bc

Memilih Talak Daripada Madu

book_age18+
432
IKUTI
3.4K
BACA
HE
dominant
stepfather
drama
bxg
bold
assistant
like
intro-logo
Uraian

Maria, seorang janda yang meminta cerai dari sang suami karena sudah tidak tahan dengan tekanan dari berbagai pihak. Mulai dari mertua yang selalu menyebutnya wanita cacat karena belum bisa melahirkan seorang anak untuk sang suami, suami yang tidak pernah membelanya malah terkesan ikut menyudutkan, dan yang paling menyakitkan saat suami menikah kembali, namun tidak pernah adil dalam memberi nafkah lahir maupun batin. Kini ia hidup seorang diri dan menetap di rumah peninggalan sang nenek. Rumah minimalis yang bersebelahan dengan rumah besar itu menjadi satu-satunya tempat bagi dia berlindung. Namun, ketenangannya terusik saat mendapati seorang pemuda tengah menyantap makanan yang dia buat untuk sarapannya. "Oh, kamu pembantu baru dirumah ini?" Tanya sang pemuda sambil memindai tubuh Maria dari atas kebawah. "Pe_pembantu kamu bilang?" Maria menggertakan gigi kesal. Pemuda itu bangkit menghampiri Maria yang mematung shok. "Yups. Ngomong-ngomong, Nuginya mana ?" Belum sempat Maria membalas, orang yang pemuda itu cari kini sudah berdiri diambang pintu sambil mengatur nafas karena kelelahan berlari. "Kak Gudy, ngapain lo ada di rumah orang?"

chap-preview
Pratinjau gratis
Bab 1. Madu untuk Maria
Maria yang tengah membuat bubur untuk Marni sang mertua terkejut dengan kedatangan Fiko sambil menggandeng tangan seorang perempuan cantik. Tanpa rasa bersalah Fiko memperkenalkan perempuan disampingnya sebagai istri barunya kepada Maria. Maria hanya mematung shok tanpa bisa berucap apa-apa sampai perempuan itu mengulurkan tangannya untuk mengajaknya berjabat tangan. "Perkenalkan. Namaku Sela, istrinya Mas Fiko." Sela tersenyum mengejek kearah Maria. " Kamu pasti Maria, istri pertamanya Mas Fiko." Maria tidak menyambut uluran tangan Sela, membuat Fiko menggeram marah. "Maria, mana sopan santunmu. Cepat terima uluran tangannya Sela!" Maria tersentak dengan nada tinggi yang diucapkan Fiko kepada dirinya. Pelan, sebuah air mata lolos dari sudut matanya. Dia tidak menyangka Fiko tega menduakannya setelah 2 tahun pernikahan mereka. "Mas, ka_kamu menikah lagi?" Hati Fiko tercubit ketika menyadari ada air mengalir dari mata Maria. Istri yang ia nikahi 2 tahin lalu itu kini meminta kejelasan dengan apa yang ia perbuat. Keinginannya untuk segera memiliki keturunan mendorongnya agar menikahi perempuan lain tanpa menceraikan Maria. "Maafkan mas Maria. Mas sangat ingin segera memiliki anak. Karena kamu belum bisa kasih itu ke mas, terpaksa mas menikahi Sela." Hati Maria sakit mendengarnya. Maria memindai penampilan Sela yang terlihat berkelas, rambut hitam bergelombang, wajah cantik, kulit mulus, serta baju dan perhiasan lainnya melekat indah ditubuhnya. Sedangkan dirinya hanya seorang ibu rumah tangga biasa yang kesehariannya berada didapur, mengurus rumah, serta mengurus mertua yang terduduk dikursi. "Fiko, kamu sudah pulang nak." Seorang wanita paruhbaya menghampiri mereka menggunakan kursi roda. Dia Marni, ibunya Fiko yang terkena setruk hingga harus duduk dikursi roda. Dengan cepat Fiko menghampirinya untuk membantu mendorong sampai kehadapan semua orang. Kemudian dia mengangkat Marni dan mendudukannya dikursi makan. "Ya, ibu. Aku membawa Sela untuk bertemu ibu dan Maria." Seketika senyum cerah Marni terbit. Dia menatapa Sela dengan binar mata yang membuat hati Maria makin sakit. "Ya ampun. Mantu kesayangan ibu sudah datang. Cantik banget kamu sayang." "Terima kasih pujiannya." Sela tersenyum manis. " gimana kabarnya ibu?" Marni makin melebarkan senyumannya. Dia menggemgam tangan Sela erat, "Sangat baik setelah bertemu denganmu." Fiko ikut duduk dikursi sebelah Marni. Dia ikut memegang tangan Sela dengan lembut. "Terima kasih Sel. Kamu sudah buat ibu mas bahagia." Sela mengibaskan tangannya yang tak digenggam Fiko dan Marni. "Itu bukan apa-apa. Ibunya maskan ibunya aku juga." Mereka tertawa bersama melupakan seseorang yang tengah menahan sakit karena tak dianggap ada. Maria melihat mata Marni yang memandang Sela lembut. Padahal Sela baru datang hari ini, namun dia sudah bisa menarik perhatian Marni untuk menyukainya. Sedangkan dirinya yang sudah dua tahun ini selalu merawatnya, mulai dari memberi makan, obat, memandikan, mengantar pup serta buang air kecil, tak pernah sekalipun dipandang selembut itu. Maria selalu terkena marah dengan alasan tak becus, inilah, itulah, dan berakhir mengadukannya pada Fiko. Maria meninggalkan mereka dan masuk kekamarnya. Dia terduduk diatas ranjang dengan pandangan kosong. Tak lama pintu terbuka menampilkan Fiko yang menatapnya datar. "Maria, sekarang kamu beres-beres semua barangmu yang ada dikamar ini." Maria menatap heran kearah Fiko. "Kenapa mas?" Fiko membuang muka enggan melihat wajah Maria. "Mas dan Sela yang akan menempati kamar ini." Mari berdiri menatap marah Fiko. Dia tidak menyangka Fiko tega mengusirnya hanya demi Sela. "Tega kamu mas. Aku ini juga istri kamu. Kalau tidak tidur disini, dimana aku tidur?" Fiko menghela nafas lelah. Dia berjalan mendekati Maria dan memegang kedua bahunya. "Mas minta maaf Maria. Mas juga tidak tega, tapi Sela tidak mau tinggal disini kalau tidak menempati kamar ini. Tolong mengerti mas, Maria!" Mari menepis kedua tangan Fiko yang bertengger dibahunya. "Aku tidak mau mengerti mas. Kalau dia tidak mau tinggal disini, biarkan saja dia pergi." Fiko menatap Maria tak suka. Dia tidak menyangka kata-kata itu keluar dari mulut istri yang sangat dia cintai itu, terlebih dia tau Maria adalah gadis sopan santun yang tak pernah dengan sengaja menyakiti hati orang lain. "Mas gak nyangka kamu bisa bicara seperti itu, Maria." "Dan aku juga tidak menyangka mas tega mengusirku demi istri barumu." Fiko mengusap wajah kasar. Dia juga tidak tega harus memperlakukan Maria seperti ini, namun dia juga bingung kalau tidak dikamar ini, dimana Sela bisa tidur. "Kamu tidur bareng ibu." Putusnya tanpa mengerti perasaan Maria. Sekali lagi air mata maria menitik. Buru-buru dia mengusapnya kasar, "ibu tidak pernah menerimaku dengan baik, bagaimana bisa aku tidur sekamar dengannya?" "Itu karena kamu tidak pernah memperlakukan ibu dengan baik, makanya ibu begitu. Coba saja kalau kamu bisa sedikit lebih pengertian ke ibu. Aku yakin, ibu pasti menyukaimu." Jawab Fiko enteng. "Kurang pengertian apa aku, mas. Setiap hari yang merawat dan memperhatikan ibu itu aku. Lalu apalagi yang kurang?" Maria menyorot Fiko terluka. Memang Fiko sering memarahinya karena Marni selalu mengadu yang tidak-tidak pada Fiko tentang Maria. Namun, dia selalu mencoba bersabar demi mempertahankan rumah tangganya. "Kenapa kamu tidak menyuruh Sela saja yang tidur dengan ibu. Ibu menyukai Sela." Fiko menghembuskan nafas frustasi. "Sela itu baru dirumah ini. Tentu dia harus beradaptasi dulu. Setidaknya beri dia waktu satu bulan. Setelah itu, kamu boleh kembali menempati kamar ini." Tanpa persetujuan Maria, Fiko mengeluarkan semua barang Maria dan memindahkannya kekamar Marni. Maria hanya berdiri tanpa berbuat apa-apa. Matanya memang tidak menangis, namun hatinya sakit luar biasa. Dia sudah diperlakukan seperti pembantu dirumah ini, namun hanya ketidak adilan yang dia dapat. Maria berjalan dengan menyeret langkahnya yang berat menuju kamar sang mertua. Begitu pintu terbuka, sebuah bantal melayang tepat mengenai mukanya. "Tidur dilantai kamu. Saya tidak sudi seranjang denganmu." Marni tersenyum puas melihat Maria berdiri kosong diambang pintu. Tanpa banyak bicara dia merebahkan tubuhnya diatas kasur empuk dan berselimut tebal. Maria tidur dilantai tanpa alas apapun kecuali bantal untuk menyangga kepala yang tadi dilempar Marni. Malam semakin larut. Semua penghuni rumah sudah tertidur pulas kecuali Maria yang sedang menahan dinginnya lantai. ***

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
100.6K
bc

Siap, Mas Bos!

read
14.3K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
207.9K
bc

Tentang Cinta Kita

read
191.8K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.8K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.8K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook