing Savannah?!
Tidak lama kucing lain datang, Tyson memiliki 2 ekor kucing Savannah. "Dan yang itu adalah Quinn." jelas Tyson. "Kucingmu sangat bagus, Tyson. Tapi kenapa kamu mengenalkannya padaku?"
"Rhett adalah kucing milik adik ku, sedangkan Quinn adalah kucing milikku. Mereka adalah hadiah ulang tahun ku ke-12. " katanya.
"Bukankah adik mu--" kataku, aku tidak melanjutkan ucapanku karena takut menyakiti hatrinya. Tyson menoleh kearahku, mata yang sejak tadi memancarkan kehangatan kini terlihat padam dan rapuh, rasa sedih Tyson, aku bisa merasakannya begitu melihat matanya. Tyson pasti merindukan adiknya dan merasa kosong.
"Ya, adik ku diculik 11 tahun yang lalu, tapi kami tetap merayakan ulang tahunnya yang bersamaan dengan ulang tahunku. bahkan ayah dan ibu juga memberikan hadiah untuknya. Dan alasan aku membawa mu kesini untuk bertemu Quinn dan Rhett adalah aku ingin kamu mengurus mereka selama beberapa hari." katanya, aku melongo, "Apa?"
"Kenapa? kamu tidak suka mereka?" tanya Tyson, aku menggeleng cepat. "Aku menyukai mereka, aku suka dengan kucing apalagi ras mahal seperti Savanna." kata ku dengan jujur.
"Kalau begitu, kamu bisa mengurusnya kan selama beberapa hari? aku akan pergi untuk pesta pertunangan teman ku di Chicago. Aku pasti akan menginap dan pulang dalam beberapa hari." katanya dengan enteng.
"Kenapa harus aku? bukannya kamu bisa menyuruh orang lain?" kataku memprotes. Ia diam sambil menatapku, kakinya maju beberapa langkah mendekatiku. Aku menahan nafasku saat wajahnya begitu dekat dengan wajah ku, bahkan aku bisa merasakan hembusan nafasnya.
"Karena kamu mirip dengan ku." katanya,
"Apa?" sepertinya aku salah dengar.
Ia mengulang ucapannya, "karena kamu mirip denganku. Mereka akan lebih jinak padamu." katanya. Aku merenggut, apa-apaan alasan itu. "Aku bukannya tidak mau, tapi aku tidak bisa. Aku harus bekerja, aku memilikki adik dan rumah ku tidak cocok untuk merawat 2 kucing Savanna." kata ku menolaknya.
"Kamu tidak perlu bekerja selama mengurus Rhett dan Quinn. Aku akan membayar mu 250 USD per harinya dan kamu hanya perlu pindah kesini selama mengurus Rhett dan Quinn, kamu juga bisa membawa adikmu." kata Tyson, aku melongo mendengar jumlah gaji yang siap ia bayar untuk jasa merawat hewan peliharaannya.
"Baik! aku siap merawat Rhett dan Quinn dengan baik." kata ku dengan semangat. Tyson tertawa melihat semangat ku yang membara. Ia tertawa sambil menutupi mulutnya dengan satu tangan sedangkan tangannya yang lain bergerak mengelus kepalaku.
Aku memaku di tempat, pipiku terasa begitu panas, hei! kau tidak seharusnya melakukan itu. Kita baru saja bertemu dan kamu sudah membuatku merasa istimewa. "Itu yang aku tunggu, aku akan memberikanmu daftar apa saja yang harus kamu lakukan dan tidak boleh dilakukan. " kata Tyson, aku mengangguk antusias.
"Kalau begitu kapan kamu pergi?" tanyaku.
Tyson tertawa, "Kamu sekarang sedang mengusirku dari rumahku sendiri?"
Aku membekap mulutku, "Astaga, aku tidak bermaksud."
Lagi-lagi Tyson tertawa. "Kamu semangat sekali." Aku mengangguk, "Semakin lama kamu pergi, semakin banyak uang yang bisa kudapatkan." kata ku jujur.
Ia tersenyum, "Sayang sekali, aku mungkin hanya pergi selama 3 hari dan aku akan berangkat besok, jadi hari ini aku akan mengajarimu bagaimana cara mengurus Rhett dan Quinn."
Aku menggeleng, "Tidak masalah, 750 USD adalah jumlah gaji terbesar yang bisa kudapatkan hanya dengan bekerja selama 3 hari dan itupun bukan pekerjaan yang berat."
Tyson membawa ku keluar dari ruangan itu, ia menunjukan sebuah gudang. walau ruangan ini tidak bisa disebut sebagai gudang karena terlalu bagus. Ia menunjukan beberapa stok makanan, dan kebutuhan Rhett dan Quinn yang lain. "Tidak perlu kamu jelaskan kegunaan barang-barang ini karena aku sudah tahu, aku juga sebelumnya memiliki seekor kucing, namanya Blue." kata ku.
Tyson mengangkat sebelah alisnya, "Oh ya, kamu boleh membawanya kesini juga."
aku menundukan kepalaku, "Dia mati diracuni beberapa bulan yang lalu oleh orang yang kejam dan tidak bertanggung jawab. Padahal Blue-ku tidak pernah nakal dan merugikan siapapun, tapi kenapa ada saja orang yang tega melakukan hal itu?" Aku tidak bisa menahan air mata ku yang mengalir.
Kucing yang mengeong dan menganggu tidurku di malam hari karena merasa lapar, menjilat wajahku di pagi hari untuk membangunkan ku. Blue yang suka mengeong saat lapar, menggigit saat ingin bermain, berguling saat meminta di elus. Aku sangat merindukan Blue-ku, dia adalah seekor kucing lucu yang manja.
Aku mengepalkan tangan ku, "Jika aku tahu siapa pelakunya, akan kupastikan dia tidak bisa hidup tenang!" kata ku penuh tekad. Aku tidak bisa membayangkan jika ada kucing-kucing lain yang mengalami hal yang sama seperti yang Blue-ku alami. Karena orang gila seperti itu pasti akan selau ada.
Aku kembali mendongakan kepala ku, mata ku membulat, aku terkejut dengan apa yang kulihat saat ini. Tyson menangis? "Ya, aku juga akan membantumu membalaskan dendam Blue-mu. Astaga, ada debu masuk ke mata ku." kata Tyson sambil mengusap matanya yang berair.
Hanya mendengar ucapannya membuat suasana hati ku kembali, aku tertawa melihat Tyson, seorang pria berumur 17 tahun menangis di hadapan seorang wanita. "Jangan tertawa!" kata Tyson.
Aku menggeleng, "Tidak, Siapa yang tertawa?" kata ku berusaha menahan suara tawa ku.
"Tadi kau tertawa." katanya
"Kau salah dengar." aku mengelak.
Tyson mendengus, "Awas saja kau tertawa lagi, aku tidak menangis, ada debu masuk ke mata ku." katanya bersikukuh meyakinkan ku, Hei, aku punya mata, bagaimana mungkin aku percaya ucapanmu.
"Iya aku percaya." kata ku
"Aku serius!!"
To Be Continue